Rawan Mafia Tanah, Pemeriksaan Dokumen Pertanahan Harus Diperketat
Notaris, pegawai di kantor kecamatan, dan BPN, yang memeriksa dokumen pertanahan, harus melakukan pemeriksaan secara teliti. Pemeriksaan harus ketat, mencegah penggunaan dokumen palsu oleh mafia tanah.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Petugas notaris atau pejabat pembuat akta tanah (PPAT), pegawai di kantor kecamatan, serta pegawai Badan Pertanahan Nasional harus cermat dan teliti dalam memeriksa dokumen terkait pertanahan. Kesengajaan dan keterlibatan dalam sindikat mafia tanah merupakan bentuk malaadministrasi publik.
Investigasi Kompas terhadap mafia tanah di Jakarta menemukan keterlibatan pemodal, broker, notaris atau PPAT, pegawai di kantor kecamatan, hingga pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sindikat ini biasa menyamar sebagai pembeli dan memalsukan dokumen, antara lain sertifikat tanah, akta jual beli, serta kartu identitas pemilik. Saat beraksi sebagai pembeli properti, orang-orang yang terlibat dalam mafia tanah mampu membayar uang muka dalam jumlah besar untuk meyakinkan korbannya agar menyerahkan sertifikat asli.
Setelah sertifikat asli diserahkan, para pelaku kemudian memalsukannya. Sertifikat asli akan digunakan pimpinan sindikat sebagai jaminan utang pada koperasi dan bank, digadaikan, hingga diperjualbelikan. Adapun sertifikat palsu diberikan kepada pemilik properti.
Anggota Ombudsman RI, Dadan Suparjo Suharmawijaya, dihubungi dari Jakarta, Jumat (7/5/2021), mengatakan, notaris atau PPAT, pegawai di kantor kecamatan, dan pegawai BPN yang melakukan transaksi pemeriksaan dokumen pertanahan tidak boleh mudah percaya dengan dokumen-dokumen yang dibawa oleh pihak yang mengajukan pengurusan surat tanah.
Mereka harus melakukan pemeriksaan secara teliti hingga dokumen yang dibawa jelas keasliannya. Bahkan, jika perlu, data terkait, seperti nomor induk kependudukan dan foto kartu tanda penduduk elektronik sesuai dengan pemohon dokumen. Prosedur pemeriksaannya harus dilakukan lebih ketat untuk mencegah penggunaan dokumen palsu itu bisa digunakan mafia tanah guna mendapatkan dokumen sertifikat asli.
Anggota Ombudsman RI, Dadan Suparjo Suharmawijaya, dihubungi dari Jakarta, Jumat (7/5/2021), mengatakan, notaris atau PPAT, pegawai di kantor kecamatan, dan pegawai BPN yang melakukan transaksi pemeriksaan dokumen pertanahan tidak boleh mudah percaya dengan dokumen-dokumen yang dibawa oleh pihak yang mengajukan pengurusan surat tanah.
”Apabila ada unsur kesengajaan, bahkan menjadi bagian dari sindikat mafia tanah yang dilakukan oleh pegawai BPN, itu menjadi bentuk malaadministrasi publik,” ucapnya.
Di sisi lain, Dadan mengharapkan agar Kementerian ATR/BPN bisa segera melakukan sertifikasi tanah di seluruh wilayah. Dengan demikian, akan mudah mengidentifikasi perubahan-perubahan status tanah tersebut.
Prinsip kehati-hatian harus selalu diterapkan oleh pegawai BPN. Sebab, mafia tanah dalam mendapatkan sertifikat tanah yang asli sering kali menggunakan modus-modus yang beragam. Bahkan, bisa jadi mereka menyamar sebagai korban agar bisa mendapatkan sertifikat yang asli.
Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, mengingatkan, BPN harus melakukan pengawasan lebih ketat terhadap pegawainya yang lalai terhadap pemeriksaan dokumen pertanahan dan pegawai yang bergabung dalam sindikat mafia tanah. Sebab, keberadaan notaris PPAT palsu dan dokumen-dokumen palsu hingga bisa mendapatkan sertifikat asli, itu turut melibatkan pegawai internal BPN.
”Aparat penegak hukum dan internal BPN harus mengusut tuntas keberadaan mafia tanah, termasuk yang melibatkan pegawai BPN,” katanya.
Ia meminta kepada BPN agar berhati-hati dan teliti dalam memproses sertifikat tanah. Jika ada indikasi dokumen palsu, jangan langsung ditindaklanjuti karena rentan terjadi penipuan. ”Mafia tanah bukan hanya melakukan kejahatan penipuan, melainkan perampasan dan perampokan aset tanah masyarakat,” ujar Guspardi.
Ketua Panitia Kerja Mafia Tanah Komisi II DPR Junimart Girsang mengatakan, mafia tanah selalu bekerja secara terstruktur dan sistematik. Dalam melancarkan aksinya, mereka sering kali bekerja sama dengan oknum pegawai BPN agar bisa mencetak sertifikat tanah asli tetapi palsu.
”Sumber dari munculnya sertifikat asli tapi palsu adalah sindikasi antara mafia tanah, termasuk melibatkan oknum pegawai BPN. Sebab, warkah tanah tidak akan bisa keluar tanpa melibatkan pegawai BPN,” kata Junimart, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Sumber dari munculnya sertifikat asli tapi palsu adalah sindikasi antara mafia tanah, termasuk melibatkan oknum pegawai BPN. Sebab, warkah tanah tidak akan bisa keluar tanpa melibatkan pegawai BPN. (Junimart Girsang)
Junimart mengatakan, praktik mafia tanah sudah ia temukan sejak 1980-an ketika dirinya masih menjadi pengacara. Modusnya sebagian adalah menerbitkan sertifikat ganda yang hingga saat ini masih terus berulang.
Oleh sebab itu, ia telah meminta Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil saat rapat dengar pendapat untuk meningkatkan kualitas pegawai BPN. Ini penting agar mafia tanah tidak lagi beraksi sehingga merugikan masyarakat.
Selain itu, kurangnya kualitas pegawai BPN menjadi salah satu pertimbangan DPR untuk meminta Kementerian ATR/BPN menunda pelaksanaan sertifikat tanah elektronik. Penundaan itu hingga ada peningkatan kualitas pegawai dan jaminan keamanan data sertifikat tanah elektronik. Sebab, hal itu tetap berpotensi memunculkan mafia tanah melalui peretasan data milik kementerian.
Selama masa penundaan tersebut, Kementerian ATR/BPN diminta terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait keuntungan program sertifikat tanah elektronik. Sebab, selama ini masyarakat cenderung lebih senang jika memegang sertifikat secara fisik.
”Tidak perlu terburu-buru menerapkan sertifikat tanah elektronik, lebih baik ditunda daripada menyesal belakangan,” kata Junimart.