Meski Sejumlah Nama Hilang dari Berkas, Ketua Komisi III DPR Herman Herry Diperiksa KPK
Ketua Komisi III DPR Herman Herry diperiksa KPK dalam penyelidikan terkait pelaksanaan bantuan sosial di Kementerian Sosial. ICW menuding nama Herman termasuk salah seorang yang hilang dalam berkas dakwaan Juliari.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Herman Herry diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penyelidikan terkait pelaksanaan bantuan sosial di Kementerian Sosial, Jumat (30/4/2021). Herman mengaku tidak terlibat dalam kasus korupsi bansos. Sebelumnya, ICW menuding sejumlah nama yang diduga terlibat dihilangkan dalam berkasa dakwaan Juliari P Batubara.
Herman Herry menjadi anggota DPR ketiga yang dipanggil KPK terkait kasus dugaan korupsi bansos di Kemensos. Sebelumnya, pada Maret, KPK memeriksa Ketua Komisi VIII Yandri Susanto dan pada Februari, KPK memeriksa Ihsan Yunus.
”Herman Herry telah hadir di gedung Merah Putih KPK dalam rangka permintaan keterangan terkait penyelidikan yang sedang dilakukan KPK,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Ali menjelaskan, KPK saat ini sedang menindaklanjuti kasus korupsi bansos di Kemensos dengan melakukan kegiatan penyelidikan. Karena itu, KPK saat ini tidak bisa menyampaikan materi hasil permintaan keterangan dari Herman.
Herman diperiksa KPK sekitar empat jam. Usai diperiksa, ia mengaku hanya diberi tiga pertanyaan dan tidak terlibat dalam kasus bansos. Ia datang ke KPK demi menghormati hukum dengan melakukan klarifikasi dan menjelaskan perannya di perusahaannya.
Herman Herry telah hadir di gedung Merah Putih KPK dalam rangka permintaan keterangan terkait penyelidikan yang sedang dilakukan KPK.
Adapun dalam kasus proyek pengadaan bantuan sosial untuk penanganan pandemi Covid-19 pada 2020 yang sudah masuk di persidangan, bekas Menteri Sosial Juliari Peter Batubara didakwa menerima uang suap Rp 32,482 miliar. Suap tersebut diberikan oleh Harry Van Sidabukke yang merupakan perantara dari PT Pertani serta PT Mandala Hamonangan Sude dan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja.
Selain dari kedua orang tersebut, Juliari juga diduga menerima suap dari 62 perusahaan. Di antaranya PT Bumi Pangan Digdaya, PT Andalan Pesik International, PT Global Tri Jaya, PT Anomali Lumbung Artha, dan PT Integra Padma Mandiri.
Nama-nama dihilangkan
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mempertanyakan mengapa di dalam dakwaan Juliari dihilangkan nama-nama politisi yang diduga memperoleh paket besar dalam pengadaan bansos sembako di Kemensos, seperti Herman Herry dan Ihsan Yunus.
Padahal, dalam pengakuan bekas Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Adi Wahyono di persidangan, telah dijelaskan bahwa terdapat empat pihak yang mendapatkan jatah pengadaan paket sembako bansos. Mereka adalah Herman sebesar 1 juta paket, Ihsan 400.000 paket, Bina Lingkungan 300.000 paket, dan Juliari 200.000 paket.
Dalam dakwaan Juliari dihilangkan nama-nama politisi yang diduga memperoleh paket besar dalam pengadaan bansos sembako di Kemensos, seperti Herman Herry dan Ihsan Yunus.
Dalam upaya perbaikan data penerima bansos, Menteri Sosial Tri Rismaharini melakukan audiensi dengan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Lili Pintauli Siregar serta Deputi Pencegahan dan Monitoring Pahala Nainggolan.
Risma mengatakan, setelah menjadi menteri sosial, dirinya konsentrasi melakukan perbaikan data karena menyangkut pada keakuratan pendistribusian bansos. Hingga April ini terdapat 21 juta data ganda. Data tersebut ditahan karena menerima bantuan sosial tunai lebih dari satu kali atau menerima bantuan dalam bentuk lainnya, seperti Program Keluarga Harapan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Kemensos meminta daerah untuk memberikan data usulan tambahan untuk bisa ditampung dan diberikan bantuan. Dari usulan daerah, hanya ada 5 juta data yang diusulkan.
Risma menyebutkan, ada enam daerah, di antaranya Papua dan Nusa Tenggara Timur, yang belum bisa dipadankan dengan data kependudukan. Sebab, situasi dan kondisi yang masih sulit diakses.
Dalam usaha mitigasi korupsi bansos, Alex mengatakan, selain dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), perlu juga ada perhatian khusus pada kriteria kemiskinan. Sebab, miskin untuk daerah perkotaan berbeda dengan di desa. Hal tersebut menyangkut kebutuhan yang mereka perlukan.
Selain itu, menurut Alex, juga perlu diperhatikan kondisi kedaruratan. Sebab, kegiatan dalam kondisi darurat belum dianggarkan dan tidak ada perencanaan dari awal, seperti saat terjadi pandemi Covid-19. Kondisi tersebut membuat pemerintah meminta ada alokasi anggaran karena kebutuhannya mendesak dan dilakukan dengan cepat.