Cegah Persekusi, Rumah Tahanan Militer Dilengkapi Teknologi Canggih
Rumah tahanan militer di Markas Polisi Militer Jaya/Jayakarta dilengkapi dengan teknologi informasi dan komunikasi untuk memantau para tahanannya. Namun, intervensi psikis bagi para tahanan juga perlu diperhatikan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa meresmikan instalasi tahanan militer yang berada di markas Polisi Militer Jaya/Jayakarta, Jakarta, Selasa (20/4/2021). Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di instalasi tahanan militer itu diharapkan mencegah persekusi tahanan.
Andika mengatakan, instalasi tahanan militer berkapasitas 83 orang itu merupakan rumah tahanan pertama di Indonesia yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Seluruh fasilitas di instalasi tahanan militer seluas 1.500 meter persegi telah diintegrasikan melalui pemrograman secara elektronik sehingga penerapannya dilakukan secara otomatis.
“Instalasi tahanan militer ini lebih manusiawi karena tidak mungkin lagi ada persekusi di dalam. Sebab segala bentuk gerakan tahanan dianalisis menggunakan kecerdasan buatan,” ujarnya.
Dalam instalasi tahanan militer, setiap tahanan dipasangi gelang keamanan untuk mendeteksi keberadaannya. Di sejumlah sudut dan ruangan juga dipasang kamera pamantau
Dalam instalasi tahanan militer, setiap tahanan dipasangi gelang keamanan untuk mendeteksi keberadaannya. Di sejumlah sudut dan ruangan juga dipasang kamera pamantau untuk mengawasi tahanan sekaligus menganalisa gerakan-gerakan dari tahanan selama berada di tahanan. Dengan fasilitas itu, diyakini tahanan tidak akan melakukan vandalisme, persekusi, maupun tindakan yang bisa mencederai diri sendiri.
Adapun pengerjaan instalasi tahanan militer itu menelan anggaran sekitar Rp 100 miliar. Pembangunannya dilakukan sejak tahun lalu dengan menggunakan anggaran 2020. Setelah itu, TNI AD pun berencana menambah satu lagi instalasi tahanan militer serupa pada tahun ini.
“Pertimbangannya di wilayah yang cukup padat populasi prajurit TNI AD, dipertimbangkan di Jawa Timur atau Jawa Barat,” tutur Andika.
Peneliti Center for Detention Studies (CDS) Gatot Goei mengungkapkan, selain teknologi yang mendukung sistem pengawasan tahanan, peningkatan pembinaan bagi tahanan atau narapidana penting untuk dilakukan. Intervensi terhadap tahanan itu dilakukan sebagai upaya koreksi atas kejahatan yang telah dilakukan.
Intervensi terhadap tahanan itu dilakukan sebagai upaya koreksi atas kejahatan yang telah dilakukan
Menurut dia, beberapa negara sudah melakukan hal tersebut dimana tahanan wajib mengikuti intervensi selama dalam masa tahanan. Misalnya, mengikuti program anger management, rehabilitasi untuk kasus ketergantungan alkohol dan obat-obatan terlarang, dan juga kunjungan keluarga. Intervensi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan seorang tahanan.
"Misalnya, mencegah seseorang untuk tidak bunuh diri dalam tahanan, tidak hanya diawasi lewat CCTV tetapi juga butuh intervensi psikis bagi seorang tahanan. Idealnya, tetap harus ada intervensi baik secara psikis maupun fisik bagi seorang tahanan. Karena posisinya sangat rentan bagi seorang tahanan, pertama bunuh diri, kedua melarikan diri, melawan petugas dan berkelahi di dalam," ujar Gatot.