Porsi anggaran belanja modal di Kemenhan masih kecil jika dibandingkan belanja rutin. Namun, keterbatasan itu seharusnya tak menjadi halangan modernisasi alutsista. Anggaran nonprioritas perlu disisir kembali.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan keterbatasan anggaran saat ini, Kementerian Pertahanan diminta menyisir ulang program nonprioritas. Kemenhan diharapkan fokus dan memprioritaskan peningkatan kekuatan pertahanan, termasuk modernisasi dan perawatan alat utama sistem persenjataan.
Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf saat dihubungi, Rabu (28/4/2020), mengatakan, musibah tenggelamnya KRI Nanggala-402 di laut utara Bali harus diaudit dan diinvestigasi lebih dalam. Sebelum investigasi itu keluar, seharusnya spekulasi mengenai penyebab kecelakaan, seperti faktor alam, dikesampingkan. Persoalan alutsista itu pun seharusnya dilihat dalam bingkai persoalan yang lebih besar. Apalagi, kecelakaan alat utama sistem pertahanan bukan pertama kali terjadi.
”Ada masalah serius dalam modernisasi dan perawatan alutsista. Ada empat sektor masalah yang harus diperhatikan, yaitu mengenai pengadaan, perawatan, pembiayaan, dan pengawasan,” kata Araf.
Dia menyadari bahwa saat ini porsi anggaran belanja modal di Kemenhan masih kecil jika dibandingkan belanja rutin, seperti gaji pegawai. Namun, keterbatasan itu seharusnya tak menjadi halangan modernisasi alutsista guna mencapai Kekuatan Pokok Minimum pada 2024. Kemenhan, menurut dia, seharusnya menyisir kembali anggaran nonprioritas agar ruang fiskal untuk modernisasi alutsista lebih luas.
Program nonprioritas yang saat ini dijalankan Kemenhan, misalnya, menurut dia, adalah komponen cadangan dan program cetak sawah yang tidak relevan dengan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara. Program bela negara atau komponen cadangan juga dinilai tak mendesak dalam kondisi geopolitik saat ini. Sementara itu, dana yang digunakan tak sedikit.
Sebelumnya, Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, anggaran untuk peremajaan dan perawatan alutsista belum ideal. Dari kebutuhan minimal Rp 60 triliun, anggaran yang tersedia pada 2021 hanya Rp 29,1 triliun.
Araf menekankan, problem alutsista tak sebatas anggaran. Koalisi menilai ada problem lain, yaitu terkait transparansi dan akuntabilitas program. ”Sudah jadi rahasia umum kalau proses pengadaan alutsista rawan permainan. Alokasi anggaran yang besar dan tak adanya pengawasan dari KPK membuat banyak pihak bermain dalam proyek pengadaan,” ujar Araf.
Dahnil menjelaskan, untuk program modernisasi dan perawatan alutsista, yang terpenting adalah skema pembiayaan dan ketersediaan anggaran. Selama ini, masalah utama modernisasi alutsista adalah keterbatasan ruang fiskal dan dilema penganggaran belanja negara yang fokus pada pembangunan dan kesejahteraan.
Kemenhan berharap ada keberpihakan anggaran atau model pembiayaan yang bisa mempercepat modernisasi alutsista. Namun, saat disinggung soal usulan untuk penyisiran ulang program prioritas Kemenhan agar fokus pada pembangunan kekuatan pertahanan, Dahnil enggan berkomentar.
”Kami berharap belanja pertahanan bisa memperkuat pertahanan negara. Melalui alutsista yang canggih dan baik diharapkan mampu menjadi pendorong kesejahteraan dan pembangunan nasional,” kata Dahnil.
Pengangkatan KRI Nanggala
Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono mengatakan, TNI AL mengupayakan pengangkatan potongan KRI Nanggala-402 yang tenggelam di laut di utara Bali. TNI AL akan dibantu kapal dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Berat potongan kapal dan posisi kedalaman akan dihitung ulang untuk mengetahui apakah kapal dari SKK Migas dapat melakukan evakuasi pengangkatan. Yudo berharap dalam waktu dekat ini evakuasi pengangkatan KRI Nanggala-402 dapat dilaksanakan.
”Kita cek sampai hari ini (Rabu) posisinya (potongan KRI Nanggala) masih di situ, belum berubah. Kami tetap pantau terus dan sudah kami ajukan untuk pengangkatan,” kata Yudo.