Penelitian Sel Dendritik di RSPAD bukan Melanjutkan Vaksin Nusantara
Para peneliti RSPAD Gatot Soebroto bekerja sama dengan Kemenkes dan BPOM untuk melanjutkan penelitian berbasis sel dendritik. Penelitian tersebut ditegaskan bukan kelanjutan penelitian vaksin Nusantara
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penelitian berbasis pelayanan sel dendritik yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Kementerian Kesehatan, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan bukan untuk melanjutkan uji klinis vaksin Nusantara. Hasil penelitian tidak diproduksi secara masal untuk kepentingan komersil sehingga tidak memerlukan izin edar.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa di Jakarta, Selasa (20/4/2021) mengatakan, penelitian akan dilakukan oleh tim peneliti dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto di bawah pengawasan BPOM. Penelitian berbasis pelayanan sel dendritik itu adalah penelitian baru, bukan melanjutkan uji klinis vaksin nusantara.
“Penelitian kali ini merupakan penelitian yang berbeda, sama sekali tidak melanjutkan (vaksin nusantara),” katanya.
Sebelumnya, TNI AD, Kemenkes, dan BPOM disaksikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhajir Effendy menandatangani nota kesepahaman terkait penelitian berbasis pelayanan sel dendritik, Senin (19/4/2021). Penelitian akan dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto.
Andika menuturkan, hasil dari penelitian ini tidak untuk menghasilkan vaksin sehingga tidak membutuhkan izin edar dari BPOM. Penelitian dikembangkan untuk menciptakan terapi imun dalam rangka meningkatkan imunitas tubuh untuk melawan virus SARS-CoV-2. “Sifatnya tidak untuk komersil,” ucapnya.
Ia yakin tim akan mampu mengembangkan penelitian tersebut. Sebab pengembangan sel dendritik di RSPAD sudah dimulai sejak 2017, meskipun awalnya untuk pengobatan kanker. Sedangkan sejak 2019, RSPAD sudah ditetapkan sebagai rumah sakit penyelenggara penelitian berbasis pelayanan terapi sel oleh Kemenkes.
Penelitian dikembangkan untuk menciptakan terapi imun dalam rangka meningkatkan imunitas tubuh untuk melawan virus SARS-CoV-2
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Emanuel Melkiades Laka Lena, mengapresiasi penandatanganan nota kesepahaman itu. Sebab, penelitian berbasis sel dendritik tetap dilakukan dengan mengikuti kaidah yang telah ditentukan. Ia juga mendorong agar para peneliti Indonesia untuk berinovasi dalam pembuatan vaksin karya anak bangsa untuk bisa menjawab permasalahan terkait pandemi Covid-19.
“Ini merupakan sebuah langkah maju dan bisa menjadi salah satu kemungkinan penyelesaian pandemi Covid-19 di Tanah Air, bahkan dunia, jika penelitian ini benar terbukti seperti yang disampaikan para peneliti,” katanya.
Perdebatan mengenai vaksin Nusantara yang digagas mantan Menkes Terawan Agus Putranto terus mengemuka dalam beberapa hari terakhir. Bahkan sebanyak 40 orang, termasuk anggota DPR, terlibat sebagai sukarelawan uji klinis fase II meskipun belum mendapat persetujuan dari BPOM. Mereka telah diambil sampel darahnya di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (14/4).
Sebagaimana pernah diberitakan, BPOM belum mengeluarkan persetujuan pelaksanaan uji klinis (PPUK) tahap II bagi vaksin Nusantara karena masih ada data yang belum dipenuhi para peneliti. Sebelumnya, PPUK tahap I sudah diberikan meskipun belum ada uji praklinis pada hewan yang dilakukan di Indonesia. Karena itu, PPUK tahap I diberikan dengan syarat dilakukan pemantauan ketat dengan batasan subyek peneliti hanya tiga orang.
Vaksin Nusantara diteliti tim dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan; RSUP Dr Kariadi, Semarang; Universitas Diponegoro, Semarang; dan Aivita Biomedical dari Amerika Serikat. Pendanaan penelitian vaksin berbasis sel dendritik ini didukung oleh Balitbangkes dan Aivita.