RUU KUHP tak masuk Prolegnas Prioritas 2021 sehingga ada waktu untuk menyosialisasikan RUU itu. Dalam sosialisasi di NTB, Wakil Menkumham Eddy Omar Sharif Hiariej menyebut revisi KUHP sebagai proses pembangunan hukum.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus menyosialisasikan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. RKUHP dinilai dapat menggantikan KUHP lama yang merupakan produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda. Revisi KUHP juga dinilai sebagai proses pembangunan hukum.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy Omar Sharif Hiariej mengatakan, untuk mewujudkan negara hukum yang berlandaskan Pancasila, diperlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergis, komprehensif, dan dinamis melalui upaya pembangunan hukum.
”Salah satu proses pembangunan hukum yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah, khususnya di bidang hukum pidana, adalah dengan melakukan revisi terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP),” kata Eddy dalam keterangan tertulis, Jumat (28/5/2021).
Pernyataan tersebut disampaikan Eddy dalam kegiatan Diskusi Publik Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (27/5/2021).
Eddy menjelaskan, RUU KUHP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda.
Menurut Eddy, perkembangan hukum pidana yang tidak sesuai dengan dinamika masyarakat inilah yang mengakibatkan pembaruan dan revisi terhadap KUHP perlu segera dilakukan.
Selain rekodifikasi yang mencakup konsolidasi serta sinkronisasi peraturan hukum pidana, pembaruan RUU KUHP juga diarahkan sebagai upaya harmonisasi, yaitu dengan menyesuaikan KUHP terhadap perkembangan hukum pidana yang bersifat universal dan upaya modernisasi.
Upaya tersebut dilakukan dengan mengubah filosofi pembalasan klasik yang berorientasi pada perbuatan semata-mata menjadi filosofi integratif yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku, dan korban kejahatan.
”Adanya RUU KUHP ini dapat menghasilkan hukum pidana nasional dengan paradigma modern, tidak lagi berdasarkan keadilan retributif, tetapi berorientasi pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif,” kata Eddy.
Pro dan kontra
Ia mengatakan, berbagai pro dan kontra yang muncul terhadap RUU KUHP ini terjadi karena berbagai persepsi dan kepentingan yang ada di masyarakat. Hal tersebut terjadi, kata Eddy, karena Indonesia merupakan negara yang sangat multikultur dan multietnis.
Oleh karena itu, pemerintah membuka ruang diskusi dengan berbagai elemen masyarakat untuk menghimpun masukan, menyamakan persepsi, dan sebagai pertanggungjawaban proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilakukan secara transparan serta melibatkan masyarakat.
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Benny Riyanto mengatakan, sosialisasi RUU KUHP diharapkan dapat menjelaskan dan menampung aspirasi masyarakat untuk pembangunan hukum nasional.
Menurut Benny, persamaan persepsi dapat dilakukan melalui diskusi untuk menjelaskan poin-poin RUU KUHP yang masih bias di masyarakat. Diskusi juga diharapkan dapat menampung berbagai aspirasi sebagai bentuk nyata kontribusi masyarakat terhadap pembangunan hukum di Indonesia.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menegaskan, agar KUHP tidak lagi menjadi produk kolonial, maka KUHP baru harus bebas logika penjajahan, mengutamakan semangat kemerdekaan, dan perlindungan hak asasi manusia.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari, mengatakan, saat pembahasan penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021, pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM menyatakan tidak memasukkan RKUHP untuk tahun ini.
Dalam kesempatan tersebut, Taufik meminta dalam satu tahun ini agar Kemenkumham melakukan sosialisasi, diskusi, dan pendalaman dengan melibatkan masyarakat secara luas, termasuk kalangan akademisi.
Menurut Taufik, waktu satu tahun ini bisa dioptimalkan untuk mendiskusikan kembali norma-norma baru dalam RKUHP yang dianggap kontroversial tersebut. Ia mengungkapkan, Komisi III mengharapkan agar RKUHP segera dibahas dan diselesaikan.