Kursus Kebangsaan Lemhannas Bisa Jadi Solusi untuk 75 Pegawai KPK
Lemhannas perlu dimintai pemikirannya terkait 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan. Kursus wawasan kebangsaan bagi anggota DPR dan kepala daerah selama ini, dianggap bisa jadi opsi solusi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Kepegawaian Negara, serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi diharapkan mencari jalan keluar yang terbaik atas persoalan 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan seperti yang diminta Presiden Joko Widodo.
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) sudah diminta oleh Presiden Joko Widodo untuk mencari jalan keluar yang terbaik atas persoalan 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan.
"Oleh karena itu, KPK dan dua organ pemerintahan yang langsung berada di bawah Presiden perlu secara serius dan atentif bekerja mencari solusinya," kata Arsul ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (19/5/2021).
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi menekankan, hasil tes wawasan kebangsaan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang tak lolos tes. Hasil tes cukup menjadi masukan untuk perbaikan institusi dan individu di KPK. Perbaikan dimaksud salah satunya pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.
Menurut Arsul, karena akar permasalahan tersebut dari tes wawasan kebangsaan, maka ia mengusulkan agar Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) perlu juga dimintai pemikirannya terkait bagaimana membuat 75 pegawai tersebut nanti menjadi memenuhi syarat.
Arsul menuturkan, sebagai rujukan, anggota DPR diwajibkan oleh fraksi masing-masing untuk mengikuti kursus wawasan kebangsaan selama tiga minggu bagi yang baru dan lima hari bagi anggota DPR yang sudah pernah ikut yang tiga minggu di Lemhannas. Hal tersebut juga dilakukan bagi para kepala daerah yang baru terpilih.
Menurut Arsul, hal tersebut menjadi sarana peningkatan wawasan kebangsaan. "KPK bersama dengan BKN dan Kemenpan RB bisa mengambil apa yang DPR lakukan itu sebagai sebuah model," kata Arsul.
Ia menegaskan, semangat pembentuk undang-undang yakni DPR dan pemerintah ketika merevisi UU KPK bukan untuk mengurangi pegawai KPK. Jadi, ketika dalam proses ada yang dianggap tidak memenuhi syarat, maka jalan keluarnya adalah harus diberi kesempatan supaya memenuhi syarat dan bisa menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Sementara itu, Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Adi Suryanto mengatakan, LAN masih menunggu hasil koordinasi KPK, Kemenpan RB, dan BKN. Ia menuturkan, sejauh ini belum ada koordinasi.
Mengenai pendidikan kedinasan yang diusulkan Presiden, Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Miftah Thoha mengatakan, pemerintah sudah memiliki peraturan terkait itu. Penyelenggara dari pendidikan kedinasan ini, Lembaga Administrasi Negara.
Adapun Menpan dan RB Tjahjo Kumolo serta Kepala BKN Bima Haria Wibisana belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai hasil koordinasi yang mereka lakukan bersama dengan KPK untuk menindaklanjuti arahan Presiden.