Kepastian pemberangkatan calon jemaah haji 2021 akan dikomunikasikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dengan Presiden Joko Widodo. Sebab, kuota calon jemaah sangat bergantung pada Kerajaan Arab Saudi.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, kepastian pemberangkatan calon jemaah haji dari Indonesia masih akan dikomunikasikan dengan Presiden Joko Widodo. Menurut rencana, penyelenggaraan ibadah haji di masa pandemi Covid-19 itu akan diputuskan bersama DPR pada Rabu (2/6/2021).
Dalam rapat kerja Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senin (31/5/2021), Yaqut menyampaikan, kepastian mengenai ada atau tidaknya kuota calon jemaah haji 2021 sebenarnya ada di tangan Kerajaan Arab Saudi. Meskipun Kerajaan Arab Saudi sudah mengumumkan bahwa akan ada ibadah haji 2021 dengan protokol kesehatan ketat, belum ada informasi detail mengenai negara mana yang diperbolehkan mengirim calon jemaah haji berikut kuotanya.
Kemenag melalui Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. Kemenag juga berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Luar Negeri untuk melakukan diplomasi dengan Arab Saudi.
”Diplomasi yang kami lakukan tidak kurang-kurang. Melalui Dubes RI di Arab Saudi, mantan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah juga diminta memanfaatkan jaringannya. Kami intens memastikan ibadah haji 2021, tetapi keputusan akhir memang ada di Pemerintah Arab Saudi,” tutur Yaqut.
Yaqut menambahkan, meskipun keputusan memberangkatkan calon jemaah haji belum diambil, Kemenag tidak berpangku tangan. Sembari menunggu informasi resmi dari Arab Saudi, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag telah membuat buku panduan manasik haji di masa pandemi. Buku panduan itu berisi tentang penerapan protokol kesehatan apabila ada calon jamaah haji yang diberangkatkan tahun ini. Buku itu telah selesai dikerjakan pada awal Juni ini.
”Saya mohon izin kepada pimpinan (Komisi VIII DPR) untuk berkomunikasi dengan Presiden. Saya akan sampaikan situasinya seperti apa, harapan dari Komisi VIII dan setelah itu baru akan diputuskan secara resmi bersama DPR,” kata Yaqut.
Saya mohon izin kepada pimpinan (Komisi VIII DPR) untuk berkomunikasi dengan Presiden. Saya akan sampaikan situasinya seperti apa, harapan dari Komisi VIII dan setelah itu baru akan diputuskan secara resmi bersama DPR.
Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengatakan, Komisi VIII menyetujui permintaan Menag yang akan mengomunikasikan soal haji di masa pandemi kepada Presiden. Dia berharap komunikasi itu bisa dilakukan sebelum Kemenag menggelar raker lanjutan dengan DPR pada Rabu (2/6/2021) nanti.
Dengan demikian, dalam rapat lanjutan itu sudah bisa diambil keputusan mengenai ada atau tidaknya pemberangkatan calon jemaah haji 2021. Ini juga untuk memberikan kepastian bagi masyarakat yang menunggu keputusan resmi pemerintah mengenai penyelenggaraan haji di masa pandemi.
”Kalau Rabu pagi bisa diterima Presiden, nanti Rabu siang bisa kita ambil keputusan resmi antara DPR dan pemerintah mengenai penyelenggaraan haji 2021 ini,” kata Yandri.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan, persiapan yang dilakukan Kemenag untuk mengantisipasi penyelenggaraan haji di masa pandemi sebenarnya sudah maksimal. Namun, dia sepakat dengan Menag bahwa keputusan akhir mengenai ada atau tidaknya pemberangkatan haji 2021 memang berada pada otoritas Kerajaan Arab Saudi.
Berdasarkan aspirasi konstituen di daerah pemilihannya, Marwan berharap segera ada keputusan resmi dari pemerintah dan DPR mengenai kepastian ibadah haji 2021. Menurut dia, dengan sejumlah syarat dan protokol kesehatan ketat, masyarakat sebenarnya sudah tidak terlalu berminat berangkat haji.
Pelaksanaan haji pada masa pandemi itu dianggap kurang afdal karena sejumlah ibadah yang disesuaikan. Ada anggapan bahwa haji tidak afdal jika tidak dilaksanakan seperti saat kondisi normal. ”Masyarakat saat mendengar masuk ke Mekkah dan Madinah harus di PCR dulu, mereka itu sudah tidak ingin berangkat haji,” kata Marwan.
Marwan juga mendesak Kemenag segera memutuskan secara resmi penyelenggaraan haji 2021. Sebab, seharusnya tenggat akhir apabila ada pemberangkatan haji adalah pada 28 Mei lalu. Saat itu, Indonesia mendapatkan informasi bahwa akan ada kuota kira-kira 3.660 orang yang akan diberangkatkan melalui 12 kelompok terbang (kloter). Kemudian, pada 13 Juni adalah hari terakhir Kota Mekkah akan ditutup dari kedatangan tamu internasional.
”Ini sudah melewati tenggat awal yang disepakati dulu. Seharusnya kita bisa segera mengambil keputusan resmi supaya masyarakat tentram karena sudah diberikan kepastian,” kata Marwan.
Wakil Ketua Komisi VIII TB Ace Hasan Syadzily menambahkan, informasi yang didapatkan dari otoritas Arab Saudi memang sumir. Awalnya, ada informasi 11 negara yang diperbolehkan masuk dan mengikuti ibadah haji 2021. Namun, pendekatan yang digunakan otoritas Arab untuk menentukan negara mana saja yang bisa ikut haji 2021 juga dinilai tidak jelas dan inkonsisten. Amerika Serikat, misalnya, diperbolehkan ikut haji 2021 meskipun penanganan Covid-19 itu tidak terlalu bagus.
”Menurut saya, kriteria yang dibuat otoritas Arab Saudi itu juga tidak jelas dan tidak konsisten sehingga ini membuat pemerintah ragu untuk memutuskan,” kata Ace.
Tidak adanya penjelasan resmi dan detail dari otoritas Arab Saudi tentang kuota dan negara mana saja yang diizinkan memberangkatkan calon jemaah haji membuat pemerintah gamang membuat keputusan. Akhirnya, muncul hoaks di sosial media mengenai penyelenggaraan haji di masa pandemi. Untuk membendung hoaks dan pihak yang memanfaatkan situasi itu, pemerintah harus segera membuat keputusan resmi.
Menurut saya kriteria yang dibuat otoritas Arab Saudi itu juga tidak jelas dan tidak konsisten sehingga ini membuat pemerintah ragu untuk memutuskan.
”Segera ambil keputusan dan yang harus jadi prioritas utama itu adalah keselamatan warga negara Indonesia,” kata Ace.
Menurut dia, meskipun dengan prokes ketat, penyelenggaraan haji di masa pandemi ini sangat berisiko dari sisi kesehatan. Calon jemaah haji, misalnya, harus terlebih dahulu dikarantina sebelum diberangkatkan. Kemudian, setelah sampai di sana mereka juga harus dikarantina lagi. Sebelum pulang dan saat tiba di Indonesia lagi juga harus dikarantina untuk menghindari penularan virus.
”Ini nanti waktu habis untuk karantina saja. Karantina juga memerlukan biaya apakah sudah dihitung berapa biayanya? Kita harus sama-sama menyampaikan kepada Presiden soal kebijakan apa yang paling tepat demi kemaslahatan dan kemanfaatan umat,” kata Ace.
Sebelumnya, untuk memberikan kepastian kepada masyarakat, pemerintah didesak segera mengambil keputusan terkait penyelenggaraan ibadah haji pada masa pandemi Covid-19. Pemerintah Arab Saudi, dikutip dari laman Saudigazette, menyatakan, akan membolehkan jemaah haji internasional datang dan beribadah.
Sejauh ini belum ada keputusan resmi mengenai jumlah dan tata cara yang harus dilakukan agar ibadah haji kali ini berlangsung. Berdasarkan informasi yang didapat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah RI (Amphuri), Pemerintah Arab Saudi memberikan kuota 45.000 jemaah internasional dan 15.000 jemaah lokal Arab Saudi pada penyelenggaraan haji kali ini.
Dari angka itu, jika merujuk pada kuota reguler Indonesia yang lebih kurang 8-10 persen dari total jemaah haji, kemungkinan Indonesia hanya bisa memperoleh kuota sekitar 5.000 jemaah, (Kompas, 31 Mei 2021).