Polisi Ungkap Investasi Ilegal Berkedok Aset Kripto, Kerugian Masyarakat Capai Rp 285 Miliar
Bareskrim Polri mengungkap dugaan ivestasi ilegal dengan kedok aset kripto yang ditaksir merugikan masyarakat sebesar Rp 285 miliar. Polri mengimbau masyarakat berhati-hati dalam berinvestasi agar tidak tertipu.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menetapkan enam orang sebagai tersangka karena menjalankan investasi ilegal berkedok aset kripto melalui aplikasi. Dengan jumlah anggota atau nasabah sekitar 57.000 orang, diperkirakan kerugian akibat investasi ilegal tersebut mencapai Rp 285 miliar.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Helmy Santika dalam jumpa pers, Kamis (22/4/2021), mengatakan, Polri telah mengungkap invesasi ilegal dengan kedok seolah-olah memperdagangkan kripto. Kegiatan investasi bodong itu dimulai pada Agustus 2018 dengan menggunakan aplikasi EDCCASH.
”Jadi, setiap member diminta mentransfer Rp 5 juta. Dari uang itu, Rp 4 juta dikonversi menjadi koin setara 200 koin. Kemudian dari 1 Rp juta, Rp 300.000 untuk biaya sewa cloud dan Rp 700.000 untuk upline kalau ada,” kata Helmy.
Selain itu, lanjutnya, dijanjikan bahwa jika seorang member tidak aktif, dia akan tetap mendapat keuntungan 0,5 persen per hari dan 15 persen per bulan sesuai saldo yang dimiliki. Namun, jika seorang member juga aktif mencari downline, dia dijanjikan akan mendapat 35 koin.
Dari data yang ada, jumlah anggota atau member mencapai 57.000 anggota. Jika setiap anggota diminta menyetor paling sedikit Rp 5 juta, uang yang terkumpul mencapai Rp 285 miliar.
Dari kasus tersebut, aparat telah menahan enam tersangka, yakni AY, SJ, BA, EK, AW, dan MR. Adapun AY berperan sebagai top level yang juga penggagas aplikasi tersebut, kemudian BA sebagai exchanger, dan EK sebagai admin aplikasi. Adapun usaha investasi itu dipastikan ilegal karena tidak memiliki izin usaha.
”Awalnya para pelaku ini mengikuti sebuah komunitas yang namanya E Dinar Cash dengan 500 sampai 1.000 anggota. Kemudian, AY mengajak beberapa rekannya untuk membuat sebuah aplikasi baru yang sistem kerjanya kurang lebih sama, diberi nama EDCCASH,” kata Helmy.
Dalam kasus tersebut, aparat menyita 21 kendaraan mewah dari berbagai merek serta aset berupa rumah dan tanah. Selain itu, aparat juga menyita uang tunai yang terdiri atas beberapa pecahan mata uang, yakni Rp 3,3 miliar, 6,2 juta euro, 1 miliar dollar Hong Kong, hingga mata uang negara Zimbabwe. Kepolisian masih akan memeriksa keaslian mata uang asing tersebut.
Dari penggeledahan, polisi menemukan senjata api kaliber 9 milimeter milik AY. Kemudian dari para pengawal AY, polisi menemukan berbagai senjata tajam, senapan angin, dan air gun. Dari temuan tersebut, polisi mengembangkan lagi dan menyita dua pucuk senjata api.
Berdasarkan temuan senjata api tersebut, polisi menetapkan tiga tersangka lagi dengan berkas perkara terpisah. ”Saat ini sedang dilakukan pendalaman, bagaimana mereka memperoleh senjata tersebut,” ujar Helmy.
Dengan kemungkinan banyaknya warga masyarakat yang menjadi anggota, Helmy mengatakan, pihaknya membuka meja pengaduan. Masyarakat yang merasa menjadi korban dapat melaporkannya kepada aparat kepolisian.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Rusdi Hartono menambahkan, kasus itu diharapkan menjadi pembelajaran ke depan agar masyarakat berhati-hati dalam berinvestasi. Masyarakat juga diharapkan tidak mudah percaya dengan iming-iming imbal hasil investasi yang besar.
”Masyarakat harus melihat dari sisi legal, berizin atau tidak. Kemudian imbalan yang didapat masuk akal atau tidak. Dan apabila masyarakat menemukan hal-hal seperti ini agar segera melapor agar bisa segera ditindaklanjuti,” kata Rusdi.