Survei ”Kompas”: Elektabilitas Prabowo Fluktuatif, Anies dan Ganjar Meningkat
Nama Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo konsisten difavoritkan sebagai capres dalam empat survei Litbang ”Kompas” terakhir. Elektabilitas Prabowo cenderung fluktuatif, Anies dan Ganjar terus meningkat.
Dampak pandemi yang masih mengkhawatirkan tampaknya memengaruhi cara publik memandang situasi kepemimpinan nasional. Sosok yang digadang-gadang bakal menjadi pemimpin bangsa mendatang tampaknya belum muncul di tengah masih kuatnya nama-nama pemimpin saat ini.
Hal itu terindikasi dari kelembaman pergerakan nama-nama calon pemimpin bangsa pada pemilu presiden sebagaimana yang ditanyakan dalam survei. Empat periode survei tatap muka nasional yang diselenggarakan Kompas sejak Oktober 2019 menunjukkan, pilihan nama-nama yang dipandang layak menjadi pemimpin tidak banyak beranjak.
Hingga survei bulan April 2021 ini, nama Joko Widodo dan Prabowo Subianto terlihat menjadi bagian terbesar yang disebut responden, mencakup 40,2 persen jawaban. Proporsi itu melebihi jawaban tidak tahu yang dalam survei terbaru ini hanya 17,4 persen responden.
Selain nama kedua sosok itu, dua nama tokoh yang cukup menonjol di peringkat bawahnya adalah Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Kedua nama itu dalam survei terbaru mencapai elektabilitas masing-masing 10 persen dan 7 persen.
Baca juga : Publik Belum Pikirkan Calon Presiden
Ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 hasil amendemen menyatakan, ”Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Artinya, pada Pemilu Presiden 2024 mendatang, Joko Widodo tak lagi berpeluang mencalonkan diri sebagai presiden.
Oleh karena itu, hasil survei ini juga menanyakan kepada publik jika nama Jokowi tak lagi berada dalam pencalonan Presiden RI. Melalui penelusuran atas jawaban responden, hasilnya menunjukkan susunan yang tetap sama di peringkat atas (tanpa nama Jokowi), tetapi ada pergeseran elektabilitas di peringkat tengah.
Jawaban responden ”belum tahu” atau ”rahasia” yang semula 17,4 persen responden melejit menjadi 29,3 persen, yang mencerminkan besarnya keraguan publik atas pilihan presiden tanpa nama Jokowi. Para pemilih Jokowi ini tampaknya belum menjatuhkan suara secara dominan kepada salah satu nama lain.
Urutan peringkat elektabilitas tiga besar pemilu presiden hasil survei menjadi Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo. Nama Prabowo Subianto bertengger tertinggi dipilih oleh 21 persen responden, diikuti di peringkat kedua Anies Baswedan 12 persen responden, dan Ganjar Pranowo sebanyak 10 persen.
Dilihat dari rekaman survei yang dilakukan bulan Oktober 2019, Agustus 2020, Januari 2021, dan April 2021, terekam nama Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo konsisten difavoritkan publik sebagai layak capres.
Angka pertumbuhan elektabilitas yang diraih Anies Baswedan tergolong sedikit naik, sedangkan angka Prabowo Subianto—meski tinggi—cenderung lebih dinamis dan fluktuatif. Dalam survei bulan Januari 2021, misalnya, selisih angka elektabilitas Prabowo Subianto dan Anies Baswedan hanya tinggal 2 persen.
Sementara itu, meski secara nominal angka elektabilitas Ganjar Pranowo tampak paling kecil dari kedua nama lain, pertumbuhannya sepanjang empat kali survei menunjukkan peningkatan secara konsisten.
Di tingkat ”papan tengah”, yakni elektabilitas calon presiden 5 persen ke bawah, terdapat nama-nama Sandiaga Uno, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Tri Rismaharini, Ridwan Kamil, Gatot Nurmantyo, dan Mahfud MD.
Baca juga : Survei Kompas: Apresiasi Publik Jadi Modal Pemerintah
Sandiaga Uno dan Ahok bersaing dengan sama-sama memiliki elektabilitas 5 persen di kelompok ini, disusul AHY (4 persen), Risma dan Gatot (3 persen), serta Mahfud MD (1 persen). Angka-angka persentase merupakan pembulatan.
Sepanjang empat kali survei nasional, tren angka elektabilitas yang cenderung fluktuatif-meningkat ada pada Risma, Ahok, dan Kamil. Sementara angka elektabilitas AHY, Gatot, dan Mahfud cenderung landai.
Melihat keseluruhan nama-nama sosok yang dianggap layak menjadi capres tersebut, benang merah yang terlihat adalah komposisi personalia kepemimpinan nasional dalam benak publik masih relatif belum banyak beranjak dari kondisi Pemilu 2019.
Di sisi lain, calon alternatif sebagai capres di luar kalangan politisi yang disebut terdahulu tampaknya masih belum muncul di benak masyarakat.
”Residu” pemilu dan pengidolaan
Pada Pemilu 2019 terlihat kuatnya pemilahan pilihan politik masyarakat yang didasari oleh perbedaan cara pandang terhadap politik negara. Di ruang publik seperti media sosial, kalangan pemilih terpisah secara berhadapan oleh simbol-simbol penamaan, seperti ”cebong” dan ”kampret”.
Kondisi itu diharapkan melebur seiring dengan langkah Presiden Jokowi yang merekrut mantan capres Prabowo Subianto masuk ke dalam pemerintahan sebagai Menteri Pertahanan. Tak hanya itu, mantan cawapres Prabowo, Sandiaga Uno, pun kini mendapatkan posisi sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Namun, dari hasil survei periodik, tampaknya peleburan sosial yang diharapkan terjadi masih berjalan lambat. Hingga satu setengah tahun pemerintahan berlangsung, dukungan kepada tokoh politik ”residu” sentimen Pemilu 2019 masih relatif melekat dan mengendap di benak publik.
Tak heran, rangkaian hasil survei pun menangkap gejala itu, yakni sulitnya para pemilih Pemilu Presiden 2019 untuk beralih dari sosok pilihan mereka. Gejala mengidolakan tokoh semacam itu tampaknya juga masih akan berlangsung ke depan seiring dengan berbagai agenda pembangunan yang dinilai belum selesai terkonsolidasi.
Baca juga : Lonjakan Penghargaan yang Terpilah
Sebut saja misalnya agenda pembangunan infrastruktur dan ibu kota negara. Ada kekhawatiran bahwa pergantian kepemimpinan nasional akan membuat pembangunan proyek-proyek strategis negara tak akan selesai.
Sebab lain masih lembamnya pilihan politik adalah kuatnya komunikasi sosial yang kini dijalankan Presiden Jokowi dalam mengampanyekan semua aktivitas kepresidenan. Paparan aktivitas presiden yang sedemikian intens kepada publik tampaknya merawat kedekatan sang presiden dengan para pendukungnya sehingga pilihan tidak bergeser ke mana-mana.
Alhasil, nuansa kristalisasi pengelompokan dukungan terekam di berbagai bidang. Sebagai contoh hasil survei sebelumnya, yang menunjukkan bahwa persetujuan dan apresiasi terhadap program penanganan pandemi oleh pemerintah masih bernuansa sentimen keterbelahan. Dukungan sangat besar diberikan oleh ”mantan” pemilih Jokowi, sedangkan proporsi jauh lebih kecil disuarakan ”mantan” pemilih pendukung Prabowo.
Masih lama
Kondisi keterbelahan masyarakat yang masih tersisa pada tahun kedua pemerintahan Jokowi-Amin ini tentu kurang menggembirakan dari sudut pandang persatuan nasional. Meski demikian, sebagai sebuah fakta, dinamika politik sebetulnya tetap memberikan ruang dinamis bagi rekonsiliasi dan kerja sama politik, sebagaimana dicontohkan Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Mencermati nama-nama tokoh yang muncul dari hasil survei itu juga mencerminkan masih relatif jauhnya perhatian publik dari pemilu. Apalagi, saat ini publik terpusat pada upaya menghadapi dampak pandemi yang membuyarkan agenda kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Baca juga : Mahfud MD: Internal Solid, Pemerintahan Efektif
Hal itu tecermin dari jawaban publik atas pertanyaan persoalan terbesar apa yang saat ini dihadapi. Mengatasi pandemi adalah hal yang paling banyak disebut. Sementara soal pemilu presiden, yang masih tiga tahun lagi, rasanya masih terlalu jauh.
Yang jelas, publik tentu berharap kepemimpinan nasional yang ada jangan sampai terpecah fokusnya untuk bersaing sebelum pandemi berhasil ditangani. Waktu yang berjalan ini bisa dimanfaatkan untuk menunjukkan kemampuan mengatasi dampak pandemi sembari memupuk modal sosial di mata masyarakat.