Besok Masa Sidang V Dimulai, DPR Harus Langsung Genjot Kinerja
Besok, DPR akan memulai Masa Sidang V. Pelaksanaan beragam fungsi DPR, mulai dari legislasi, anggaran, pengawasan, hingga evaluasi kelembagaan harus segera didongkrak.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang dimulainya Masa Sidang V, Kamis (6/5/2021), kinerja Dewan Perwakilan Rakyat RI dinilai kelompok masyarakat sipil pemantau parlemen belum maksimal. Pelaksanaan beragam fungsi DPR mulai dari legislasi, anggaran, pengawasan, hiingga evaluasi kelembagaan harus segera didongkrak. DPR juga perlu memperbaiki sistem perencanaan demi segera menggenjot kinerjanya.
Upaya mendongkrak kinerja yang mendesak ini diungkapkan Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) yang menyoroti kinerja DPR pada Masa Sidang (MS) IV dalam kurun 8 Maret 2021 hingga 9 April 2021 yang dipaparkan dalam jumpa pers virtual, Rabu (5/5/2021).
”Tak ada rencana yang jelas dan pasti bagi DPR dalam melaksanakan fungsi pokok ketika basis perencanaan berbeda antara agenda yang ditetapkan oleh Bamus (Badan Musyawarah) dan rencana yang disampaikan oleh Ketua DPR setiap kali berpidato pada rapat paripurna pembukaan masa sidang,” tutur peneliti bidang legislasi Formappi, Lucius Karus.
Evaluasi kinerja DPR ini diharapkan bisa diakomodasi DPR yang akan memulai Masa Sidang V Tahun Sidang 2020-2021 dengan digelarnya rapat paripurna DPR RI, Kamis. ”Rencana atau target kerja DPR setiap masa sidang menjadi semacam janji atau komitmen. Maka, harusnya rencana kerja masing-masing fungsi tak dianggap sekadar formalitas,” kata Lucius menambahkan.
Kinerja DPR dalam pelaksanaan fungsi legislasi dinilai belum mengalami kemajuan siginifikan. Meskipun telah mengesahkan Daftar Rancangan Undang-Undang (RUU) Prolegnas Prioritas 2021, hanya ada satu RUU Kumulatif Terbuka, yaitu RUU tentang Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dengan Negara-negara EFTA (RUU IE-CEPA), yang telah dibahas Komisi VI.
”Penetapan Prolegnas Prioritas 2021 tak bisa dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa karena momentumnya sudah terlambat. Sebagai sebuah perencanaan, Daftar RUU Prioritas mestinya harus sudah ditetapkan sebelum tahun pelaksanaannya,” ucap Lucius.
Karena Prolegnas Prioritas 2021 bertujuan sebagai rujukan pelaksanaan fungsi legislasi sepanjang tahun 2021, penetapan Prolegnas Prioritas seharusnya sudah dilakukan sejak akhir 2020. Penetapan Prolegnas Prioritas yang baru dilakukan pada akhir Masa Sidang IV juga akan berakibat pada minimnya hasil legislasi karena waktu pembahasan yang kian tipis sebagai efek keterlambatan.
RUU kontroversial
Keputusan untuk tetap mempertahankan RUU kontroversial juga akan memberatkan DPR dalam menghasilkan lebih banyak RUU prioritas. Beberapa RUU yang berpotensi menimbulkan kontroversi tersebut antara lain RUU Minuman Beralkohol, RUU Perlindungan Tokoh dan Simbol Agama, dan RUU Pemindahan Ibu Kota.
Saat ini, pembahasan semua RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI tertanggal 23 Maret 2021 memang belum dimulai karena anggota DPR masih memasuki masa reses dari 10 April 2021 hingga 5 Mei 2021. Masa reses, antara lain, dimanfaatkan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk sosialisasi Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2021 ke daerah, seperti Provinsi Maluku Utara.
Sosialisasi ini dipimpin Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidow dan turut dihadiri Wakil Gubernur Maluku Utara M Al Yasin Ali dan Rektor Universitas Khairun Husen Alting. Sosialisi tersebut untuk menyebarluaskan informasi tentang Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2021 kepada seluruh komponen masyarakat.
”Masyarakat dapat memberikan masukan-masukan sehingga pada akhirnya setiap RUU yang akan ditetapkan menjadi undang-undang senantiasa mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat,” ujar Baidowi di ruang pertemuan Universitas Khairun Ternate, Maluku Utara, Senin (3/5), seperti dicantumkan di laman resmi DPR RI.
Selain fungsi legislasi, Formappi juga menyoroti pelaksanaan fungsi anggaran yang dinilai masih buruk. Terkait realokasi dan refocussing anggaran demi kepentingan menangani dampak Covid-19, tak semua komisi di DPR melakukan peran pembahasan dengan mitra kerja.
”Peran strategis DPR dalam memberikan persetujuan atas usulan realokasi dan refocussing anggaran mestinya bisa berkontribusi signifikan dalam menanggulangi dampak pandemi,” ujar peneliti Formappi bidang anggaran, Yohanes Taryono.
Daya rusak
DPR juga mengusulkan kenaikan anggaran pada Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2022 hingga hampir Rp 8 triliun atau terjadi lonjakan 33,33 persen dari anggaran DPR pada APBN 2021 yang jumlahnya hampir Rp 6 triliun. Hal ini, Taryono melanjutkan, tidak realistis dan menunjukkan ketidakpekaan DPR di tengah bencana pandemi.
Sebagai lembaga publik, kepercayaan publik menjadi sesuatu yang mendasar bagi DPR. Kasus dugaan suap atau korupsi yang melibatkan anggota DPR bisa menjadi tindakan yang daya rusaknya paling tinggi dalam hal kepercayaan publik. Terseretnya nama Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam kasus dugaan suap terhadap penyidik KPK juga berdampak pada potensi terpuruknya kembali citra DPR.
”Wajah DPR menjadi coreng-moreng dan sangat memalukan. Dugaan keterlibatan Azis dalam kasus suap Wali Kota Tanjungbalai kepada penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tak hanya menghancurkan DPR, tetapi juga KPK. Sebagai wakil pimpinan, kekuasaan besar yang dimiliki Azis justru dimanfaatkan untuk memengaruhi proses hukum dengan cara-cara yang menyimpang,” tutur peneliti Formappi bidang pengawasan, M Djadijono.
Nama Azis disebut oleh Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK. Firli menjelaskan, pada Oktober 2020 Syahrial menemui Azis di rumah dinasnya di Jakarta Selatan. Syahrial menyampaikan permasalahan adanya penyelidikan oleh KPK di Pemerintah Kota Tanjung Balai.
Atas perintah Azis, ajudan Azis menghubungi Stepanus untuk datang ke rumah dinas Azis. Setelah itu, Azis memperkenalkan Syahrial dengan Stepanus. Dalam pertemuan tersebut, Syahrial menyampaikan agar penyelidikan dugaan korupsi yang dilakukan KPK tersebut tidak naik ke tahap penyidikan.
Kompas sudah berulang kali mencoba menghubungi Azis untuk meminta tanggapannya terkait pernyataan KPK, tetapi tidak direspons.