Tenggelamnya KRI Nanggala Sinyal Darurat Peremajaan Alutsista
Banyak alutsista TNI sudah uzur, sehingga sebaik apa pun perawatannya, tetap berisiko tinggi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Ketua Komisi I DPR Utut Adianto berpandangan kejadian hilangnya kapal selam KRI Nanggala-402 di perairan utara Pulau Bali, menjadi sinyal kuat bahwa peremajaan alat utama sistem pertahanan atau alutsista Indonesia sudah mendesak. Apalagi, ia melihat banyak alutsista Indonesia sudah uzur sehingga sebaik apa pun perawatannya, pengoperasian alat persenjataan itu tetap berisiko tinggi.
”Ini adalah sinyal jelas bahwa TNI kita, khususnya alutsista, perlu peremajaan. Kita tidak ingin melihat ini kembali terjadi. Kita tahu, baik angkatan laut maupun angkatan udara kita, misalnya, alutsista kita sudah pada tua dan rusak,” ujar Utut, dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Seperti diberitakan sebelumnya, KRI Nanggala-402 hilang di perairan utara Pulau Bali, Rabu (21/4/2021) pagi. Kapal selam produksi Jerman tahun 1979 itu ditengarai mengalami mati listrik total (black out) saat penyelaman sehingga kapal tersebut diperkirakan jatuh di palung, di kedalaman sekitar 700 meter dari permukaan laut.
Utut menegaskan, kejadian yang menyangkut persoalan umur alutsista ini bukanlah pertama kali. Beberapa kali, pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara jatuh akibat usia pesawat yang sudah uzur.
Misalnya, pesawat Hercules C-130 yang jatuh di Jalan Jamin Ginting, Medan, Sumatera Utara, pada akhir Juni 2015, merupakan buatan Amerika Serikat tahun 1964.
Setiap kasus seperti itu, kepiluan selalu menyelimuti masyarakat Indonesia karena korbannya adalah tentara-tentara terbaik Indonesia. Hal ini harus dijawab dengan langkah konkret. DPR ingin melihat TNI kuat dengan dibarengi alutsista yang juga modern.
Ia pun berharap, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan para kepala staf angkatan segera duduk bersama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Presiden Joko Widodo untuk merumuskan langkah ke depan soal alutsista Indonesia.
”Jadi, yang benar solusinya itu, ya, duduk bersama. Ini loh faktanya, berapa kemampuan keuangan negara, akan adakah perang konvensional? Kalau tidak, apa langkahnya. Ada yang berpendapat bahwa kita tidak akan ada perang secara konvensional, tetapi sikap kita apa? Kalau orang seperti saya, khususnya fraksi kami, kita harus ready (siap) sebelum itu terjadi,” ucap Utut.
Bantuan luar negeri
Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen, melalui akun Facebook miliknya, mengatakan, kapal penyelamat MV Swift Rescue langsung dikerahkan ke Selat Bali pada Rabu (21/4/2021) sore, setelah TNI meminta bantuan mencari KRI Nanggala-402 yang hilang. Tim medis juga ditambahkan ke kru reguler.
Ng menuturkan, lokasi operasi pencarian KRI Nanggala-402 terletak di dekat Bali, yang berjarak lebih dari 1.500 kilometer dan termasuk perairan dalam. ”Itulah sebabnya, MV Swift Rescue segera berlayar,” ujarnya.
Menurut Ng, relasi bilateral antara Jakarta dan Singapura sangat erat dan telah terjalin selama bertahun-tahun. Ia menuturkan, selama ini militer kedua negara kerap menggelar latihan bersama. ”Sewajarnya saja kami melakukan apa pun yang bisa kami bantu di saat seperti ini,” katanya.
Sebagaimana dikutip dari laman Kementerian Pertahanan Singapura, MV Swift Rescue merupakan Submarine Support and Rescue Vessel (SSRV) yang dioperasikan oleh Angkatan Laut Singapura. Kapal penyelamat ini memiliki panjang hingga 85 meter, lebar 18 meter, berat 4.300 ton, dan mampu mengangkut 27 kru.
MV Swift Rescue mampu beroperasi di laut selama empat minggu. Kelebihan itu menjadikan MV Swift Rescue sebagai kapal yang tepat untuk operasi kompleks dan berjangka panjang.
Sebagai kapal penyelamat, MV Swift Rescue dilengkapi dengan ruang perawatan hiperbarik dan dek helikopter. MV Swift Rescue juga menyediakan opsi perawatan darurat dan evakuasi. Ruang dekompresi dapat memuat 40 orang.
MV Swift Rescue memiliki kapal selam penyelamat/Deep Search and Rescue Six (DSAR 6). Kapal selam tersebut diluncurkan dari kapal induk dan mampu menyelam hingga 500 meter, bahkan dalam kondisi tertentu, batas kedalaman bisa tembus sampai 700 meter. Sebagai kapal selam penolong, DSAR 6 bisa membawa maksimum 17 penumpang sekali jalan.
Sebelumnya, MV Swift Rescue melalui wahana nirawak bawah air robotic operated vehicle (ROV) juga pernah membantu Indonesia untuk mencari badan pesawat AirAsia QZ 8501 yang jatuh pada 28 Januari 2015, di sekitar Selat Karimata, Kalimantan Tengah, (Kompas, 15 Januari 2015).
Adapun, selain dari Singapura, bantuan akan datang dari Malaysia, yang mengerahkan kapal MV Mega Bakti. Kapal tersebut merupakan kapal Submarine Escape and Rescue-Intervention (SMER-I) yang dioperasikan oleh Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM).