Juru Bicara Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid, Wimar Witoelar, berpulang setelah menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Indonesia kehilangan tokoh reformasi yang konsisten melawan kesewenang-wenangan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO/ NINA SUSILO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Juru Bicara Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, Wimar Witoelar, meninggal pada usia 75 tahun, Rabu (19/5/2021) pukul 08.56 di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta. Sebelum masuk ke lingkaran Istana, lelaki kelahiran 14 Juli 1945 itu terlibat aktif dalam sejumlah gerakan melawan rezim Orde Baru.
Kabar meninggalnya Wimar disampaikan Direktur Utama Biro Konsultan InterMatrix Communication Erna Indriana. Erna mengatakan,Wimar meninggal pukul 08.56 karena sakit sepsis atau infeksi di seluruh tubuh sehingga menyebabkan dirinya mengalami kegagalan multiorgan.
Selama hidupnya, Wimar mengabdikan sebagai jurnalis dan kolumnis di beberapa surat kabar nasional maupun internasional. Lelaki kelahiran Padalarang, Bandung, itu merupakan penulis kolom Asal-Usul di harian Kompas pada tahun 1995 dan baru berhenti setelah diangkat menjadi Juru Bicara Presiden Gus Dur pada tahun 2000. Artikelnya juga kerap termuat di beberapa surat kabar internasional, seperti News Week, Australian Financial Review, Business Week, dan Today.
Lulusan Institut Teknologi Bandung itu pun membidani sekaligus menjadi pemandu acara bincang-bincang (talkshow) Perspektif yang ditayangkan setiap Sabtu pukul 18.00 di sebuah stasiun televisi swasta nasional sejak tahun 1994. Acara yang mendapat sambutan hangat dari berbagai elemen masyarakat yang dibuktikan dengan dilayangkannya lebih dari 500 surat selama satu tahun acara Perspektif ditayangkan (Kompas, 19 Maret 1995).
Kepada Kompas, kala itu, Wimar mengatakan, Perspektif lahir karena ia ingin mengajak masyarakat berkomunikasi dengan lugas, jernih, jujur, dan pikiran cerdas. Melalui acara itu pula, Wimar berusaha mendudukkan sebuah persoalan yang sebelumnya dinilai rancu dan berbelit-belit.
Melalui tulisan serta acara yang dipandunya, Wimar memperjuangkan reformasi politik dan pemerintahan. Perjuangan panjang itu pun akhirnya berhasil menumbangkan rezim Orde Baru pada tahun 1998.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko pun mengenang Wimar sebagai kolumnis yang berani memberikan kritik kepada pemerintahan Orde Baru di media nasional ataupun internasional. Kelantangan suara Wimar dalam melawan kesewenang-wenangan penguasa Orde Baru membuat namanya masuk dalam jajaran aktivis reformasi yang terpandang dan disegani.
”Pak Wimar selalu memberikan lontaran-lontaran jenaka tetapi kritis pada setiap program televisi yang dipandunya,” kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Rabu.
Wimar berpulang hanya dua hari menjelang peringatan Hari Reformasi tanggal 21 Mei. Karena itu, menurut Moeldoko, Indonesia kehilangan tokoh reformasi yang kritis dan bernas.
Selain itu, berpulangnya Wimar juga membuat KSP merasa kehilangan mitra strategis. Selama ini, Wimar yang menguasai isu-isu substantif serta piawai dalam berkomunikasi kerap memberikan masukan kepada KSP.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin pun mengenang Wimar sebagai sosok yang baik, kritis, dan idealis. ”Almarhum adalah orang baik, kritis, dan idealis,” ujar Wapres.
Kesan serupa disampaikan putri Gus Dur, Zannuba Afiffah Chafsoh yang dikenal dengan sebutan Yenny Wahid. ”Beliau seorang yang idealis, tetapi mampu menyampaikan ide-idenya dengan jenaka,” ujar Yenny.
Ia menceritakan, Wimar mendirikan Partai Orang Biasa sebagai sebuah simbol protes terhadap sistem politik di Indonesia yang hanya dikuasai oleh elite partai saja. Wimar konsisten dalam mengkritisi yang berkuasa untuk menyuarakan kepentingan rakyat dan selalu berjuang bagi demokrasi. Hal tersebut menjadi warisan nilai yang ditinggalkannya. ”Selamat jalan WW (Wimar). We’ll miss you,” kata Yenny.
Idealisme serta kepiawaian Wimar itulah yang membuat Presiden Gus Dur jatuh hati dan meminangnya sebagai juru bicara. ”Saya tidak mencari jubir seperti dia, saya membutuhkan dia. Saya membutuhkan Wimar,” kata Gus Dur saat menetapkan Wimar sebagai juru bicara bersama dengan Adhie Massardhie dan Yahya Cholil Staquf.
Yenny menceritakan, Wimar menjadi juru bicara, terutama untuk menjelaskan kebijakan Gus Dur kepada dunia internasional. Sebab, artikulasi bahasa Wimar sangat baik. Wimar menulis buku No Regrets yang menjelaskan banyak hal tentang pengalaman Wimar mendampingi Gus Dur. Wimar dan Gus Dur mempunyai kepolosan yang membuat orang jatuh hati kepada mereka.
Penyayang
Di balik kiprahnya dalam politik kebangsaan, suami dari Suvatchara Witoelar itu dikenal sebagai sosok yang baik dan penyayang. Erna menceritakan, selama 21 tahun bekerja bersama, Wimar selalu menjaga hubungan baik dengan anak buahnya.
”Dia (Wimar) baik sekali. Kalau dia marahin anak buahnya, dia yang minta maaf. Padahal, yang salah anak buahnya. Dia akan membuat bagaimana caranya supaya orang itu baik lagi dengan dia,” kata Erna sambil menangis ketika dihubungi.
Erna mengungkapkan, dirinya dianggap Wimar tak hanya sekadar sebagai kolega, tetapi sahabat. Wimar memanggilnya dengan nama EI, sedangkan Erna memanggil Wimar dengan WW. Bahkan, Wimar mengangap Erna seperti ibunya.
Wimar sangat menyayangi istri dan kedua anaknya, Satya Tulaka Witoelar dan Aree Widya Witoelar. Rasa sayangnya kepada keluarga tersebut diterapkan Wimar di kantor. Ketika karyawannya ada keperluan keluarga, Wimar selalu memberikan izin. Bagi Wimar, keluarga menjadi nomor satu.
Tak hanya keluarga dan para karyawannya, kenangan baik akan Wimar juga dirasakan banyak kolega. Karena itulah banyak tokoh yang menyampaikan dukacita dan merasa kehilangan atas wafatnya Wimar melalui media sosial.
Salah satunya Juru Bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, yang menyampaikan dukacita melalui akun Twitter-nya. Ia mengatakan, Wimar merupakan gurunya sebagai juru bicara Presiden dan presenter televisi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengungkapkan dukacitanya melalui akun Facebook. Ia mengatakan, Wimar adalah seorang sahabat sejati yang setia kepada cita-cita membangun Indonesia menjadi lebih baik dan maju.
Sri Mulyani mengenal Wimar sejak awal reformasi Indonesia pada 1998. Mereka banyak bersama dalam berbagai forum untuk mendukung gerakan reformasi Indonesia yang demokratis, terbuka, akuntabel, dan bersih.
”Wimar selalu cerdas, jujur, jenaka, kritis, dan tetap santun dalam menyampaikan pikiran dan pendapatnya. Selalu menyenangkan dan bermanfaat berbicara dengan Wimar,” tulis Sri Mulyani.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono tak ketinggalan mengungkapkan dukacitanya. Melalui akun Twitter-nya, Agus mengatakan, Wimar adalah salah satu tokoh masyarakat sipil yang gigih memperjuangkan demokrasi, kebebasan berpikir, dan berekspresi sejak menjadi wartawan, pembawa acara, hingga juru bicara Gus Dur.
Saat ini jenazah Wimar disemayamkan di kediamannya di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan. Menurut rencana, jenazah Wimar dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.