Auditor BPK Diperiksa, Ketua BPK Bantah Ada Audit Versi Lain Terkait Korupsi Jiwasraya
Diduga ada laporan pemeriksaan investigasi versi lain terkait pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya yang dikeluarkan auditor BPK. Pihak BPK membantah, sementara Kejagung sedang memeriksa seorang auditor BPK.
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan atau BPK Agung Firman Sampurna menegaskan laporan pemeriksaan investigasi perhitungan kerugian negara atau PKN atas dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya hanya ada satu. Laporan itu sudah disampaikan kepada Kejaksaan Agung pada 9 Maret 2020.
Hal itu ia sampaikan saat diminta konfirmasi terkait dugaan adanya laporan pemeriksaan investigasi versi lain terkait pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya yang dikeluarkan oleh auditor BPK. Hal ini terkait dengan adanya seorang auditor BPK yang sedang diperiksa Kejagung.
Korupsi pada pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya merugikan negara hingga Rp 16,8 triliun. Sejumlah orang terkait kasus korupsi ini pun telah dipidana pada akhir tahun 2020 lalu.
Hasil audit (pengelolaan dana investasi PT Jiwasraya) yang telah disampaikan kepada Kejaksaan Agung itu cukup meyakinkan. Dan, sekarang prosesnya pun sudah sampai di tahap kasasi. (Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan Agung Firman Sampurna)
Agung menegaskan bahwa BPK hanya mengeluarkan satu laporan resmi atas nama institusi itu. Dalam laporan, juga ada temuan mengenai perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Bahkan, kasus sudah naik sampai ke penuntutan, telah disidangkan, dan diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
”Hasil audit (pengelolaan dana investasi PT Jiwasraya) yang telah disampaikan kepada Kejaksaan Agung itu cukup meyakinkan. Dan, sekarang prosesnya pun sudah sampai di tahap kasasi,” ujar Agung saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (31/5/2021) kemarin.
Baca juga: Pensiunan BUMN Adukan Restrukturisasi Dana Pensiun Jiwasraya ke Wantimpres
Dalam laporan yang disampaikan ke Kejakgung pada 9 Maret 2020 lalu itu, kerugian negara dalam kasus korupsi pengelolaan dana investasi PT Jiwasraya senilai Rp 16,8 triliun. Meskipun demikian, audit investigasi masih berjalan. Sebab, saat itu baru dua pihak terkait Jiwasraya dan pihak-pihak yang terafiliasi dengannya.
Diduga, dengan nilai kerugian yang sangat besar, pihak yang terlibat dalam kasus korupsi itu jauh lebih banyak. Agung juga menyebut bahwa hasil audit investigasi BPK itu akan diserahkan kepada tim penyidik Kejakgung secara berseri. Namun, terkait pengembangan kasusnya menjadi ranah dan kewenangan tim penyidik Kejakgung (Kompas, 10 Maret 2020).
Agung menjelaskan, kasus korupsi pengelolaan dana investasi PT Jiwasraya memang kompleks sehingga pendalaman terhadap mereka yang terlibat dalam kasus itu juga harus berhati-hati. Namun, berdasarkan laporan pemeriksaan investasi yang sebelumnya telah diserahkan ke Kejakgung, sudah terang dan jelas bahwa ada unsur pidana perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara Rp 16,8 triliun.
”Jadi tidak betul kalau kasus korupsi Jiwasraya itu hanya kerugian korporasi dan bukan kerugian negara,” ujar Agung.
Baca juga: Nasabah Menanti Komitmen Manajemen Jiwasraya
Sebelumnya, berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, ada seorang auditor BPK membuat laporan yang menyebutkan tak ada kerugian negara dalam kasus korupsi PT Jiwasraya pada rentang waktu 2008-2018. Kerugian hanya terjadi di tahun 2018 dan 2019 karena nilai investasi menurun, bukan karena tindak pidana korupsi.
Karena hasil audit berbeda dengan laporan sebelumnya, auditor tersebut kemudian diselidiki oleh Kejakgung. Penyelidik Kejakgung menjerat auditor tersebut dengan pasal merintangi penyidikan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, ada seorang auditor BPK membuat laporan yang menyebutkan tak ada kerugian negara dalam kasus korupsi PT Jiwasraya pada rentang waktu 2008-2018. Kerugian hanya terjadi di tahun 2018 dan 2019 karena nilai investasi menurun, bukan karena tindak pidana korupsi.
Menanggapi kabar tersebut, Agung pun menyampaikan, tunggu saja perkembangan selanjutnya. ”Ditunggu saja perkembangan selanjutnya, tetapi penting untuk kami sampaikan, sejauh ini inilah informasi yang bisa kami ungkap ke publik,” kata Agung.
Agung menambahkan, dalam penanganan perkara kasus korupsi Jiwasraya, BPK mengapresiasi Kejagung sebagai aparat penegak hukum yang cepat mengungkap masalah korupsi pengelolaan dana investasi tersebut. Hal itu, lanjutnya, terkait dengan mengembalikan kepercayaan publik kepada aparat penegak hukum khususnya di bidang industri keuangan nonbank dan pasar modal.
BPK berharap upaya penegakan hukum yang dilakukan Kejagung dapat memberikan informasi komprehensif mengenai bagaimana cara mengamankan risiko keuangan nonbank dan pasar modal dengan perbaikan sistem. Modus tindak pidana pengelolaan dana investasi harus bisa dicegah dengan pembenahan sistem.
Baca juga: Disparitas Putusan Terdakwa Jiwasraya Dipertanyakan
Sementara Jaksa Agung ST Burhanuddin membenarkan bahwa saat ini ada seorang auditor BPK yang sedang diselidiki Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung. Namun, substansi pemeriksaan belum bisa disampaikan karena masih dalam tahap pendalaman.
”Ada (auditor BPK yang diperiksa), masih dalam pendalaman,” ujar Burhanuddin singkat.
Sementara itu, diwawancarai terpisah, Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengatakan, pihaknya saat ini masih mendalami auditor BPK yang melakukan dugaan menghalang-halangi penyidikan.
Sementara Jaksa Agung ST Burhanuddin membenarkan bahwa saat ini ada seorang auditor BPK yang sedang diselidiki Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung.
Janggal
Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, adanya perbedaan hasil audit BPK dalam kasus yang sama, yaitu korupsi Jiwasraya, sangat janggal. Apalagi, dua hasil pemeriksaan investigasi itu berbeda. Hasil pemeriksaan yang telah diserahkan secara resmi oleh Ketua BPK kepada Kejakgung menyatakan bahwa ada dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwaraya dalam rentang waktu sepuluh tahun (2008-2018) yang menyebabkan kerugian negara Rp 16,8 triliun.
Sementara itu, audit terbaru justru menyatakan bahwa kerugian adalah risiko bisnis dan bukan korupsi. ”Sudah jelas-jelas itu dinyatakan sebagai kejahatan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta melalui putusannya. Mengapa sekarang ada hasil audit yang berbeda? Apakah audit berbeda itu valid, ini harus diselidiki lebih lanjut oleh Kejakgung,” ujar Fickar.
Fickar menambahkan, apabila memang temuan BPK menyebutkan bahwa kerugian dalam kasus Jiwasraya terjadi karena risiko bisnis, hal itu tidak harus dilihat secara proporsional. Pihak yang bertanggung jawab menginvestasikan dana nasabah asuransi harus mampu mempertanggungjawabkan tata kelola investasinya. Apakah dana itu diinvestasikan di lembaga investasi yang kredibel atau tidak.
Baca juga: Aset Sitaan Kasus Jiwasraya Mencapai Rp 18,4 Triliun
Jika kemudian dalam penyidikan dan pemeriksaan di pengadilan ada unsur kesengajaan sehingga merugikan keuangan negara, dapat dipastikan bahwa itu adalah tindak pidana korupsi.
Fickar justru mendorong kepada Kejakgung untuk dapat menyelidiki lebih dalam mengenai audit berbeda yang dikeluarkan BPK tersebut. Termasuk jika ada dugaan korupsi dalam penyusunan laporan audit yang berbeda tersebut. Sebab, selama ini sudah menjadi rahasia umum bahwa auditor BPK kerap bermain dalam proses audit keuangan di instansi pemerintah. Ketika ada perubahan audit yang mencolok, Kejakgung selaku aparat penegak hukum dapat menyelidiki lebih dalam.
Fickar justru mendorong kepada Kejakgung untuk dapat menyelidiki lebih dalam mengenai audit berbeda yang dikeluarkan BPK tersebut. Termasuk jika ada dugaan korupsi dalam penyusunan laporan audit yang berbeda tersebut. (Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti)
”Ini ada yang janggal karena coba menutupi atau menghilangkan tindak pidana korupsi di kasus Jiwasraya. Padahal, sudah jelas ada putusan pengadilan sebelumnya. Kejaksaan justru harus mendalami apa motif dibalik audit yang berbeda itu,” kata Fickar.
Fickar menambahkan, dalam perkara kasus korupsi PT Jiwasraya unsur tindak pidana korupsi dan kerugian negara sudah diperiksa di pengadilan. Bahkan, sudah ada beberapa terdakwa yang dihukum. Fakta hukum tersebut tidak bisa diubah hanya dengan hasil audit berbeda dari BPK. Justru hasil audit yang berbeda dari BPK akan dipertanyakan oleh masyarakat.
Baca juga: Perkara Jiwasraya Dinilai Bukan Tindak Pidana Korupsi
”Ini aneh menurut saya, kok, auditor ini bisa membuat laporan versi berbeda. Apa alasannya? Kejaksaan justru harus mendalami apakah laporan itu dibuat karena auditor tersebut menerima sesuatu dari pihak lain? Penyelidikan dengan pasal merintangi penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung sudah tepat,” kata Fickar.
Fickar berharap Kejakgung dapat mendalami perkara dugaan merintangi penyidikan yang dilakukan auditor BPK itu secara lebih mendalam. Bahkan, menurut dia, hal itu bisa menjadi pintu masuk untuk mengetahui sejauh mana praktik korupsi dilakukan di lembaga BPK. Hal itu bisa dilakukan apabila penyidik menemukan bukti-bukti permulaan yang cukup. (DEA)