Saat Pekerja Lepas Istana Meminta Tak Diberhentikan
Di tengah pandemi Covid-19 dan masih memburuknya ekonomi, pengelola Istana "pindahkan" 12 pekerja lepas ke luar Istana. Mereka pun gelisah. Pasalnya, dengan dipindah kerja, nasib mereka jadi tak jelas.
Kami lagi sedih, Pak. Sebelum Lebaran ini, 12 orang teman kami diberhentikan di Istana. Alasannya, dipindahkan bekerja ke luar Istana. Berarti mereka dikembalikan ke perusahaannya, dan tak lagi di Istana. (Timo, sebut saja begitu, pekerja lepas Istana yang baru bekerja dua tahun)
Ia mempertanyakan apakah memang ada kebijakan memberhentikan pekerja lepas pada saat pandemi Covid-19 dan ekonomi yang masih memburuk. ”Saya kira Presiden tidak tahu soal-soal ini. Saya khawatir pemberhentian ini tanpa sepengetahuan Kepala Sekretariat Presiden, Kementerian Sekretariat Negara,” ujar Timo.
Comal dan pekerja lepas lainnya juga merasakan hal yang sama, dan berharap tak menyusul seperti temannya yang terlebih dahulu dipindahkan ke luar Istana.
Wajar jika mereka gelisah. Maklum. Kalau sudah bekerja di luar Istana, penghasilan para pekerja lepas (outsourching) bakal turun drastis dan terancam PHK. Apalagi, tak mudah bagi perusahaan rekanan sekarang ini mencari perusahaan yang mau menampung pekerja lepas. Padahal, usia mereka semakin tua dan sudah lama bekerja di Istana selama 8-10 tahun.
Seperti mewakili 120 orang pekerja lepas Istana, Timo juga gelisah. Pasalnya, setelah teman-temannya, nasibnya pun bakal terancam. Suata saat, ia pun dapat di-PHK oleh pengelola Istana. Ia mendengar dari pengawas pekerja taman Istana bahwa staf Istana tengah mencari lima orang lagi pekerja yang bisa ”dipindahkan kerja di luar Istana” dan digantikan oleh pekerja yang baru. Dari 120 orang pekerja, sebagai cleaner dan sebagian lagi pekerja taman.
”Sebetulnya kalau dberhentikan, sekarang ini tidak boleh karena alasan pandemi juga ekonomi lagi susah. Karena itu, pengelola Istana menggunakan istilah ’dipindahkan bekerja di luar Istana’. Kalau kerja di luar Istana, berarti tak lagi kerja di Istana, dan suatu saat kami benar-benar terkena PHK dari perusahaan rekanan,” tambah Timo. Artinya, yang memberhentikan bukan Istana, tetapi perusahaan yang menjadi rekanan Istana untuk kebersihan dan perawatan taman Istana.
Baca Juga: Istana dan Kediaman Presiden
Dengan gaji sekitar Rp 4,6 juta per bulan bagi pekerja di Istana, kehidupan mereka sebenarnya lumayan. ”Gaji kami sekitar Rp 4,6 juta per bulan, kami juga dapat makan siang sehingga bisa mengurangi pengeluaran. Tapi kalau kerja di luar Istana, gaji kami jadi Rp 3 jutaan. Beban kami jadi besar. Selain ongkos sehari-hari, juga bayar kontrakan rumah,” tutur Timo lagi.
Baru beberapa hari, perusahaannya bangkrut, dan akhirnya saya terkena PHK. (Timo, pekerja lepas Istana)
Hal senada diungkapkan Comal. Setelah ”dipindahkan bekerja di luar Istana”, ia ditempatkan di sebuah perusahaan di Tanah Abang. ”Baru beberapa hari, perusahaannya bangkrut, dan akhirnya saya di-PHK,” ungkapnya. Kini, ia mengganggur. Tak tahu bagaimana ia menyambut Lebaran yang tinggal beberapa hari lagi.
Pemberhentian pekerja lepas di Istana bukan sesuatu yang baru. Beberapa tahun lalu, dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 (sebelum diganti dengan UU Cipta Kerja), usia pekerja tak boleh melewati 55 tahun sehingga mereka harus pensiun. Padahal, rata-rata mereka yang diberhentikan mengabdi lebih dari 30-40 tahun atau sejak era Presiden Soeharto. Namun, nasib tak terelakkan. Ketujuh pekerja itu akhirnya dicopot, pesangon yang diterimakan Rp 750.000 per orang. Itu pun dari perusahaan pemberi jasa atau yang mengontrak mereka (Kompas, 24/9/2016).
Kasetpres belum dapat laporan
Dihubungi terpisah, Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono mengaku belum mendapat laporan tentang pemberhentian pekerja lepas tersebut. Saat ini, tambah Heru, ada sekitar 120-130 pekerja lepas yang terbagi dalam tiga bidang pekerjaan, yaitu petugas sampah, layanan pembersihan, dan taman Istana yang bekerja di Istana Negara.
Heru menambahkan bahwa Sekretariat Presiden menghindari terjadinya PHK, kecuali jika sudah waktunya pensiun atau pekerjaannya dinilai tidak benar. ”Itu beda, ya. Kecuali, dapat teguran malas atau mangkir. Kami ada kontrak dengan perusahaan, mungkin perusahaan yang menarik taruh di tempat lain. Saya pastikan sih nggak ada (PHK). Jumlahnya tetap segitu, 120-130 orang. Kasihanlah, kalau saya tahu (PHK), enggak menghendaki,” tambah Heru, ketika dihubungi pada Jumat (7/5/2021).
Menurut Heru, saaat ditanya, tentang pekerjaan mereka, mereka happy happy saja. ”Nggak ada kabar (PHK) itu. Nanti coba saya cek ya terlebih dahulu, ya,” ujar Heru.
Masa kerja pekerja lepas Istana ini juga cenderung lama, bahkan ada yang bisa puluhan tahun bekerja di sana. ”Kalau mereka bekerja lama dan baik, ya, saya pertahankan di situ. Karena ganti orang belum tentu bagus. Ganti orang harus screening. Keluarga siapa? Karena baru kerja,” kata Heru menjelaskan.
Terkait penghasilan para pekerja lepas yang dinilai minim, Heru tak tinggal diam. ”Saya pribadi rutin tiap bulan memberikan bantuan santunan beras sekadar sedikit untuk mereka memasak. Saya siapkan 100 kantong beras. Buat giliran. Itu sudah rutin, kebiasaan saya. Ada teh, gula, saya bagikan dari saya pribadi. Saya tanya-tanya, happy happy aja. Nggak ada kabar itu. Nanti coba saya cek terlebih dahulu,” ujar Heru.
Karena status kepegawaian pekerja lepas yang memang nonpegawai negeri sipil, kesejahteraan mereka memang menjadi tanggung jawab dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja. ”Tentunya saya beri perhatian karena mereka non-PNS,” tambah Heru, yang juga membenarkan bahwa kewenangan PHK dan tanggung jawab kesejahteraan mereka ada di tangan perusahaan outsourcing.
Selain kebanggaan dan berharap mendapat penghasilan lumayan, bekerja di Istana sebenarnya tak mudah. Para pekerja lepas ini pun wajib mengikuti protokol ketat Istana. Mereka, misalnya, rutin wawancara berkala. Wawancara dilakukan minimal setiap enam bulan sekali atau ketika diperlukan. Dalam satu pekan sekali, mereka juga harus tes antigen untuk pencegahan Covid-19.
”Kami cek wawancara. Random ditanya tentang keluarga bagaimana? Dianya bagaimana? Terus kehidupan dia bagaimana?” ucap Heru melanjutkan.
Kurang rambu
Saya pribadi rutin tiap bulan memberikan bantuan santunan beras sekadar sedikit untuk mereka memasak. Saya siapkan 100 kantong beras. Buat giliran. Itu sudah rutin, kebiasaan saya. Ada teh, gula, saya bagikan dari saya pribadi. Saya tanya-tanya, happy happy aja. Nggak ada kabar itu. Nanti coba saya cek terlebih dahulu. (Heru Budi Hartono, Kasetpres)
Secara terpisah, Pengajar Hukum Perburuhan Universitas Airlangga Hadi Subhan menjelaskan, pengaturan di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun kluster ketenagakerjaan di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja hanya berlaku untuk perusahaan swasta. Di pemerintahan hanya berlaku UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Baca Juga: Koleksi Benda Seni Istana Makin Terawat
Namun, di UU ASN tidak ada pengaturan mengenai pekerja lepas, pekerja kontrak, ataupun honorer. Kalaupun ada, status lainnya hanya pekerja pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Karena kurangnya rambu terkait pekerja lepas tadi, Hadi menilai, pekerja lepas sering tanpa perlindungan dalam berurusan dengan perusahaan penyedia.
Meski demikian, Istana semestinya bisa dapat melindungi hak-hak pekerjanya. Setidaknya, menunda memindahkan pekerja Istana ke luar Istana di masa sulit seperti sekarang ini.