Adanya penyidik KPK yang ditangkap karena diduga memeras kepala daerah dinilai menguatkan anggapan, KPK kini sedang krisis integritas. Kamis malam, KPK menetapkan penyidik itu, bersama dua lainnya, sebagai tersangka.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rentetan pelanggaran kode etik dan dugaan tindak pidana yang dilakukan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi kian mencederai integritas lembaga antirasuah tersebut. KPK kini bahkan disebut mengalami krisis integritas dan demoralisasi. Kondisi ini mendesak untuk diperbaiki karena integritas menjadi salah satu kunci utama dalam pemberantasan korupsi.
Internal KPK kembali menjadi sorotan setelah salah satu penyidik KPK, Ajun Komisaris SRP, diduga memeras Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M Syahrial. Dugaan pemerasan terjadi ketika KPK sedang menyidik dugaan korupsi dalam proses lelang atau mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai pada 2019. Personel kepolisian dan KPK menangkap SRT, Rabu (21/4/2021).
Peristiwa ini menambah panjang daftar problem di internal KPK. Dua pekan sebelumnya, rencana KPK melakukan penggeledahan di sejumlah tempat di Kalimantan Selatan untuk mencari barang bukti ditengarai bocor. Alhasil, barang bukti yang dicari tak berhasil ditemukan. Tak hanya itu, pegawai KPK di Direktorat Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi berinisial IGA juga diketahui mencuri barang bukti 1,9 kilogram emas. Dewan Pengawas KPK lantas memberhentikan dengan tidak hormat pegawai KPK tersebut.
”Integritas di KPK telah mengalami banyak kemunduran. KPK telah keropos di dalam,” ujar peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, saat dihubungi, Kamis (22/4/2021).
Hal itu dinilainya terjadi karena pimpinan KPK tidak menunjukkan contoh keteladanan integritas. Seperti diketahui, Ketua KPK Firli Bahuri pernah dijatuhi sanksi karena divonis bersalah melanggar kode etik dan pedoman perilaku KPK oleh Dewan Pengawas. Sanksi dijatuhkan karena ia terbukti menggunakan helikopter mewah untuk perjalanan pribadi pada Juni 2020.
Pelanggaran tersebut dinilai Zaenur sebagai sebuah ketidakpatutan bagi seorang Ketua KPK. Pimpinan yang pernah melakukan pelanggaran etik tersebut tidak dapat memberikan keteladanan nilai integritas kepada seluruh pegawai. Tanpa ada keteladanan dari seorang pimpinan, nilai integritas tidak bisa ditegakkan.
Guru Besar Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra bahkan menilai, KPK saat ini mengalami krisis integritas dan demoralisasi. Menurut dia, sangat memalukan ketika ada pegawai KPK mencuri barang bukti, melakukan pemerasan, dan membocorkan operasi yang akan dilakukan oleh KPK.
”KPK perlu melakukan pembersihan menyeluruh. Pengujian kembali integritas sejak dari komisioner, pejabat, penyidik, dan staf lain,” kata Azyumardi.
Jika problem integritas di KPK tak segera diatasi, ia khawatir hal itu akan berdampak pada agenda pemberantasan korupsi oleh KPK. Pasalnya, integritas merupakan salah satu kunci dalam memberantas korupsi. Selain itu, Azyumardi juga khawatir kepercayaan publik pada KPK akan turut terimbas. Publik bisa skeptis dan apatis pada KPK. Padahal, kepercayaan publik menjadi salah satu modal sosial KPK.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengungkapkan, jumlah uang yang diperoleh dari hasil pemerasan terhadap M Syahrial cukup fantastis, yakni mencapai Rp 1,5 miliar. Janji yang disampaikan oleh penyidik tersebut terdengar klasik, yaitu menghentikan perkara.
Ia berharap, Kedeputian Penindakan KPK dan Dewan Pengawas segera menindaklanjuti dugaan pemerasan dengan melakukan klarifikasi dan penyelidikan lebih lanjut.
Ditetapkan tersangka
Saat jumpa pers, Kamis malam, Firli Bahuri mengumumkan penetapan SRP sebagai tersangka. Selain SRP, penyidik menetapkan pula M Syahrial sebagai tersangka dan juga pengacaranya berinisial MH.
Firli menyebutkan, Syahrial diduga menyuap SRP sebesar Rp 1,3 miliar. Suap agar penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Syahrial tidak dilanjutkan oleh KPK. Adapun Syahrial dikenalkan pada SRP, menurut Firli, oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
”Kami memohon maaf karena kejadian cedera seperti ini (penyidik KPK memeras). Namun, saya ingin katakan komitmen KPK tidak pernah bergeser. KPK tidak menoleransi penyimpangan. Setidaknya sudah ada dua anggota Polri yang ditindak tegas. Pertama, dalam kasus korupsi Bakamla, dan ini yang kedua. Jadi, kami tegaskan kembali, jangan pernah ada keraguan pada KPK. KPK tetap berkomitmen atas zero tolerance (tak ada toleransi) terhadap penyimpangan,” ujar Firli.
Mengenai rentetan pelanggaran kode etik dan dugaan pidana pegawai KPK sebelum SRP, Firli menjanjikan perubahan agar pelanggaran-pelanggaran tak terulang.
”Untuk itu, kami akan lakukan kajian untuk perbaikan. Apakah dari sistem rekrutmen, pembinaan, atau lainnya,” katanya.
KPK berencana mengkaji tata kelola impor komoditas hortikultura dan tujuh bahan pangan lainnya, yaitu beras, gula, bawang putih, daging sapi, kedelai, jagung, dan ayam, untuk mencegah korupsi dalam proses impor. Pengkajian ini akan melibatkan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Sebab, perizinan impor menjadi kewenangan dari Kementerian Perdagangan, sedangkan rekomendasi pemberian izin impor dari Kementerian Pertanian. Untuk itu, pimpinan KPK bertemu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di kantor KPK, Kamis.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, korupsi pernah terjadi dalam proses impor komoditas-komoditas tersebut. Dalam menangani setiap kasus, KPK diklaimnya tidak hanya melakukan penindakan, tetapi juga memperbaiki sistem yang ada agar tindak pidana korupsi tak terulang kembali.
”Kita telah merekam kasus-kasus, maka kemudian kami menindaklanjuti dengan proses perbaikan sistem agar kasus-kasus korupsi dalam importasi komoditas itu tidak terulang kembali,” ujarnya.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menekankan pentingnya penguatan data dalam izin impor komoditas hortikultura dan tujuh komoditas penting lainnya tersebut. Hal itu dibutuhkan untuk mengetahui seperti apa, berapa, dan kapan dilakukan impor.
Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihaknya telah mendapatkan masukan dari KPK terkait dengan proses impor komoditas-komoditas itu. Masukan bakal jadi bahan perbaikan. Adapun Muhammad Lutfi mengatakan, pihaknya siap mendukung untuk menguji tata kelola di Kementerian Perdagangan. Ia berkomitmen untuk mewujudkan keterbukaan, transparansi publik, dan pelayanan publik.