MK Mulai Sidangkan Gugatan Pemungutan Suara Ulang Pilkada
Mahkamah Konstitusi mulai menyidangkan delapan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah pasca-penyelenggaraan pemungutan suara ulang, Rabu (19/5/2021).
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS – Mahkamah Konstitusi mulai menyidangkan delapan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah pasca-penyelenggaraan pemungutan suara ulang, Rabu (19/5/2021).
Salah satunya, perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) Kota Banjarmasin Nomor 144/PHP.KOT-XIX/2021 yang diajukan pasangan calon nomor urut 4 Ananda dan Mushaffa Zakir. Kuasa hukum pemohon mendalilkan terjadinya pelanggaran putusan MK dalam pelaksaaan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Kota Banjarmasin, 28 April 2021. PSU dilakukan di tiga kelurahan yaitu Mantuil, Murung Raya, Basirih Selatan. Selain dianggap melanggar putusan MK, PSU itu juga dianggap melanggar putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarmasin.
“Terjadi rangkaian kecurangan yang dilakukan oleh termohon pasangan nomor urut 2 Ibnu Sina-Arifin Noor. Secara faktual, termohon telah menyalahgunaan wewenang dan pengaruhnya sebagai petahana. Kecurangan yang dilakukan termohon sangat merugikan kepentingan pemohon,” ujar Bambang Widjojanto, selaku kuasa hukum pemohon prinsipal.
Sejumlah kecurangan yang didalilkan oleh pemohon di antaranya adalah masih banyaknya anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) lama pada Pilkada Kota Banjarmasin. Padahal, dalam putusan sebelumnya, MK memerintahkan PSU dengan penggantian ketua, dan anggota KPPS maupun ketua dan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di tiga kelurahan.
Bambang juga menyebutkan rekrutmen anggota KPPS di tiga kelurahan tidak memenuhi syarat karena bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) KPU Nomor 66 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Dalam pedoman itu disebutkan bahwa syarat anggota KPPS adalah berpendidikan minimal Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun, faktanya, KPPS di Kelurahan Mantuil, terdapat 33 anggota KPPS berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau dibawahnya.
“Kami juga menemukan dugaan pelanggaran tindakan melawan hukum yang dilakukan termohon karena mengarahkan para lansia, orang-orang sakit, dan para difabel untuk memilih mereka. Sehingga, pada PSU ini, pasangan petahana tersebut kembali menang,” kata Bambang.
Hakim panel Daniel Yusmic P Foekh memberikan saran kepada pemohon agar lebih jeli dalam menjelaskan berbagai alat bukti yang dibawa ke persidangan. Terutama adalah barang bukti yang berada di dalam ponsel pemohon. Baik bukti SMS, Whatsapp, diminta untuk dijelaskan kepada majelis hakim secara lebih jelas. Daniel juga meminta agar pemohon melengkapi permohonan dengan hasil akhir PSU di tiga kelurahan secara rinci.
“Barang bukti yang dilampirkan tolong lebih dijelaskan untuk lebih memudahkan mahkamah dalam memeriksa perkara,” kata Daniel.
Selain itu, dalam sidang pemeriksaan sengketa hasil Pemilihan Bupati Labuhanbatu Nomor 141/PHP.BUP-XIX/2021, juga diungkap mengenai dugaan pelanggaran yang dianggap merugikan pemohon yaitu pasangan nomor urut 3 Andi Suhaimi Dalimunthe dan Faizal Amri Siregar.
Dalam PSU di sejumlah tempat pemungutan suara yang tersebar di beberapa kelurahan di Labuhanbatu itu, kuasa hukum pemohon Yusril Ihza Mahendra mengatakan, ada pelanggaran yang merugikan pemohon di antaranya pemilih yang telah pindah domisili, dan tidak berdomisili di TPS yang menyelenggarakan PSU tetap diberi kesempatan untuk memilih. Selain itu, KPPS memberikan kesempatan kepada pemilih untuk memilih menggunakan KTP elektronik.
“Dengan temuan dugaan pelanggaran itu, kami meminta kepada Mahkamah untuk memerintahkan KPU Labuhanbatu untuk melakukan PSU di tujuh TPS di Kabupaten Labuhan Batu yang berada di tiga kelurahan,” kata Yusril.
Selain memeriksa perkara perselisihan hasil pilkada Kota Banjarmasin dan Labuhanbatu, MK juga memeriksa enam perkara lainnya yaitu sengketa hasil pilkada Kabupaten Mandailing Natal, dua perkara Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, dan Kabupaten Halmahera Utara.
Sebelumnya, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Fadli Ramadhanil mengatakan, PSU yang telah dilaksanakan kemudian digugat kembali oleh sejumlah paslon disebabkan karena mereka masih memiliki ruang untuk mengajukan ketidaksetujuannya terhadap hasil PSU. Sebab, MK dalam amar putusannya tidak memerintahkan hasil PSU dilaporkan ke MK.
Gugatan tersebut juga menjadi sinyal indikasi bahwa pelaksanaan PSU masih mengandung persoalan sehingga pihak-pihak masih mengajukan keberatan. Dia berharap MK bisa segera memeriksa gugatan itu supaya ada kepastian hukum terhadap hasil pilkada setelah PSU. Selain itu juga agar kepala daerah definitive bisa segera dilantik.