Penyelundupan 2,5 Ton Narkoba Senilai Rp 1,2 Triliun Dikendalikan dari Lapas
Sebanyak 10,1 juta warga Indonesia diselamatkan dari bahaya narkoba setelah Polri bekerja sama dengan instansi terkait menggagalkan upaya penyelundupan 2,5 ton narkoba dengan nilai sekitar Rp 1,2 triliun.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA KOMPAS — Penyelundupan 2,5 ton narkotika, psikotropika, dan obat terlarang atau narkoba dari Afganistan berhasil digagalkan masuk ke Indonesia. Penyelundupan narkoba senilai sekitar Rp 1,2 triliun yang dilakukan jaringan internasional tersebut dikendalikan oleh narapidana yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan.
Pengungkapan penyelundupan narkoba tersebut dilakukan Kepolisian Negara Republik Indonesia bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta dibantu Drug Enforcement Administration(DEA).
”Kalau kita lihat dari sisi bahayanya, dengan kita amankan 2,5 ton narkoba ini, kita bisa menyelamatkan masyarakat 10,1 juta jiwa,” kata Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, dalam jumpa pers, Rabu (28/4/2021).
Dengan kita amankan 2,5 ton narkoba ini, kita bisa menyelamatkan masyarakat 10,1 juta jiwa.
Terkait dengan penyelundupan tersebut, aparat mengamankan 18 tersangka. Sebanyak 17 orang adalah warga negara Indonesia yang salah satu di antaranya telah ditindak tegas dan terukur oleh aparat. Sementara satu orang lainnya adalah warga negara Nigeria.
Adapun peran mereka adalah sebanyak tujuh tersangka bertindak sebagai jaringan pengendali, yakni S, AAM, KNK, AW, HG, A, dan M. Kemudian, sebanyak delapan orang berperan sebagai jaringan transporter, yakni M, MN, FR, M (meninggal), B, UI , R, dan AMF, sedangkan tiga orang lainnya merupakan jaringan pemesan, yakni L, AL, dan SL.
”Ada tersangka dengan inisial KNK, AW, AG, H, NI dan AL yang merupakan terpidana di lapas (lembaga pemasyarakatan) dengan hukuman di atas 10 tahun dan hukuman mati. Namun, mereka masih menjadi pengendali jaringan narkoba internasional,” tutur Listyo.
Menurut Listyo, melalui pengungkapan ini, tampak bahwa jaringan narkoba internasional dapat menyelundupkan narkoba dari berbagai lokasi dengan memanfaatkan jaringan yang ada, termasuk dari lapas. Untuk itu, kerja sama yang kuat antara para pemangku kepentingan sangat diperlukan guna mencegah hal semacam itu.
Secara khusus, terkait dengan pelaku pengendali dari dalam lapas, Listyo berharap agar mereka diberi perlakuan khusus sehingga ke depan tidak dapat melakukan hal serupa. Para pelaku tersebut dapat ditempatkan di lapas dengan keamanan maksimal (maximum security) yang sama sekali tidak terdapat jaringan telekomunikasi sehingga diharapkan akan memotong rantai jaringan peredaran narkoba.
”Saya selaku pimpinan Polri menekankan kepada seluruh anggota untuk terus menindak tegas para pelaku narkoba. Tidak ada toleransi bagi para pengguna ataupun pelaku utamanya, bahkan anggota (Polri) kalau kedapatan menjadi pengguna atau terlibat langsung, maka diberikan tindakan tegas dan usut tuntas sampai ke akar-akarnya,” kata Listyo.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto menjelaskan, pengungkapan kasus tersebut berawal dari informasi yang diperoleh dari jaringan Polri di luar negeri yang menyebutkan bahwa pada Maret 2021 akan ada kapal bermuatan narkoba dari Afganistan menuju Indonesia. Beban muatan disebutkan mencapai 5 ton.
Kemudian, terdapat 2 tim kepolisian yang dibentuk untuk memburu muatan tersebut. Setelah berkoordinasi dengan BNN dan Ditjen Bea Cukai, diketahui titik koordinat pengiriman yang dilakukan di perairan Aceh. Pada akhir Maret, tim bergerak dan melakukan penangkapan di tiga tempat terjadinya perkara, yakni pada 10 April dengan mengamankan 1.278 kilogram narkoba, pada 15 April dengan menyita 1.267 kg, dan ketiga terjadi di lapas pada 22 dan 23 April 2021.
”Ini merupakan penangkapan terbesar yang dilakukan dengan kerja sama yang sangat baik sehingga bisa melakukan pengungkapan yang cukup besar selama ini,” ujar Agus.
Ini merupakan penangkapan terbesar yang dilakukan dengan kerja sama yang sangat baik.
Dalam kesempatan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengapresiasi kerja sama yang sudah dilakukan sehingga berhasil menggagalkan penyelundupan narkoba 2,5 ton. Sebab, meskipun pemerintah dan masyarakat masih fokus dalam menangani pandemi Covid-19 dan memulihkan ekonomi, pemerintah tetap dapat waspada terhadap kegiatan ilegal seperti penyelundupan.
Hingga April 2021, lanjut Sri Mulyani, Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu bersama dengan Polri dan BNN berhasil mengungkap 422 kasus penyelundupan narkoba. Meskipun demikian, dari tahun ke tahun, jumlah kasus juga semakin meningkat.
”Jaringan internasional bekerja sama dengan jaringan yang ada di Indonesia akan terus-menerus melakukan upaya yang sangat luar biasa, tak kenal lelah, dalam menyelundupkan barang berbahaya ini karena nilainya sangat tinggi, mencapai lebih dari Rp 1 triliun dan membahayakan lebih dari 10 juta masyarakat Indonesia. Jadi ini ancaman nyata,” kata Sri Mulyani.
Sementara Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Reynhard SP Silitonga mengatakan, pihaknya berkontribusi dalam pengungkapan penyelundupan 2,5 ton narkoba tersebut. Pihaknya pun akan terus berkomitmen untuk memberikan informasi terkait kasus serupa.
”Sebagai informasi tambahan, saat ini warga binaan didominasi napi narkoba. Dari total sekitar 250.000 warga binaan, sekitar 137.000 orang atau sekitar 60 persennya adalah pelaku narkoba, baik pemakai, bandar, dan kurir,” kata Reynhard.