Uang Suap Rp 32,48 Miliar Mengalir ke Belasan Pejabat dan Pegawai Kemensos
Uang suap pengadaan paket bansos penanganan pandemi Covid-19 senilai Rp 32,48 miliar diduga tak hanya dinikmati bekas Mensos Juliari Batubara. Belasan pegawai dan pejabat Kemensos disebut jaksa KPK terciprat uang itu.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Uang suap dari beberapa penyedia barang dalam pengadaan bantuan sosial sembako untuk penanganan pandemi Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial Tahun 2020 sebesar Rp 32,482 miliar. Selain untuk mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara, diduga uang fee jugamengalir ke belasan pejabat dan pegawai Kemensos.
Dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi Ikhsan Fernandi Z, M Nur Azis, Dian Hamisena, dan Masmudi secara bergantian. Dakwaan disampaikan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (21/4/2021). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis. Terdakwa hadir di ruangan persidangan, didampingi penasihat hukumnya.
”Terdakwa menerima hadiah melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp 1,280 miliar dari Harry Van Sidabukke dan Rp 1,950 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja, serta Rp 29,252 miliar atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut dari beberapa penyedia barang lainnya,” kata jaksa.
Jaksa menuturkan, pada 14 Mei 2020, Juliari menunjuk Adi menjadi kuasa pengguna anggaran (KPA) pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS). Setelah itu, ia memerintahkan agar Adi mengumpulkan uang fee sebesar Rp 10.000 per paket dari penyedia untuk kepentingannya pribadi.
Juliari juga memerintahkan Adi berkoordinasi dengan tim teknis menteri sosial, Kukuh Ary Wibowo. Selanjutnya, Adi menyampaikan perintah dari terdakwa kepada Sekretaris Jenderal Kemensos Hartono Laras, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin, dan Pejabat Pembuat Komitmen Matheus Joko Santoso.
Matheus juga mengumpulkan uang fee operasional dari para penyedia bansos untuk biaya kegiatan operasional Juliari dan kegiatan lainnya di Kemensos. Jaksa mengatakan, patut diduga uang tersebut diberikan terkait dengan penunjukan PT Pertani (Persero), PT Mandala Hamonangan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama, serta beberapa penyedia barang lainnya.
Penyedia barang lainnya, di antaranya PT Bumi Pangan Digdaya, PT Andalan Pesik International, PT Global Tri Jaya, PT Anomali Lumbung Artha, dan PT Integra Padma Mandiri.
Setelah uang fee dikumpulkan Matheus dan Adi, Juliari menerima uang fee secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 14,7 miliar. Selain diberikan untuk Juliari, uang fee tersebut juga diberikan kepada 11 orang lainnya.
Hartono mendapatkan Rp 200 juta, Pepen Rp 1 miliar, Adi Rp 1 miliar, dan Matheus Rp 1 miliar. Selain itu, ada pegawai Kemensos lainnya yang diduga juga menerima aliran fee, yakni Amin Raharjo Rp 150 juta, Rizki Maulana Rp 175 juta, Robin Saputra Rp 200 juta, Iskandar Zulkarnaen Rp 175 juta, Firmansyah Rp 175 juta, Yoki Rp 175 juta, dan Rosehan Ansyari Rp 150 juta.
Matheus dan Adi juga menggunakan uang fee tersebut untuk kegiatan operasional Juliari selaku Menteri Sosial dan kegiatan lainnya di Kemensos. Mereka menggunakannya, antara lain, untuk pembelian handphone pejabat Kemensos Rp 140 juta, biaya tes usap Rp 100 juta, dan pembelian dua sepeda merek Brompton seharga Rp 120 juta masing-masing untuk Hartono dan Pepen.
Perbuatan Juliari diancam pidana dalam Pasal 12 Huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP atau Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Setelah mendengarkan dakwaan jaksa, Juliari mengatakan mengerti, tetapi ia mengaku tidak melakukan dakwaan tersebut. Ia kemudian menyerahkan hal itu kepada tim penasihat hukumnya. Dua terdakwa lainnya, Adi dan Matheus, dalam sidang dakwaan yang terpisah juga tidak mengajukan nota keberatan.
Penasihat hukum Juliari, Maqdir Ismail, mengatakan, pihaknya tidak akan mengajukan keberatan dengan pertimbangan agar perkara ini bisa cepat selesai. Terkait uang Rp 29,252 miliar, pihaknya tidak mengetahui ada pemberi yang lain, selain Harry dan Ardian. Ia mempertanyakan siapa pemberi suapnya.