Elektabilitas Prabowo Tinggi, Gerindra Masih Fokus Konsolidasi Internal
Hasil survei terbaru Litbang ”Kompas” kembali memperlihatkan tingginya elektabilitas Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Namun, Gerindra belum memutuskan akan menjagokan Prabowo dalam Pilpres 2024.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Gerindra masih belum mengambil keputusan terkait Pemilu Presiden 2024 sekalipun sejumlah hasil survei, termasuk hasil survei terbaru Litbang Kompas, memperlihatkan tingginya elektabilitas Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Gerindra menilai terlalu dini untuk membicarakan calon presiden/wakil presiden ketika pemilu masih tiga tahun lagi.
”Soal masalah menjagokan Pak Prabowo di 2024 ini masih terlalu dini kita bicara karena sekarang ini masih di 2021,” ujar Wakil Ketua Umum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad saat dihubungi, Selasa (4/5/2021).
Menurut dia, dalam rentang waktu tiga tahun hingga digelarnya Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, segala sesuatu masih bisa terjadi. Dinamika politik ini akan turut jadi pertimbangan Gerindra dalam memutuskan calon presiden ataupun wakil presiden yang diusung Gerindra pada 2024.
Selain itu, Dasco mengatakan, saat ini Gerindra masih fokus pada konsolidasi partai. Gerindra juga masih fokus bekerja untuk rakyat, terutama di tengah kesulitan rakyat menghadapi pandemi Covid-19 dan dampak-dampak yang ditimbulkannya. ”Kami fokus sesuai dengan moto peringatan Hari Ulang Tahun Ke-13 Gerindra, yaitu perkuat diri membangun negeri,” tambahnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan bahwa segenap jajaran pengurus dan kader Gerindra menginginkan Prabowo kembali maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024. Suara internal Gerindra ini diklaimnya mengemuka ketika Muzani berkeliling dan mendengar seluruh aspirasi kader Gerindra dari tingkat ranting, pimpinan anak cabang, dewan pimpinan cabang, hingga dewan pimpinan daerah.
Meskipun keinginan para kader sudah bulat, lanjut Muzani, partai akan menunggu saat yang tepat untuk mengumumkan perihal tersebut serta menunggu kesediaan Prabowo untuk diusung kembali menjadi calon presiden pada tahun 2024. Sebab saat ini, Prabowo masih fokus menyelesaikan tugasnya sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Berdasarkan hasil survei terbaru Litbang Kompas, Prabowo paling banyak dipilih publik di antara figur-figur lain yang memenuhi syarat konstitusional untuk maju dalam pemilu presiden. Prabowo dipilih 16 persen responden. Di peringkat berikutnya ada nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang dipilih 10 persen responden, kemudian Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di peringkat ketiga dengan total responden yang memilihnya sebesar 7 persen. Khusus untuk Prabowo, angka pilihan publik itu fluktuatif jika dibandingkan tiga survei sebelumnya yang dilakukan Litbang Kompas.
Untuk diketahui, pada Pemilu 2019, Gerindra meraup 12,57 persen suara dan 13 persen kursi di DPR. Jika mengacu pada aturan pencalonan presiden dalan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Gerindra harus berkoalisi dengan partai politik lain agar bisa mengajukan pasangan calon presiden/wakil presiden. Syarat dalam Pasal 222 UU Pemilu menyebutkan, pasangan calon diusulkan oleh partai atau gabungan partai yang memenuhi persyaratan perolehan kursi minimal 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Untuk Pemilu 2024, yang jadi rujukan adalah hasil Pemilu 2019.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, keunggulan Prabowo Subianto yang memiliki elektabilitas tertinggi disebabkan tabungan politiknya selama 15 tahun terakhir. Publik sudah mengenal Prabowo, bahkan pernah dua kali menjadi calon presiden dan satu kali menjadi calon wakil presiden. ”Jadi, wajar kalau elektabilitas Prabowo mengungguli yang lain,” katanya.
Meskipun demikian, Prabowo dinilai akan kesulitan untuk memenangi Pilpres 2024 jika dia memang diusulkan untuk maju dalam pilpres. Sebab, ia menilai popularitasnya sudah mencapai 100 persen sehingga elektabilitas yang diperolehnya tersebut sudah maksimal.
Hal ini berbeda dengan nama-nama lain, seperti Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Meski elektabilitasnya masih kalah dibandingkan Prabowo, popularitas keduanya dinilai masih belum 100 persen. Artinya, masih ada publik yang belum mengenal kedua nama tersebut sehingga elektabilitasnya masih bisa bertambah jika tingkat popularitasnya terus meningkat.
”Elektabilitas Prabowo yang mencapai 16 persen tidak aman karena mendekati ’lampu merah’. Sebagai calon presiden petahana, tingkat elektabilitas yang aman untuk memenangi Pilpres 2024 semestinya di atas 40 persen,” ucap Adi.
Seandainya Gerindra tetap mengusung Prabowo untuk mengejar efek ekor jas pun, hal itu dinilai tidak signifikan. Sebab, dari dua kali pencapresan Prabowo dalam Pilpres 2014 dan 2019, suara Gerindra tidak naik signifikan, dari 11,81 persen pada 2014 menjadi 12,57 persen pada Pemilu 2019. Pada efek ekor jas, peningkatan suara semestinya bisa mencapai empat kali lipat.
Jika Prabowo tetap diajukan sebagai calon presiden pada 2024, Gerindra harus memetakan kantong-kantong suara yang tidak menghendaki Prabowo menjadi presiden. Hal itu perlu dilakukan agar tingkat elektabilitasnya bisa naik dari kantong-kantong suara yang sebelumnya tidak memilih Prabowo.
”Gerindra harus mulai berhenti menikmati zona nyaman, menikmati elektabilitas Prabowo yang selalu di atas rata-rata, karena elektabilitas itu sebenarnya tidak aman untuk Prabowo sendiri,” ujar Adi.