Wapres Amin: Kesenjangan Informasi Dapat Mengancam Persatuan dan Kesatuan
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memudahkan pemasaran barang dan jasa, transaksi keuangan, dan pelayanan publik. Namun, ia juga membawa tantangan seperti ketimpangan digital yang bisa mengancam persatuan.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi membawa banyak manfaat, sekaligus tantangan yang tidak ringan. Tantangan kesenjangan informasi dapat berubah menjadi ancaman terhadap persatuan dan kesatuan nasional. Karena itu, komitmen kebangsaan dan semangat persatuan mesti terus dijaga dalam mewujudkan Indonesia yang maju, adil, dan sejahtera.
Kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) bermanfaat dalam memudahkan pemasaran barang dan jasa, transaksi keuangan, jurnalisme, komunikasi sosial, layanan kependudukan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, serta lainnya. Namun, perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi juga membawa tantangan seperti ketimpangan digital.
Negara dan masyarakat yang mampu tidak menghadapi persoalan infrastruktur TIK, seperti jangkauan dan kapasitas jaringan telekomunikasi serta kemampuan masyarakatnya untuk menciptakan aplikasi digital serta memberi perangkat keras. Hal sebaliknya dihadapi negara dan masyarakat yang kurang mampu.
”Ketimpangan inilah yang disebut sebagai digital divide atau kesenjangan digital,” kata Wapres Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan pada pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) VI Jam’iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI) secara virtual yang dipublikasikan akun Youtube Wapres RI, Sabtu (29/5/2021).
Kesenjangan digital, lanjut Wapres, tidak hanya terjadi antarnegara, tetapi juga antarkelompok masyarakat dalam satu negara. Tantangan lainnya adalah aliran informasi yang begitu cepat dan bebas, nyaris tanpa batas, baik secara jarak geografis maupun konten atau isinya.
Sebagai akibatnya, otoritas institusi negara, pemerintahan, pendidikan, maupun pranata dan nilai-nilai lokal yang hidup di tengah masyarakat tidak dapat lagi mencegah secara dini atau menyaring apabila beredar suatu konten atau informasi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada.
Wapres menuturkan, dalam konteks bangsa Indonesia yang majemuk, multietnis, agama, bahasa, dan budaya, tantangan kesenjangan informasi dapat berubah menjadi ancaman terhadap persatuan dan kesatuan nasional. Ini apabila hal itu tidak disikapi dengan tepat dan cepat.
Dalam konteks bangsa Indonesia yang majemuk, multietnis, agama, bahasa, dan budaya, tantangan kesenjangan informasi dapat berubah menjadi ancaman terhadap persatuan dan kesatuan nasional apabila tidak disikapi dengan tepat dan cepat.(Ma’ruf Amin)
”Jaringan internet dan media sosial juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sebagai media penyebaran konten negatif, kabar bohong atau hoaks, fitnah, penipuan, dan bahkan ajaran kekerasan serta terorisme,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Wapres Amin, komitmen kebangsaan sebagaimana diangkat dalam tema Munas JBMI kali ini, yaitu Bersatu dalam Kebangsaan dan Bernegara, Bersepakat dalam Keberagaman untuk Indonesia Maju, harus senantiasa dijaga agar tidak pernah luntur. Keberagaman adalah potensi kekuatan nasional yang sangat besar.
Pada masa lalu, sejarah telah membuktikan keberhasilan para pendiri bangsa dalam menggalang persatuan nasional sehingga Indonesia berhasil mencapai kemerdekaan. ”Selanjutnya merupakan kewajiban kita semua, seluruh anak bangsa dari berbagai suku, agama, dan budaya untuk terus memupuk dan merawat semangat persatuan dalam perjuangan untuk meraih dan mewujudkan Indonesia yang maju, adil, dan sejahtera,” ujar Wapres.
Peran bersama
Pada kesempatan tersebut, Wapres mendorong JBMI dan ormas-ormas keagamaan serta kedaerahan lainnya untuk mengambil peran dalam upaya bersama merawat persatuan dan kesatuan dengan secara aktif mengedukasi para anggotanya. Upaya ini harus senantiasa dijalankan selama tantangan dan ancaman masih ada.
”Sampai saat ini semua negara, termasuk Indonesia, masih mengalami dan berupaya menanggulangi pandemi Covid-19. Pemerintah tidak dapat mengatasi dan menanggulangi sendiri masalah pandemi ini,” kata Wapres Amin.
Pemerintah memerlukan kerja sama semua pihak, termasuk JBMI, sebagai bagian dari bangsa untuk turut berperan dalam membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga protokol kesehatan dan mengikuti vaksinasi. Upaya ini merupakan kunci keberhasilan Indonesia untuk mengendalikan penularan Covid-19 yang menjadi syarat pemulihan ekonomi nasional serta kembali normalnya kegiatan sosial, termasuk keagamaan.
”Sebagai umat Islam yang taat, kita juga perlu memperkuat ikhtiar spiritual dalam menghadapi bencana global ini dengan terus berdoa, memohon kepada Allah SWT agar pandemi ini segera diangkat dari muka bumi, khususnya dari tanah air kita. Dan, agar kita dijauhkan dari sikap putus asa yang akan melemahkan semangat perjuangan,” ujar Wapres.
Selain itu, semua pihak juga perlu terus membangun persaudaraan dan solidaritas sosial agar beban dan kesulitan yang dihadapi terasa ringan karena dipikul bersama. Untuk bangkit dari krisis akibat pandemi, bangsa Indonesia memerlukan energi kolektif yang besar berupa empati, kepedulian, solidaritas sosial, dan gotong royong dari seluruh elemen masyarakat.
”Saya percaya JBMI di usianya yang ke-47 tahun akan makin kokoh menjadi organisasi sosial kemasyarakatan yang terus memperjuangkan kesejahteraan umat serta mengabdikan segenap sumber daya manusianya seluas-luasnya bagi kepentingan bangsa dan negara,” kata Wapres Amin.
Persatuan
Wapres Amin mengharapkan JBMI proaktif menjaga nilai-nilai luhur Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta persatuan dan kesatuan nasional. ”Hal itu tidak bisa diganti dengan apa pun. Kita tidak boleh memberikan ruang sedikit pun kepada siapa pun yang menggoyahkan NKRI, termasuk upaya untuk membenturkan antara keagamaan dan kebangsaan,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Wapres, pendekatan dakwah harus tepat sesuai konteks Indonesia, yakni dakwah yang tidak merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Dakwah mesti dilakukan dengan menggunakan narasi-narasi kerukunan, bukan narasi-narasi konflik atau permusuhan.
Terkait hal ini diperlukan upaya terus-menerus dan konsisten dalam mengembangkan keberagamaan yang moderat, inklusif, dan toleran yang dikenal dengan moderasi beragama. Moderasi agama diperlukan untuk memahami ajaran agama sesuai dengan realitas sosial politik di mana para pemeluk agama hidup dan tinggal.
”Pandangan keagamaan bercorak moderat ini akan membentuk relasi keberagaman yang inklusif dan toleran. Segala perbedaan agama dan budaya akan dimaknai secara positif sebagai karunia Allah dan keniscayaan sejarah yang potensial dijadikan modal sosial untuk membangun bangsa kita,” kata Wapres Amin.
Pandangan keagamaan bercorak moderat ini akan membentuk relasi keberagaman yang inklusif dan toleran. Segala perbedaan agama dan budaya akan dimaknai secara positif sebagai karunia Allah dan keniscayaan sejarah yang potensial dijadikan modal sosial untuk membangun bangsa kita.
Kondisi krisis yang dihadapi saat ini, dinilai Wapres Amin, memberikan momentum bagi bangsa Indonesia untuk mengatasi ketinggalan, untuk melakukan transformasi besar bagi kemajuan bangsa, termasuk bagi organisasi JBMI. ”Saya menaruh harapan besar bahwa munas VI mampu menghasilkan keputusan-keputusan terbaik untuk kemajuan JBMI ke depan sekaligus untuk kemajuan umat dan masyarakat Indonesia,” ujar Wapres.
Transformasi digital
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate pada peluncuran program Literasi Digital Nasional, Kamis (20/5/2021), mengatakan, program literasi digital merupakan tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo mengenai percepatan transformasi digital nasional. Hal ini khususnya terkait pengembangan sumber daya manusia digital.
Program literasi digital adalah sebuah keharusan di tengah semakin intensifnya penggunaan internet oleh masyarakat. Saat ini terdapat setidaknya 196,7 juta warganet di Indonesia. ”Tugas kita bersama (untuk) memastikan setiap anak bangsa mampu mengoptimalkan kebermanfaatan internet,” kata Johnny.
Manfaat internet tersebut salah satunya ditandai dengan potensi ekonomi digital Indonesia yang diproyeksikan mencapai valuasi sekitar 124 miliar dollar AS pada tahun 2025. Pada saat bersamaan, lanjut Johnny, literasi digital adalah sebuah keniscayaan untuk membentengi warganet dari dampak-dampak negatif internet.