Segera Digelar, Rapat Besar Bahas Nasib 75 Pegawai KPK
Rapat besar membahas 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan sebagai syarat alih status menjadi aparatur sipil negara, di antaranya, melibatkan Kemenpan dan RB, Badan Kepegawaian Negara, dan KPK.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah masih mendiskusikan nasib 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan sebagai syarat pengalihan status menjadi aparatur sipil negara. Sejumlah anggota DPR mengingatkan agar pengalaman, kapasitas, dan kinerja puluhan pegawai tersebut dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo melalui pesan singkat kepada Kompas, Kamis (6/5/2021), mengatakan, keputusan KPK yang menyerahkan persoalan 75 pegawai KPK yang tak lolos tes ke Kemenpan dan RB, sedang didiskusikan bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN).
”Nanti ada proses dari BKN dan Kemenpan dan RB yang akan mendukung proses BKN sebagai penyelenggara tes wawasan kebangsaan sebagaimana dasar peraturan KPK (Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai KPK menjadi ASN),” ujarnya.
Kepala BKN Bima Haria Wibisana membenarkan soal masih dibahasnya nasib 75 pegawai KPK. ”Nanti mungkin akan ada rapat besar dan setelah itu diharapkan KPK akan jumpa pers lagi,” ujarnya.
Rapat besar dimaksud akan melibatkan, di antaranya, Kemenpan dan RB, BKN, dan KPK. Namun, ia enggan menjelaskan kapan rapat ini akan digelar. Ia pun tak mau menjawab ketika ditanya alternatif kebijakan untuk para pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan.
Saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/5/2021), Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan, dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti tes wawasan kebangsaan, 75 orang tidak memenuhi syarat.
Tes tersebut dibuat karena untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) harus memenuhi syarat setia dan taat Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan RI, serta pemerintahan yang sah. Adapun pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN merupakan salah satu amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Terhadap persoalan 75 pegawai KPK itu, Sekretaris Jenderal KPK Cahya H Harefa menambahkan, pihaknya akan terlebih dulu berkoordinasi dengan Kemenpan dan RB sebelum membuat keputusan. ”Selama belum ada penjelasan dari Kemenpan dan RB dan BKN, KPK tidak akan memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat,” ujarnya.
Menanggapi sikap KPK yang melemparkan persoalan tersebut ke Kemenpan dan RB, Tjahjo pada Rabu malam mengatakan, proses seleksi untuk pengalihan status pegawai KPK merupakan kewenangan sepenuhnya KPK. Begitu pula keputusan terhadap hasilnya. ”Kok, dikembalikan ke Kemenpan dan RB. Dasar hukumnya apa? Ini, kan, internal rumah tangga KPK,” tambahnya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, mengingatkan, Presiden Joko Widodo sejak awal sudah berkomitmen memperkuat KPK. Berkaitan dengan hal itu, proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN hendaknya ditujukan pula untuk memperkuat KPK, bukan sebaliknya, justru melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
”Untuk itu, penting bagi KPK menjelaskan lebih detail ke publik soal tes itu, siapa yang membuat tes itu, dan tujuannya apa. Dengan begitu, publik bisa memperoleh informasi yang utuh dan penilaian yang sama atas polemik yang muncul sebagai imbas dari tes,” katanya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya KPK melihat pengalaman, kapasitas, dan kinerja dari 75 pegawai KPK yang tak lolos tes sebagai bahan pertimbangan untuk membuat keputusan. KPK diharapkan tidak semata melihat hasil tes. ”Perlu diingat, lembaga KPK ini berkinerja baik dalam memberantas korupsi selama ini karena kontribusi dari pegawai-pegawai di dalamnya. Itu harus jadi catatan penting bagi KPK dalam memutuskan nasib 75 pegawai itu,” ujar Hinca.
Hal senada disampaikan oleh anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera. ”Nasib pegawai KPK, apalagi yang senior dan sudah mengharumkan nama KPK selama ini, adalah urusan kita semua. Besarnya KPK karena para penyidik dan pegawai KPK yang berdedikasi selama ini,” ucapnya.
Untuk menyelesaikan polemik 75 pegawai KPK itu, Mardani menekankan pentingnya KPK duduk bersama Kemenpan dan RB dan menjelaskan duduk permasalahan, termasuk soal tes wawasan kebangsaan. ”Apa maksud dan tujuannya. Plus kenapa ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak standar dan tricky. Semua tidak boleh lempar tangan. Semua mesti bertanggung jawab,” katanya.
Ia pun menyerukan kepada publik untuk terus mengawal dan mengawasi beragam upaya pelemahan sistematis terhadap KPK. ”Institusi ini sudah mampu bekerja memerangi korupsi selama ini. Jadi, harus dikawal supaya tidak dilemahkan,” ujarnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh sejumlah pegawai KPK, di antara 75 pegawai KPK yang tak lolos tes adalah penyidik senior KPK. Mereka di antaranya penyidik senior Novel Baswedan, Kepala Satuan Tugas Penyidikan Kasus Bantuan Sosial di Kementerian Sosial Andre Dedi Nainggolan, penyidik M Praswad Nugraha, penyidik A Damanik, dan penyidik Rizka Anungnata. Selain itu, ada pula Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap.
Di samping Andre, Praswad merupakan penyidik kasus suap pengadaan bansos di Kemensos. Novel, A Damanik, dan Rizka adalah penyidik kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kedua kasus ini menyeret dua menteri dalam kementerian tersebut, yakni Juliari P Batubara dan Edhy Prabowo.