Korban Mafia Tanah, dari Stroke sampai Meninggal
Menjadi korban mafia tanah tidak hanya membuat orang kehilangan hak milik bernilai miliaran rupiah. Sebagian korban juga jatuh sakit, bahkan meninggal.
Terjerat dalam kejahatan mafia tanah sungguh menggerogoti waktu dan pikiran. Tertipu jual beli aset bernilai miliaran rupiah, ditambah sulitnya membongkar kasus ini karena kerja rapi para pelaku, membuat sejumlah korban jatuh sakit. Sebagian dari mereka bahkan meninggal sebelum aset kembali ke pangkuan.
”Gara-gara kasus tanah itu, Pak Tono dan Bu Tono meninggal,” ujar Efri Jhonly saat ditemui di rumahnya di Serpong, Tangerang Selatan, Selasa (30/3/2021). Jhonly menjadi kuasa hukum Tono Amboro, salah satu korban mafia tanah.
Cerita bermula ketika Tono Amboro hendak menjual. Tidak dikarunia buah hati, purnawirawan polisi itu tinggal berdua saja dengan istrinya, mantan pramugari kepresidenan era Presiden Soekarno. Rumah seluas 1.570 meter persegi di pinggir Jalan Ciledug Raya, Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, itu dirasakan terlalu luas bagi mereka yang sudah berusia senja.
Mereka pun menawarkan rumah yang asri itu dengan harga Rp 25 miliar. Di awal tahun 2017, seorang mafia tanah, yakni DR, memanfaatkan kesempatan itu. Dengan memakai nama palsu, yakni FZ, DR berpura-pura menjadi pembeli. DR menyerahkan uang muka Rp 500 juta kepada Tono demi meraih kepercayaan dari sang penjual.
Tono lantas menyerahkan sertifikat rumah dengan status hak milik, seperti diminta oleh DR. Menurut DR, sertifikat itu harus diperiksa keasliannya di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Alih-alih diperiksa, SHM itu diam-diam berbalik nama menjadi FZ dan selanjutnya beralih ke Nur. Artinya, Tono kehilangan kepemilikan secara formal dari rumah yang masih dihuninya itu.
Baca juga :
- Mafia Tanah Menggurita di Jakarta
- Siasat Kilat Ubah Hak Milik
- Nasib Mafia Tanah, Kalah Jadi Abu, Menang Jadi Arang
- Mereka Rawan Terseret Pusaran Mafia Tanah
- Jangan Lepaskan Sertifikat Tanah Anda
- Identitas Palsu Muluskan Langkah Mafia Tanah
- Ada Pegawai BPN yang Bekerja Sama dengan Mafia Tanah
- Fenomena Mafia Tanah di Jantung Ibukota
- Tanah-tanah Incaran Mafia
- Menangkal Praktik Mafia Tanah di Sekitar Kita
- Sindikat Sikat Sertifikat Tanah
Keluarga Tono, yang menantikan pembayaran selanjutnya, dibiarkan tanpa kabar. Alamat FZ yang diberikan ke keluarga Tono pun rupanya alamat palsu. Kecemasan kian memuncak saat mereka mengecek status sertifikat tanah yang tak kunjung kembali. Badan Pertanahan Nasional menyatakan bahwa sertifikat Tono Amboro sudah berganti nama.
Upaya hukum segera ditempuh Tono dan keluarga. Setelah perjalanan panjang, hakim Pengadilan Negeri Tangerang pada 16 April 2019 memvonis satu tahun penjara bagi DR. Hukuman itu pun diperkuat Pengadilan Tinggi Banten pada 31 Mei 2019 saat para pihak mengajukan banding.
Para ahli waris sampai ada yang sakit stroke. Mereka sudah stres dan menangis. Mau melakukan perlawanan juga bagaimana? Uang dari mana?
Meski memenangkan persidangan, SHM rumah itu belum serta-merta kembali ke tangan Tono. Kasus yang menyita waktu dan perhatiannya ini pun membuat kesehatan Tono terus menurun. Akhirnya Tono dipanggil Tuhan pada Agustus 2019 pada usia 85 tahun.
Sepeninggal suaminya, Nyonya Tono Amboro yang saat itu berusia 70 tahun masih berupaya meraih kembali SHM rumah tersebut dengan kembali membuat laporan di Bareskrim Polri. Namun, perkara yang rumit membuat kesehatan Nyonya Tono yang bernama asli Ratna Kartika ini terus menurun. September 2020, ia pun meninggal.
”Ibu Tono memikirkan asetnya itu. Beliau sudah tua. Banyak pikiran. Sedih dan stres juga karena kena tipu,” ujar Jhonly.
Karena Nyonya Tono sudah meninggal, laporan polisi pun gugur. Adapun rumah itu diwariskan kepada saudara-saudara Tuan dan Nyonya Amboro. Mereka lalu menggunakan jasa Jhonly sebagai kuasa hukum dan kuasa jual. Jhonly berhasil menemukan sertifikat asli itu dari kelompok TP. Belakangan, TP diduga yang mendanai Nur untuk mendapatkan sertifikat dari tangan DR. Menurut Jhonly, Nur adalah sopir TP.
Dengan diperantarai Jhonly, pihak keluarga Tono Amboro dan kelompok TP mengambil jalan tengah. Mereka sepakat untuk mencari pembeli baru rumah itu. Rumah akan dilepas seharga Rp 20 miliar.
Adapun hasil penjualannya akan dibagi kepada keluarga Tono Amboro dan TP. TP mendapatkan bagian sebagai pengganti aneka biaya yang sudah dikeluarkan komplotan ini selama mereka menguasai sertifikat.
Meski memenangkan persidangan, SHM rumah itu belum serta-merta kembali ke tangan Tono. Kasus yang menyita waktu dan perhatiannya ini pun membuat kesehatan Tono terus menurun.
Ulah mafia tanah juga memusingkan keluarga Dian. Pada Januari 2017, para ahli waris, yakni keluarga suami Dian, berencana menjual rumah waris keluarga. Rumah seluas ribuan meter persegi di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, itu dibanderol seharga Rp 180 miliar.
Dian dan keluarga diduga didatangi dua orang yang mengaku ingin membeli tanah dan rumah itu. Kemudian, Dian dipertemukan dengan pemodal yang ingin membeli. Pemodal ini disebut-sebut sebagai orang dari keluarga terpandang di Indonesia.
Dari pertemuan itu dicapai kesepakatan pembayaran uang muka Rp 24 miliar. Adapun sisa pembayaran senilai Rp 156 miliar akan dibayarkan dengan cek.
Alih-alih melunasi, para pembeli itu malah mengaku sebagai pemilik sah dengan menukar nama pemilik di sertifikat setelah mereka membayarkan uang muka dan mendapatkan sertifikat rumah itu. Pihak pembeli ini bahkan melayangkan somasi ke pemilik rumah. Kini rumah dan tanah yang ada di lokasi strategis itu dipasangi plang tanah kepemilikan atas nama kelompok pembeli.
Kejadian ini membuat pemilik menjadi tertekan. ”Para ahli waris sampai ada yang sakit stroke. Mereka sudah stres dan menangis. Mau melakukan perlawanan juga bagaimana? Uang dari mana?” ujar Hartanto, kuasa hukum Dian, saat ditemui di bilangan Puri Indah, Jakarta Barat, Selasa (23/3/2021).
Tipu muslihat
Masih seputar cerita tentang korban mafia tanah. Dalam menjalankan aksinya, para pelaku ini pandai membujuk dan merayu. Tahu-tahu korban sudah kecolongan. Hal ini dialami Vannie YS, salah satu korban mafia tanah dari grup DR. Rumah seluas 1.431 meter persegi di Jalan Kebagusan Raya, Jakarta Selatan, menjadi obyek mafia tanah ini pada 2019.
Mochamad Yunaedi, ayah Vannie, mengungkapkan, DR sendiri yang datang ke lokasi untuk melakukan pembelian. Menurut anaknya, DR berpembawaan kalem dan meyakinkan. Dia bahkan sudah membayarkan uang muka Rp 500 juta agar tampak meyakinkan seperti pembeli yang serius.
”Anakku dirangkul. Kayak nurut saja semua. Tanpa sepengetahuan saya dan mamanya, (rumah ini) dijual. Tahu-tahu sudah jadi,” ujar Yunaedi saat ditemui di rumahnya, Selasa (20/4/2021).
Pelaku juga memanfaatkan kerentanan korban. Salah satunya dengan mencari korban yang berusia tua. Selain keluarga Tono Amboro, Nyonya Zurni Hasjim Djalal (84) juga menjadi sasaran. Setidaknya tiga sertifikat milik ibunda mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal ini melayang ke komplotan mafia tanah.
Dino mengaku, ingatan ibunya tidak sekuat sebelumnya. ”Ibu saya rumahnya banyak karena memang bisnis dia di properti sudah 40 tahun. Beberapa tahun terakhir ini, masuk broker-broker nakal yang tujuannya menyikat sertifikat-sertifikat ini,” ujar Dino ketika ditemui di kantornya, Rabu (30/3/2021).
Dino menambahkan, jalan penyidikan kasus ini akan berat dan panjang. Ia menduga, para pelaku sudah sangat paham bagaimana berkelit dalam sistem peradilan. Dino merasa beruntung karena statusnya sebagai mantan pejabat dan figur publik membuat keluhannya soal mafia tanah bisa didengarkan dan lekas direspons. Namun, di luar sana, masih banyak orang tertipu dan menanti penyelesaian kasus tanah mereka.
”Masalah rumah ini masalah psikologis yang serius buat rakyat. Banyak korban yang tidak paham permainan mafia tanah dan proses hukumnya. Pemerintah harus sadar hal ini,” ujar Dino.