Lonjakan Penghargaan yang Terpilah terhadap Joko Widodo
Hasil survei terbaru Litbang "Kompas" menunjukkan derajat kepuasan publik yang kembali meningkat pada pemerintahan Joko Widodo. Bagaimana bisa hal ini terjadi di tengah krisis dan setumpuk persoalan yang belum tuntas?
Oleh
Bestian Nainggolan/Litbang Kompas
·6 menit baca
Sepanjang masa kepemimpinan yang dilalui Presiden Joko Widodo, tampak jelas jika setahun terakhir inilah ujian terberat ia hadapi. Betapa tidak, pandemi Covid-19 yang muncul tak terduga, telah menerjang segenap tatanan perekonomian, sosial, hingga politik di negeri ini.
Padahal, di luar persoalan pandemi, kepemimpinan Presiden Jokowi pun masih harus bergulat dengan beban persoalan yang tidak ringan. Di samping tantangan memakmurkan rakyat, problem stabilitas keamanan seperti ancaman disintegrasi, terorisme, dan penegakan hukum yang berkeadilan, menjadi persoalan krusial yang masih perlu penyelesaian. Setahun terakhir, semua persoalan itu, baik pandemi maupun problem klasik bangsa ini berkelindan menjadi impitan beban yang tidak sekalipun pernah dihadapi para pemimpin sebelumnya.
Dihadapkan pada critical juncture semacam inilah Presiden Jokowi bersama segenap jajaran kabinetnya bekerja. Namun menariknya, di tengah situasi kritis tersebut, bagaimana mungkin apresiasi publik yang tinggi justru tersematkan pada pemerintahannya?
Survei opini publik terbaru, yang dilakukan Litbang Kompas pada periode April ini misalnya, menunjukkan derajat kepuasan masyarakat terhadap kinerja kepemimpinan Jokowi telah melampaui dua per tiga bagian responden (69,1 persen). Proporsi tersebut konsisten meningkat jika dibandingkan dengan beberapa survei yang telah dilakukan sepanjang pandemi ini. Sebagai gambaran, pada Januari 2021 lalu tercatat 66,3 persen responden yang puas. Adapun pada Agustus 2020, kepuasan diekspresikan 65,9 persen responden.
Jika ditelusuri, peningkatan derajat kepuasan masyarakat berlangsung paralel dalam segenap bidang penilaian. Baik dari sisi politik keamanan, penegakan hukum, perekonomian, hingga kesejahteraan sosial, menabuh apresiasi. Dalam menjaga kondisi politik dan keamanan, misalnya, lebih dari tiga perempat bagian responden (77 persen) mengutarakan rasa puas mereka. Proporsi ini juga tertinggi dibandingkan dengan berbagai periode sebelumnya.
Apresiasi bidang politik dan keamanan ini salah satunya ditunjukkan dalam upaya pemerintah menjaminkan kebebasan berpendapat dan menghargai perbedaan. Begitu pula, dalam menjaga stabilitas keamanan. Sekalipun konflik antarkelompok, ancaman terorisme, hingga gerakan separatisme masih rentan terjadi, kinerjanya tetap dinilai memuaskan.
Dalam menegakkan hukum pun sebangun. Bagi sebagian besar publik, upaya pemerintah dalam menuntaskan kasus-kasus hukum serta upaya menempatkan keadilan hukum bagi setiap warga dinilai memuaskan. Kendati pemberantasan korupsi telah menjerat hingga anggota kabinet pemerintahan, namun apresiasi publik terhadap kinerja pemerintah dalam menegakan hukum dan keadilan tidak tergerus.
Semakin menarik lagi jika menilik kinerja perekonomian. Kondisi perekonomian, yang kerap menjadi titik terendah penilaian, terlebih di era pandemi, kali ini justru berangsur meningkat.
Di tengah tekanan perekonomian yang belum juga memberikan ruang gerak memadai, secara langsung ditunjukkan pula oleh rendahnya indikator-indikator perekonomian, apresiasi kepuasan justru diutarakan lebih separuh bagian responden.
Berbagai upaya pemerintah dalam mengendalikan harga barang dan jasa, pemberian bantuan sosial langsung, upaya pemberdayaan ekonomi petani, nelayan, meraih apresiasi. Terdapat memang ganjalan dalam penyediaan lapangan kerja, yang dinilai masih kurang memuaskan. Akan tetapi, secara keseluruhan kinerja perekonomian pemerintah dalam survei terakhir dinilai memuaskan.
Pada dimensi persoalan lain, khususnya terkait kesejahteraan sosial masyarakat, periode penilaian kali ini sudah 71,3 persen yang puas. Proporsi tersebut juga konsisten meningkat setahun terakhir. Paling menonjol adalah kebijakan dan upaya pemerintah di bidang kesehatan yang bersinggungan langsung dengan dampak pandemi. Sekalipun pandemi dan ancaman Covid 19 belum juga mampu tertaklukkan, namun hampir tiga perempat bagian masyarakat mengapresiasi kinerja pemerintah.
Tidak berbeda jauh dengan pendidikan. Tatkala pandemi memaksa perubahan kebijakan dan praktik pendidikan, yang kadang pola adaptasi semacam ini teragukan efektivitasnya, namun hasil survei berkata sebaliknya. Mayoritas justru menilai puas terhadap kinerja pemerintah dalam peningkatan kualitas pendidikan.
Segenap lonjakan kepuasan sudah barang tentu merupakan prestasi tersendiri bagi kabinet pemerintahan saat ini. Hanya persoalannya, di balik fakta kondisi negeri sepanjang pandemi yang masih tergolong problematik ini, bagaimana merasionalisasikan adanya peningkatan kepuasan semacam itu?
Jika ditelisik, berbagai argumentasi terbangun dalam kondisi yang cenderung paradoks tersebut. Tingginya apresiasi publik di tengah pergulatan kondisi faktual pandemi, sebenarnya dapat dibaca sebagai suatu bentuk pemakluman publik yang berbaur ke dalam tingginya ketergantungan dan ekspektasi mereka terhadap pemerintahan.
Bagi sebagian publik, sekalipun subtansi persoalan yang dihadapi bangsa sepanjang pandemi masih tergolong problematik, namun setiap upaya yang telah dilakukan pemerintah dinilai telah cukup memenuhi batas harapan. Mereka memercayai, pemerintah telah berupaya sedemikian rupa mengatasi masa-masa kritis dan untuk itu apresiasi tinggi dinyatakan.
Dalam perekonomian, misalnya, meskipun kondisi perekonomian secara faktual belum juga beranjak pulih, namun upaya pemerintah menopang ekonomi masyarakat, yang ditunjukkan dengan segenap komitmen kebijakan dan program pemulihan ekonomi pada setiap lapis kalangan itu telah memuaskan publik.
Berbagai hasil survei lain menguatkan kondisi demikian. Sikap optimisme terbangun dan disertai ekspektasi yang tinggi terhadap pemerintahan. Bagian terbesar masyarakat hingga para pelaku usaha yang terjaring dari hasil survei, merasa optimistis terhadap masa depan perekonomian, sejalan dengan beragam kebijakan dan program yang dilakukan pemerintah sepanjang pandemi ini.
Begitu pula survei yang dilakukan khusus terhadap para pengusaha mikro, menengah, maupun besar, menunjukkan besaran optimisme pengusaha terhadap kemudahan berusaha yang diupayakan pemerintah, salah satunya melalui kelahiran Undang-undang Cipta Kerja.
Hanya saja, pada sisi yang lain peningkatan kepuasan masyarakat dalam survei ini dapat pula dipahami dalam pemaknaan yang berbeda.
Bagaimana pun, dalam survei-survei yang bersandar pada persepsi publik, realitas yang dinyatakan tidak selalu identik dengan kondisi faktualnya. Pengonstruksian realitas secara dinamis berlangsung dalam ruang-ruang sosial yang pada gilirannya dapat menjadi sandaran dalam membangun persepsi setiap individu. Selain itu, berbagai pengaruh latar belakang individu dan beragam intervensi sosial yang menyertainya pun pada saat yang sama dapat berperan dalam memilah dan membedakan pola penyikapan setiap individu.
Indikasi semacam ini tergambarkan dalam survei. Jika dilakukan pemilahan pengelompokan berdasarkan atribusi politiknya, terdapat perbedaan penilaian kepuasan terhadap kinerja pemerintah.
Bagi para simpatisan Presiden Jokowi, misalnya, apresiasi dan kepuasan dinyatakan hingga mencapai 84,5 persen. Dapat dikatakan, inilah kondisi tertinggi yang dicapai jika dibandingkan dengan beberapa periode survei sebelumnya. Kondisi demikian sekaligus menunjukkan jika proses konsolidasi kekuatan pendukung Presiden Jokowi hingga bulan April ini semakin mengkristal, yang dinyatakan dalam wujud penilaian rasa puas mereka terhadap kinerja pemerintah.
Akan tetapi sebaliknya, apresiasi dan peningkatan penilaian kepuasan terhadap kinerja pemerintahan tidak terjadi pada sebagian besar dari responden yang mengaku tidak sebagai pendukung ataupun simpatisan politik Presiden Jokowi.
Pada kelompok ini, tidak sampai separuh bagian responden (44 persen) saja yang menyatakan rasa puas mereka. Bagian terbesar masih merasa tidak puas terhadap kinerja pemerintah. Begitu pula, jika ditelusuri setiap periode penilaian, tidak tampak perubahan apresiasi yang signifikan pada kalangan ini. Artinya, mereka bergeming, dan bersikukuh merasakan ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah.
Perbedaan penilaian pada kedua kelompok responden semacam itu sekaligus menunjukkan jika lonjakan apresiasi maupun kepuasan publik yang terjadi saat ini masih bersyarat politik.