Pemerintah Tak Terlibat Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK
Pemerintah mengaku tak tahu-menahu soal materi dalam tes wawasan kebangsaan yang dipersoalkan sejumlah pegawai KPK. Namun, menurut pakar psikologi, materi yang dipersoalkan lazim digunakan sebagai indikator kebangsaan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengaku tidak mengetahui materi dalam tes wawasan kebangsaan yang dipersoalkan oleh sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi. Begitu pula hasil tesnya. Namun, menurut Kepala Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia Prof Hamdi Muluk, materi yang dipersoalkan sebenarnya sudah lazim digunakan saat tes pengisian posisi pejabat di instansi-instansi pemerintah.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo melalui pesan singkat, Selasa (4/5/2021), mengatakan, Kemenpan dan RB serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak terlibat dalam proses tes wawasan kebangsaan terhadap 1.349 pegawai KPK. ”Pelaksanaan tes oleh tim di luar pemerintah, di luar Kemenpan dan RB dan BKN,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah pegawai KPK mempersoalkan materi dalam tes wawasan kebangsaan yang dinilai janggal dan tak relevan dengan pekerjaan mereka. Sebagai contoh, pegawai diminta bersikap atas pernyataan ”saya memiliki masa depan yang suram”, ”agama adalah hasil pemikiran manusia”, ”alam semesta adalah ciptaan Tuhan”, serta ”demokrasi dan agama harus dipisahkan”. Kemudian menjawab setuju atau tidak setuju dengan setiap pernyataan itu. Selain itu, ada beberapa pernyataan yang menyangkut suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Mereka juga mengaku mendapat kabar ada 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan tersebut.
Kemenpan dan RB, lanjut Tjahjo, hanya mengetahui ketika proses tes wawasan sudah tuntas. Hasil tes diserahkan ke BKN lantas diteruskan ke Kemenpan dan RB. Setelah itu, Kemenpan dan RB menyerahkannya ke KPK. Itu pun Kemenpan dan RB tak tahu-menahu hasilnya. Pemerintah sebatas meneruskan hasil tes ke KPK.
Tjahjo juga menekankan, apa pun keputusan KPK atas hasil tes tersebut menjadi kewenangan KPK sepenuhnya. ”Tidak ada intervensi dari pemerintah,” ujarnya.
Ditanyakan mengenai adanya tes wawasan kebangsaan sebagai salah satu syarat untuk alih status pegawai KPK menjadi ASN, Tjahjo mengatakan hal tersebut merupakan keputusan KPK yang tertuang di Peraturan KPK sebagai konsekuensi dari berlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
UU No 19/2019 memang mengamanatkan KPK menjadi bagian dari rumpun eksekutif. Konsekuensinya pegawai KPK harus menjadi ASN. Aturan ini kemudian diturunkan ke Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN. Di Pasal 3 itu disebutkan, salah satu syarat pengalihan menjadi ASN adalah harus setia dan taat pada Pancasila dan UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah. Selanjutnya, di Peraturan KPK No 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai KPK menjadi ASN, syarat itu lebih didetailkan.
Di Pasal 5 Ayat (4) peraturan itu disebutkan, untuk memenuhi syarat setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah, dilaksanakan assessment atau penilaian tes wawasan kebangsaan oleh KPK bekerja sama dengan BKN.
Adapun Kepala BKN Bima Haria Wibisana tak mau berkomentar terkait tes wawasan kebangsaan pegawai KPK karena menilai hal tersebut bukan kewenangan BKN. ”Saya tidak bisa komentar karena kewenangannya di KPK,” ujarnya melalui pesan singkat.
Meski demikian, ia menyampaikan bahwa materi dalam tes wawasan kebangsaan untuk pegawai KPK berbeda dengan materi tes calon pegawai negeri sipil pada umumnya. ”Nanti saya jelasin panjang lebar tentang assessment-nya setelah diumumkan oleh KPK,” katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan Komunikasi BKN Paryono menambahkan, tes wawasan kebangsaan pegawai KPK dilakukan sejumlah lembaga yang dilibatkan oleh BKN, di antaranya Dinas Psikologi TNI AD, Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Badan Intelijen Strategis TNI. ”Hasilnya sudah diserahkan ke KPK. Biro Kepegawaian KPK yang tahu,” ujarnya.
Sama seperti Tjahjo, Paryono mengatakan keputusan atas hasil tes sepenuhnya menjadi kewenangan KPK. Tugas BKN selanjutnya sebatas menindaklanjuti keputusan KPK itu. ”Hasilnya, siapa saja yang lulus, itu nanti diserahkan ke BKN. Ini untuk pengadministrasian. Nanti setiap pegawai yang lulus diberi NIP (nomor induk pegawai),” ujarnya.
Sementara itu, Hamdi Muluk menganggap biasa materi di tes wawasan kebangsaan pegawai KPK. Menurut dia, materi yang dipersoalkan pegawai KPK itu sudah lazim digunakan sebagai indikator sikap kebangsaan. Adapun yang berkaitan dengan tugas pekerjaan sehari-hari, ada tes lainnya, misalnya tes kompetensi dan kecerdasan.
Materi tes wawasan pegawai KPK, lanjut Hamdi, mirip dengan yang pernah ditanyakan kepada para peserta seleksi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2017 saat tes wawasan kebangsaan. Saat itu, Hamdi menjadi salah satu anggota panitia seleksi (pansel). Ketika itu, pansel juga melibatkan Dinas Psikologi TNI AD untuk tes wawasan. Bahkan, menurut Hamdi, yang sering jadi anggota pansel pejabat eselon satu di pemerintahan, materi yang mirip sering pula digunakan.
”Yang jadi masalah mungkin materi tes pegawai KPK dibaca oleh orang yang tidak berkompetensi. Kan, sudah ada Dinas Psikologi TNI AD yang sudah terlatih untuk itu. Kasih kepercayaan mereka untuk menghitung, memberi penilaian, dan menginterpretasikan,” tuturnya.
Ia juga menyoroti bisa bocornya hasil tes wawasan kebangsaan sehingga sejumlah pegawai KPK menyatakan akan dipecat karena tak lolos tes tersebut. ”Padahal, hasil tes itu seharusnya rahasia. Hanya pansel dan Ketua KPK, kalau dalam konteks KPK, yang boleh membukanya. Lha, ini kok bisa bocor, darimana infonya?” kata Hamdi.