Kemenhan diduga tengah menyiapkan rancangan perpres pemenuhan kebutuhan alat pertahanan dan keamanan dengan total anggaran sekitar Rp 1.750 triliun. DPR meminta Kemenhan menjelaskan rencana itu kepada publik.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat masih menunggu penjelasan lengkap dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terkait dengan rancangan peraturan presiden tentang alat utama sistem persenjataan. Sebab, selama ini informasi yang beredar masih perlu diklarifikasi langsung kepada Menhan tentang duduk perkara sebenarnya, dan desain pengadaan alutsista yang saat ini ingin dilakukan oleh pemerintah.
Sejumlah anggota Komisi I DPR yang dihubungi, Sabtu (29/5/2021) dari Jakarta, mengaku belum secara detail dan lengkap mengetahui naskah rancangan Perpres Alutsista yang belakangan mengundang perdebatan di publik. Menurut jadwal, Komisi I DPR akan mengadakan rapat dengan menhan, Senin dan Rabu, pekan depan. Dalam pertemuan itu, DPR akan meminta keterangan dari Prabowo terkait dengan kondisi alutsista dan rencana Perpres Alutsista tersebut.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Effendi Simbolon, Sabtu, mengatakan, dirinya telah mendengar adanya rancangan perpres itu. Namun, hal itu akan ditanyakan lebih detil di dalam pertemuan dengan Prabowo, Senin dan Rabu, pekan depan. Sebab, informasi yang berkembang harus diendapkan terlebih dulu mengingat kondisi alutsista Indonesia memang memprihatinkan.
”Saya dalam posisi melihat perkembangan ini dalam pemikiran yang positif, sebab memang sekian puluh tahun kita menanti review total sistem pertahanan negara kita. Kami memang menunggu momentum pembicaraan ini dengan Menhan sehingga nanti bisa diketahui apa sih arsitektur kebangkitan sisitem pertahanan kita,” ucapnya.
Selain soal arsitektur dan desain yang ditawarkan dalam rancangan perpres itu, Effendi juga ingin mendalami terlebih dulu keterangan Prabowo nantinya mengenai teknologi yang diacu dalam pengembangan alutsista di Tanah Air. Pasalnya, teknologi alutsista terus berkembang, dan teknologi itu tidak kekal. Penyempurnaan dan pemenuhan kebutuhan alustsista sudah pasti akan terus berkejaran dengan perkembangan teknologi. Salah satu yang juga mesti dipertimbangkan ialah bagaimana alutsista yang dikembangkan itu mengadopsi juga teknologi siber.
”Kalau kita beli peralatan tahun ini, misalnya, mungkin baru bisa diperoleh tiga atau lima tahun lagi. Dan, pada saat itu mungkin teknologinya sudah ketinggalan dan berbagai macam kendala lain. Oleh karena itu, kita harus punya patokan, misalnya anggaplah alutsista itu maksimal dipakai untuk 25-30 tahun ke depan,” katanya.
Adanya proposal yang diajukan Prabowo dengan nilai Rp 1.750 triliun, sebagaimana disebutkan ada di dalam rancangan Perpres Alutsista, lanjut Effendi, tepat untuk dijelaskan kepada publik saat ini. Momentum dinilai tepat karena kondisi alutsista yang memprihatinkan. Proposal itu pun diharapkan benar-benar bisa menjadi terobosan dalam mengatasi persoalan alutsista di Indonesia. Pasalnya, alutsista yang serbaterbatas akan menurunkan moral prajurit yang selama ini sudah mati-matian dibangun.
Penjelasan Menhan itu pun diharapkan dapat menjawab pertanyaan publik, seperti tentang mekanisme pengusulan rancangan perpres yang dipandang tidak mengikuti prosedur umumnya dalam rancangan kerja pemerintah (RKP). Selain itu, lanjut Effendi, Prabowo juga diharapkan bisa menjelaskan tentang desain pengadaan alutsista yang dimaksud hingga 2024. Konsep Minimun Essential Force (MEF) yang telah ada saat ini, menurutnya, sudah tidak tepat lagi dalam pengelolaan alutsista di Tanah Air.
”Saya memilih untuk mengendapkan dulu informasi yang ada, dan berpikiran positif, serta menunggu keterangan resmi dari Menhan,” ucapnya.
Masih dalam rancangan
Sebelumnya, Kompas menerima dokumen berisi rancangan perpres versi bulan Maret 2021. Rancangan Perpres itu berjudul Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia tahun 2020-2024. Namun, ketika berusaha dikonfirmasi, Juru Bicara Prabowo Subianto, Dahnil Simanjuntak, belum merespons.
Kementerian Sekretariat Negara menyatakan, pihaknya sudah menerima rancangan tersebut. Namun, hingga kini rancangan perpres tersebut masih dalam pembahasan lintas kementerian dan belum menjadi naskah yang definitif dan final. Menteri Sekretaris Negara Pratikno saat dihubungi hanya menjawab, ”Masih berproses di kementerian. Tunggu aja,” tuturnya lagi.
”Naskahnya masih dibahas di tingkat kementerian meskipun telah diterima Kemensetneg beberapa waktu lalu. Sampai kapan pembahasannya, kita belum tahu ya terutama terkait perencanaan strategis dan penganggarannya, ” ujar seorang staf di lingkungan Istana Kepresidenan baru-baru ini di Setneg, Jakarta.
Dengan masih adanya pembahasan di tingkat kementerian, lanjut staf tersebut, Presiden Joko Widodo belum mengetahui rencana penerbitan perpres tersebut. ”Prosesnya masih lama untuk bisa masuk dan disetujui oleh Presiden Jokowi. Karena Presiden pasti akan menunggu Menteri Keuangan terkait kemampuan pendanaan dan penganggarannya terlebih dahulu di APBN,” lanjut staf tersebut.
Ada beberapa hal menarik yang tercantum dalam rancangan perpres tersebut. Di bagian awal disebutkan tentang hal hal yang menjadi pertimbangan bahwa agar kebutuhan alat pertahanan dan keamanan (alpalhankam) terjamin sehingga butuh rencana strategis, pembiayaan dan pengadaan yang konsisten dan berkelanjutan. Rancangan Perpres ini terdiri dari 10 pasal. Pasal 1 berisi tentang penetapan definisi. Sementara di pasal 2 disebutkan bahwa menteri menyusun rencana kebutuhan alpalhannkam Kemhan dan TNI hingga hingga tahun 2044, pengadaaannya dilaksanakan tahun 2020-2024. Ini berarti pengadaan 25 tahun dipadatkan dalam waktu dua setengah tahun yang tersisa.
Pasal 3 merinci kebutuhan finansial untuk memenuhi kebutuhan itu yaitu sebesar 124,995 miliar dollar AS yang dihitung dengan kurs Rp 14.000 mencapai Rp 1.750 triliun, untuk membeli alpahankam, membayar bunga, dan biaya pemeliharaan serta kontijensi. Masih di pasal 3, poin ke-3, disebutkan bahwa dari total kebutuhan itu telah dialokasikan 20,747 miliar dollar AS di Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah Khusus Tahun 2020-2024. Dengan demikian, ada selisih kebutuhan yang belum terpenuhi sebesar 104,247 miliar dollar AS atau dihitung dengan kurs Rp 14.000 adalah Rp 1.459 triliun.
Duduk bersama
Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sukamta, mengatakan, pihaknya masih harus mengkaji terlebih dulu isi dari naskah perpres tersebut. Informasi mengenai perpres itu juga baru diketahui dari media.
Sementara itu, anggota Komisi I dari Fraksi Partai Nasdem, Muhammad Farhan, mengatakan, informasi yang berkembang tentang dana Rp 1.750 triliun yang diusulkan Menhan untuk 2024 itu juga harus didalami dulu peruntukannya.
Belakangan, yang justru berkembang ialah rencana Menhan Prabowo dengan dana yang disebut sampai Rp 1.750 triliun untuk mengadakan alutsista sampai 2024. ”Sekarang jadi isu liar ketika ada pengamat katakan Menhan siapkan siapkan anggaran Rp 1.700 triliun untuk MEF 2024. Nanti dulu itu, semua sudah mengatakan MEF tidak mungkin tercapai pada 2024. Harus duduk bersama dulu semuanya. Pak Jokowi perlu memanggil Panglima TNI, Menhan, dan kembali memetakan apakah MEF itu tercapai ataukah tidak, dan apakah perlu diubah atau tidak,” ujarnya.
Anggota Komisi I dari Fraksi Golkar, Bobby Adhitya Rizaldi, mengatakan, usulan untuk memeperkuat alutsisa di dalam rancangan perpres itu sesuatu hal yang sangat baik. Sebab, dengan dukungan pemerintah, Indonesia bisa bisa keluar dari ketertinggalan postur pertahanan nasional, yang selama 16 tahun terakhir belum sampai 1,5 persen dari PDB sebagaimana kebanyakan negara maju.
”Bila memang diterbitkan, pemerintah artinya memiliki komitmen kuat dalam konteks pembiayaan, tentu ini sangat menggembirakan,” katanya.
Penyusunan rancangan perpres ini juga memastikan Indonesia punya peta jalan yang jelas, termasuk pengembangan industri pertahanan sesuai amanat UU 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Peta jalan itu akan menentukan mana yang memang harus diproduksi sendiri, dan mana yang harus menggunakan teknologi dari luar negeri.
Terkait rancangan anggaran Rp 1.750 triliun untuk pengadaan alutsista melalui skema pinjaman luar negeri, menurut Bobby, hal itu juga bagus karena dengan demikian artinya Indonesia dipercaya oleh produsen militer internasional.