Ada Andil Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin di Kasus Suap Penyidik KPK
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin disebut mengenalkan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial agar kasus dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai tak dilanjutkan KPK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK akan mendalami peran Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin dalam kasus dugaan suap Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M Syahrial, kepada penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju. Sejauh ini, penyidik KPK baru memperoleh informasi bahwa Azis yang mengenalkan Stepanus kepada Syahrial.
”Kita dalami AZ (Azis Syamsuddin). Pertemuan MS (M Syahrial) dan SRP (Stepanus Robin Pattuju) di rumah dinas AZ. Kami sudah ungkap temuan ini. Berikan waktu kami untuk mengungkapnya. Apa perbuatannya di pertemuan tersebut, KPK tidak pernah berhenti untuk mengungkap,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers, Kamis (22/4/2021) malam.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam jumpa pers itu, penyidik KPK menetapkan Syahrial dan Stepanus sebagai tersangka. Pengacara Syahrial, Maskur Husain, turut ditetapkan tersangka. Hingga Kamis malam, Stepanus dan Maskur telah ditahan KPK. Adapun Syahrial masih menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di kantor Kepolisian Resor (Polres) Tanjungbalai.
Menurut Firli, pada Oktober 2020, Stepanus bertemu Syahrial di rumah dinas Azis, di Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, Azis mengenalkan Stepanus dengan Syahrial. ”Karena diduga MS (M Syahrial) memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai yang sedang dilakukan KPK agar tidak naik ke tahap penyidikan,” tambahnya.
Masih di pertemuan itu, Stepanus diminta agar dapat membantu supaya penyelidikan kasus itu tidak ditindaklanjuti oleh KPK.
Menindaklanjuti pertemuan di rumah Azis, Stepanus lantas mengenalkan Maskur kepada Syahrial. Stepanus bersama Maskur pun sepakat membuat komitmen dengan Syahrial. Agar penyelidikan tidak dilanjutkan oleh KPK, keduanya meminta uang sebesar Rp 1,5 miliar. Syahrial menyetujui permintaan tersebut. Selanjutnya, Syahrial mentransfer uang sejumlah Rp 1,3 miliar secara bertahap sebanyak 59 kali. Transfer melalui tunai kepada Stepanus, tetapi ada pula yang melalui rekening bank milik Riefka Amalia, teman dari Stepanus.
Setelah uang diterima, lanjut Firli, Stepanus kembali menegaskan kepada Syahrial bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai tak akan ditindaklanjuti KPK.
”Dari uang yang telah diterima oleh SRP dari MS, lalu diberikan kepada MH sebesar Rp 325 juta dan Rp 200 juta. MH juga diduga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp 200 juta, sedangkan SRP dari Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama RA sebesar Rp 438 juta,” tambah Firli.
Sejak KPK jumpa pers, Kamis malam, Kompas mencoba menghubungi Azis Syamsuddin untuk meminta penjelasan. Namun, hingga berita ini ditayangkan, Azis belum menjawab.
Menurut pengajar pada Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jantera, Bivitri Susanti, Jumat (23/4/2021), Azis sebagai anggota DPR, apalagi sempat terlibat dalam memilih pimpinan KPK 2019-2023, seharusnya paham, penyidik KPK tak boleh bertemu dengan orang yang sedang berperkara dengan KPK. Oleh karena itu, KPK patut menelusuri lebih dalam mengapa Azis justru menjadi seperti perantara, dan tak hanya itu, harus pula diusut sejauh mana keterlibatannya dalam kasus penyuapan tersebut.
Adapun terkait penyidik KPK yang justru melakukan tindak pidana korupsi, Bivitri menilai, hal itu bisa terjadi karena buruknya sistem di internal KPK. KPK harus segera membenahi sistem itu, terlebih kasus dugaan pidana oleh penyidik KPK bukan kali ini saja. Pada 2005, misalnya, penyidik KPK Ajun Komisaris Suparman ditangkap karena memeras tersangka.
”(Sistem yang bagus) Dia akan menegakkan hukum dengan baik. Namun, jika sistemnya buruk, dia akan melahirkan banyak oknum lainnya,” kata Bivitri.