KH Agus Sunyoto dikenal di kalangan warga Nahdliyin sebagai sosok ulama yang berpengetahuan luas soal sejarah dan kebudayaan Nusantara. Ia juga sosok yang sangat sederhana dan bersahaja.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
Ketua Umum Pengurus Pusat Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama KH Agus Sunyoto (61) telah berpulang, Selasa (27/4/2021). Ia tidak hanya dikenang sebagai seorang budawayan Muslim, tetapi juga sumber ilmu pengetahuan yang menjadi inspirasi generai muda Nahdlatul Ulama.
Almarhum tutup usia di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr Ramelan Surabaya, Jawa Timur, akibat sakit. Putra sulung Agus Sunyoto, Zulfikar Muhammad, mengatakan, Agus mengalami sakit panas dan lambung sejak 10 hari terakhir. Ia dibawa ke rumah sakit enam hari lalu hingga mengembuskan napas terakhirnya, Selasa pagi. Menurut rencana, Agus akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Tembok, Surabaya.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini mengatakan, kepergian Agus menjadi kehilangan bagi keluarga besar NU. Agus dinilai bukan hanya menjadi seorang budayawan Muslim, melainkan juga sumber ilmu pengetahuan yang memberikan hal-hal baru yang tidak akan ditemukan di buku.
”Kalau mendengar dan menyimak ceramahnya, akan banyak hal baru yang tidak kita temukan di buku,” ujar Helmy.
Menurut dia, Agus menjadi sosok yang menginspirasi generasi muda NU, terutama sebagai sosok yang memberikan pencerahan terhadap ilmu sejarah dan kebudayaan. Pengetahuannya dalam sejarah dan kebudayaan Nusantara telah diakui kehebatannya dan menjadi rujukan dalam menyebarkan dakwah Islam Nusantara yang selama ini masih sering disalahpahami.
Sepanjang hidupnya, Agus tak hanya dikenal sebagai ulama dan ahli sejarah yang menguasai ilmu sejarah. Pengasuh Pondok Pesantren Global Tarbiyyatul Arifin, Malang, itu bahkan membagikan ilmunya melalui buku-buku yang ditulis, seperti Fatwa & Resolusi Jihad (2017), Syaikh Siti Jenar (2015), Atlas Wali Songo (2012), dan Banser Berjihad Melawan PKI (1995).
Meskipun memiliki ilmu yang sangat mumpuni, Agus layaknya seperti ilmu padi yang kian berisi kian merunduk. Dalam kehidupan sehari-hari, ia dikenal sebagai seorang yang sangat sederhana dan bersahaja. Tarikan-tarikan politik pragmatis tak mampu menggoyahkan prinsip hidupnya yang ingin menjadi pribadi yang sederhana.
Sekretaris Lesbumi Abdullah Wong mengatakan, Agus seseorang yang sangat paham khazanah pemikiran barat dan timur. Bahkan penguasaan bahasa asingnya sangat baik karena menguasai bahasa Arab, Belanda, Inggris, dan Jawa Kuno.
Meskipun penguasaan ilmunya sangat tinggi, Agus selalu menekankan kepada santri agar tidak mudah puas dalam menuntut ilmu. Ilmu pengetahuan kognitif rasional mesti didukung dengan pemahaman spiritualitas yang tinggi agar bisa menatap masa depan yang baik.
”Untuk mencari penggantinya, sangat sulit. Sebab, anak muda zaman sekarang cenderung kurang tekun,” katanya.
Dalam menjalani hidup, prinsip kesederhanaan selalu dijaga. Selain tidak menggunakan fasilitas yang mestinya dinikmati, gajinya pun diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan. Bahkan saat menyusun dan menerbitkan buku, Agus pernah menjual sepeda motornya sebagai modal.
”Ini menunjukkan usahanya pada ilmu pengetahuan sangat luar biasa,” ucap Abdullah.
Pengurus Lesbumi, Hasan Basri Marwah, mengatakan, Agus dikenal sebagai seseorang yang amat teguh menegakkan prinsipnya, yakni hidup sederhana, mandiri, dan mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan dengan kepentingan diri sendiri.
”Prinsip yang dipegang oleh Agus cenderung sulit dilakukan oleh orang lain,” ucapnya.
Hidupnya yang sederhana ditunjukkan dengan tidak pernah menggunakan fasilitas yang semestinya bisa dinikmati. Dalam menghadiri ceramah di Bantul, Yogyakarta, misalnya, ia memilih naik bus dibandingkan dengan naik pesawat dari rumahnya di Malang.
”Beliau (Agus) mewakafkan seluruh hartanya dan tidak mewariskan kepada anak-anaknya,” kata Hasan.