Kejaksaan Agung terus memburu aset milik para tersangka dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Nilai aset yang disita kini mencapai Rp 13 triliun.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung telah menyita berbagai aset dengan nilai sekitar Rp 13 triliun dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero). Saat ini penyidik juga tengah fokus menyelesaikan berkas perkara tahap kedua dengan agar dapat dilimpahkan kepada jaksa penuntut umum paling lambat pekan depan.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah, Jumat (21/5/2021), mengatakan, dalam kasus dugaan korupsi Asabri, penyidik masih terus menelusuri aset-aset milik tersangka, seperti properti, tanah, hingga barang mewah. ”Ada aset yang belum disita, tanah kosong, posisinya ada di Kalimantan Timur. Kalaulah itu bisa dilakukan tanpa ada masalah dengan pihak ketiga, total aset sitaan sudah mencapai hampir Rp 13 triliun,” katanya.
Febrie mengungkapkan, di antara aset yang telah disita, terdapat aset yang nilainya masih belum diketahui, seperti perusahaan tambang. Sebab, untuk menilai aset berupa tambang beserta kandungannya diperlukan waktu lebih lama. Namun, untuk aset berupa properti, barang mewah, dan lahan lebih mudah ditaksir nilainya.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, terakhir penyidik menyita aset berupa enam bidang tanah di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta milik tersangka BTS. Dari tersangka SW, penyidik menyita beberapa bidang tanah di Jakarta Selatan dan di Badung, Bali, yang di atasnya berdiri hotel.
Penyidik juga telah menerima hasil taksasi barang bukti 36 lukisan milik tersangka JS. Nilai lukisan emas karya Kim Il Tae tersebut ditaksir mencapai Rp 109 miliar.
”Aset-aset para tersangka yang telah disita tersebut selanjutnya akan dilakukan penaksiran atau taksasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik guna diperhitungkan sebagai penyelamatan kerugian keuangan negara di dalam proses selanjutnya,” ujar Leonard.
Seperti diketahui, pada tahap pertama, Jampidsus Kejagung telah melimpahkan berkas perkara sembilan tersangka kasus dugaan korupsi Asabri pada akhir April lalu. Kesembilan tersangka itu adalah ARD selaku Direktur Utama PT Asabri (Persero) periode 2011-Maret 2016; SW selaku Dirut PT Asabri (Persero) periode Maret 2016-Juli 2020; BE selaku Direktur Keuangan PT Asabri (Persero) periode Oktober 2008-Juni 2014; HS selaku Direktur PT Asabri (Persero) periode 2013-2014 dan 2015-2019; serta IWS selaku Kepala Divisi Investasi PT Asabri (Persero) periode Juli 2012-Januari 2017.
Empat tersangka berikutnya adalah LP selaku Direktur Utama PT Prima Jaringan; BTS selaku Direktur PT Hanson Internasional; HH selaku Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra; dan JS selaku Direktur Jakarta Emiten Investor Relation.
Menurut Febrie, saat ini penyidik juga masih fokus untuk melengkapi berkas perkara para tersangka yang direncanakan akan dilimpahkan tahap kedua pada minggu depan. Selain itu, pihaknya masih menunggu jumlah pasti nilai kerugian negara yang kini sedang dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Meski begitu, dari perhitungan awal diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 23 triliun.
”Sekarang kami masih konsentrasi di pemberkasan yang kami rencanakan tahap kedua hari Jumat, minggu depan. Setelah tahap kedua, mungkin penyidik akan masuk ke perkara-perkara baru yang akan disidik di luar kasus Asabri. Kemudian akan ada evaluasi dari Pak Jampidsus untuk melihat kembali siapa yang terlibat,” tutur Febrie.
Evaluasi terutama dilakukan terkait pengenaan pasal kepada para tersangka, baik dugaan tindak pidana korupsi maupun dugaan tindak pidana pencucian uang. Selain itu, akan dievaluasi pula keterlibatan korporasi dalam perkara tersebut.