Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan diharapkan dapat saling menunjang importasi komoditas penting pangan. KPK meminta agar kedua menteri dapat mengantisipasi tindak pidana korupsi impor hortikultura itu.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mengantisipasi tindak pidana korupsi impor komoditas hortikultura dan tujuh komoditas penting lainnya dengan melakukan kajian bersama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Kamis (22/4/2021), di Jakarta. Kedua kementerian ini diharapkan dapat saling menunjang importasi komoditas penting tersebut.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, dalam importasi hortikultura dan tujuh komoditas penting lainnya, yakni beras, gula, bawang putih, daging sapi, kedelai, jagung, dan ayam, beberapa kali sudah menimbulkan kasus. Dalam menangani kasus tersebut, KPK tidak hanya melakukan penindakan, tetapi juga memperbaiki sistem yang ada.
”Kita telah merekam kasus-kasus, maka kemudian kami menindaklanjuti dengan proses perbaikan sistem agar kasus-kasus tindak pidana korupsi dalam importasi tujuh komoditas tersebut tidak terulang kembali,” kata Ghufron dalam konferensi pers.
Ia menuturkan, kedua menteri tersebut dipertemukan karena importasi komoditas hortikultura dan tujuh komoditas penting tersebut melibatkan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Keduanya adalah pemangku kepentingan yang saling menunjang impor.
Kita telah merekam kasus-kasus, maka kemudian kami menindaklanjuti dengan proses perbaikan sistem agar kasus-kasus tindak pidana korupsi dalam importasi tujuh komoditas tersebut tidak terulang kembali.
Perizinan importasi ada di Kementerian Perdagangan, tetapi rekomendasi pemberian izin diberikan oleh Kementerian Pertanian. Kedua hal itu merupakan satu kesatuan dalam importasi komoditas penting tersebut.
Penguatan data izin impor
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menambahkan pentingnya penguatan data dalam izin impor komoditas hortikultura dan tujuh komoditas penting lainnya tersebut. Hal itu dibutuhkan untuk mengetahui seperti apa, berapa, dan kapan dilakukan impor.
Hasil kajian ini akan disampaikan kepada publik dan perlu ditindaklanjuti agar Kementerian Pertanian meningkatkan hasil produksi dan mencapai swasembada pangan. Pahala mengingatkan, Indonesia tidak boleh selamanya impor. Pemerintah pusat harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan seperti dalam menangani persoalan cetak sawah dan alih fungsi lahan.
Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihaknya telah mendapatkan masukan dari KPK dalam berbagai aspek terkait dengan importasi untuk mencapai efektivitas dan efisiensi. Proses-proses importasi harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Aspek lain yang diharapkan terus dapat dikawal KPK melalui Deputi Pencegahan, yakni terkait dengan masalah perizinan yang telah menjadi kesepakatan bersama dengan Menteri Perdagangan.
Selain itu, aspek lain yang diharapkan terus dapat dikawal KPK melalui Deputi Pencegahan, yakni terkait dengan masalah perizinan yang telah menjadi kesepakatan bersama dengan Menteri Perdagangan.
Terkait dengan pencegahan dalam alih fungsi lahan, Syahrul mengatakan, persoalan ini sangat penting untuk pertanian jangka panjang. Indonesia sudah mempunyai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Selain itu, juga ada rencana tata ruang wilayah (RTRW) di daerah.
Menurut Syahrul, alih fungsi lahan sudah sangat mengkhawatirkan terutama untuk kepentingan industri, seperti properti, yang mengorbankan kepentingan lahan yang berkesinambungan. ”Kita perkuat tata kelola umum. Kita akan terus berkoordinasi dengan Deputi Pencegahan (KPK), perbaikan regulasi, kebijakan SOP (prosedur standar operas), ataupun pengawasan,” kata Syahrul.
Sementara itu, Muhammad Lutfi mengatakan, pihaknya siap mendukung untuk menguji tata kelola di Kementerian Perdagangan. Ia berkomitmen dalam keterbukaan, transparansi publik, dan pelayanan kepada masyarakat.