Dewan Pengawas Minta Pimpinan KPK Usut Sumber Kebocoran Informasi
Penggeledahan terkait penyidikan dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 di Ditjen Pajak nihil. Dewas mendorong pimpinan KPK mengusut sumber kebocoran informasi itu.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pengawas sudah meminta pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut sumber kebocoran informasi dalam penggeledahan di Kalimantan Selatan. Pimpinan KPK diharapkan menindak pembocor informasi penggeledahan terkait penyidikan kasus dugaan suap dan penerimaan janji terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016-2017.
Pada Jumat (9/4/2021), tim penyidik KPK mengagendakan penggeledahan di dua lokasi di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Lokasi yang dituju ialah kantor PT Jhonlin Baratama dan sebuah lokasi di Kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru.
Penggeledahan ini terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Namun, di kedua lokasi tersebut tidak ditemukan bukti yang dicari KPK karena diduga telah sengaja dihilangkan oleh pihak tertentu.
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Syamsuddin Haris, mengatakan, melalui forum rapat koordinasi pengawasan triwulan I dengan pimpinan pada 12 April 2021, Dewas telah meminta pimpinan KPK untuk mengusut sumber kebocoran informasi tersebut. ”Agar pelakunya bisa ditindak,” kata Syamsuddin, Selasa (20/4/2021).
Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, mekanisme yang diminta Dewas tersebut ada di inspektorat. Ia akan memastikan ke inspektorat, apakah permintaan Dewas tersebut akan ditindaklanjuti.
”Biasanya Dewas minta ke pimpinan KPK, lalu kami teruskan kepada kedeputian masing-masing. Jadi, ada rapat sekali seminggu. Biasanya akan ada update apa yang menjadi kendala dan apa yang jadi perkembangan,” kata Lili.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mempertanyakan komitmen KPK dalam menangani perkara ini. Sebab, hingga saat ini KPK belum mengumumkan siapa tersangka dalam perkara yang disidik. Padahal, lazimnya, ketika KPK sudah menerbitkan surat perintah penyidikan, maka sudah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Apalagi, KPK bisa gagal dalam memperoleh bukti di Kalimantan Selatan.
Menurut Kurnia, potensi kebocoran informasi dari internal lembaga KPK bisa terjadi karena mekanisme izin yang berlapis sesuai dengan Undang-Undang KPK hasil revisi. Kegagalan tindakan hukum KPK tidak hanya terjadi dalam kasus ini.
Sebelumnya juga pernah terjadi dalam perkara suap pergantian antarwaktu anggota DPR yang melibatkan Harun Masiku, yang saat ini masih buron. Kala itu, KPK gagal meringkus pihak-pihak tertentu di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Jakarta dan tidak berhasil menyegel kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P. Kegagalan mendapatkan barang bukti juga terjadi dalam penggeledahan terkait perkara suap pengadaan paket bantuan sosial di Kementerian Sosial.
Oleh karena itu, Kurnia mendesak pimpinan KPK segera menerbitkan surat perintah penyelidikan dengan dugaan menghalangi proses hukum bagi pihak-pihak di internal KPK yang sengaja membocorkan informasi penggeledahan itu.
”Jika ini tidak dilakukan, ke depan tindakan ini akan selalu berulang dan merugikan kerja keras para penyelidik maupun penyidik KPK,” kata Kurnia.
Dia juga berharap, Dewas KPK aktif dan tidak hanya menyerukan. Dewas diharapkan dapat bertindak lebih jauh, misalnya dengan memeriksa pihak-pihak internal KPK atas dugaan pelanggaran kode etik.