KPK Jalankan Pemeriksaan Etik terhadap Penyidiknya
Stepanus Robin Pattuju, penyidik KPK yang diduga menerima suap dari Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial, tengah diperiksa KPK. Bukti-bukti terkait Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin juga tengah dikumpulkan KPK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pengawas sudah memeriksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Stepanus Robin Pattuju, yang diduga menerima suap dari Wali Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, M Syahrial. Sementara penyidik KPK juga tengah mengumpulkan sejumlah bukti terkait dugaan keterlibatan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam kasus tersebut.
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak H Panggabean mengatakan, Dewas sudah melakukan pemeriksaan terkait kasus Stepanus. Sidang etik akan dilakukan setelah selesai pemeriksaan.
”Kami sudah jalan pemeriksaan di Dewas. Kapan (sidangnya), tunggu selesai (pemeriksaan). Kalau sudah selesai, kami sidangkan. Pemeriksaannya, saya tidak menunggu di sana (KPK),” kata Tumpak dalam konferensi pers seusai penandatanganan pakta integritas oleh Indriyanto Seno Adji sebagai Dewan Pengawas KPK, Kamis (29/4/2021), di Jakarta.
Tumpak menegaskan, proses pemeriksaan etik terhadap Stepanus beriringan dengan pemeriksaan dugaan suap yang sedang berjalan di KPK. Ia mengungkapkan, Dewas KPK akan proaktif dalam menangani kasus ini.
Kami sudah jalan pemeriksaan di Dewas. Kapan (sidangnya), tunggu selesai (pemeriksaan). Kalau sudah selesai, kami sidangkan. Pemeriksaannya, saya tidak menunggu di sana (KPK).
Selain memeriksa Stepanus, Dewas juga sudah mengumpulkan informasi terkait dugaan komunikasi yang dilakukan oleh M Syahrial dengan salah satu komisioner KPK. Tumpak mengaku sudah berkomunikasi dengan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang memberikan informasi terkait hal tersebut. Namun, Dewas belum memeriksa kasus ini karena baru sekadar omongan.
Sebelumnya, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan, ia mendapatkan informasi, M Syahrial berusaha menjalin komunikasi dengan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Namun, ia belum mendapatkan informasi lebih lanjut, bagaimana Lili menanggapi upaya M Syahrial tersebut.
Menurut Boyamin, seharusnya Lili dengan tegas menjawab agar jangan menghubunginya karena hal tersebut urusan, tanggung jawab, dan wewenang KPK, serta memblokir nomor M Syahrial.
Saat ditanya terkait dengan komunikasi yang dilakukan dengan M Syahrial, Lili hanya mengatakan, ia akan memberikan rilis.
Sementara dalam kasus ini, KPK melaksanakan upaya paksa penggeledahan di empat lokasi berbeda di Jakarta pada Rabu (28/4/2021). Empat lokasi tersebut yakni salah satu ruang kerja Azis Syamsuddin di Gedung DPR dan rumah dinas Azis. Dua lokasi lainnya adalah apartemen dari pihak-pihak yang terkait dengan perkara ini, bukan rumah pribadi Azis yang berada di Jakarta Selatan.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, dalam proses penggeledahan tersebut, ditemukan dan diamankan bukti-bukti, di antaranya berbagai dokumen serta barang yang terkait dengan perkara ini.
Keraguan masyarakat sipil
Pengangkatan Indriyanto menjadi Dewan Pengawas KPK untuk menggantikan Artidjo Alkostar yang meninggal pada Februari lalu mendapatkan kritik dari masyarakat sipil. Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, meragukan komitmen Indriyanto dalam memberantas korupsi.
Menurut Kurnia, Indriyanto dikenal sebagai figur yang cukup intens menggaungkan revisi Undang-Undang KPK. Padahal, revisi UU KPK merupakan salah satu sumber pelemahan lembaga antirasuah itu.
Penunjukan Dewas berdasarkan UU KPK
Saya pernah di dalam, di KPK. Saya tahu kelebihan dan kekurangannya. Baik yang terbuka pun yang tidak terbuka. Yang tidak terbuka itu yang saya perbaiki.
Sementara itu, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengkritisi metode pemilihan dan pengangkatan anggota Dewas. Sebagai lembaga independen antikorupsi, seharusnya pengangkatan anggota Dewas sebagai bagian dari KPK dilakukan secara independen.
”Independen itu menggunakan metode seleksi oleh panitia seleksi yang independen. Baru disampaikan kepada Presiden dan DPR,” kata Zaenur.
Menurut Zaenur, pemilihan anggota Dewas oleh presiden menandakan bahwa terjadi penempatan orang yang dipilih oleh presiden di Dewas. Hal tersebut dinilai Zaenur mencederai nilai independensi KPK. Pemilihan oleh presiden ini, kata Zaenur, terjadi karena revisi UU KPK. Karena itu, revisi UU KPK telah menggerus independensi KPK.
Indriyanto mengakui, dirinya mendukung revisi UU KPK. Ia mendukung revisi UU KPK untuk menguatkan kinerja KPK. Menurut Indriyanto, keberadaan Dewas diharapkan untuk memperkuat penegakan hukum di KPK.
”Saya pernah di dalam, di KPK. Saya tahu kelebihan dan kekurangannya. Baik yang terbuka pun yang tidak terbuka. Yang tidak terbuka itu yang saya perbaiki,” kata Indriyanto.
Terkait dengan penunjukan anggota Dewas oleh presiden, Indriyanto mengatakan, hal tersebut ada di UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Dewas ditunjuk langsung oleh presiden. Jika ada periode kedua, baru melalui panitia seleksi bersama dengan KPK. Adapun ia hanya menggantikan almarhum Artidjo.