Parpol Islam Beda Pendapat Soal Wacana ”Poros Islam”
Wacana pembentukan Poros Islam, yang terdiri dari partai-partai politik Islam, menimbulkan pro-kontra. Sebagian pihak setuju, namun kalangan lainnya tak sepakat karena khawatir terjadi polarisasi dan politik identitas.
JAKARTA, KOMPAS — Munculnya wacana tentang koalisi atau poros partai Islam mendapatkan beragam variasi pendapat dari sejumlah partai politik dengan genealogi serta asas Islam di Tanah Air. Belum adanya kesatuan pendapat ini menunjukkan wacana tersebut masih mentah dan belum jelas arahnya.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai partai berideologi Islam di Tanah Air, misalnya, membantah hanya akan membangun koalisi dengan partai politik (parpol) yang berasas sama atau berasal dari rumpun kepartaian sejenis. Bantahan ini disampaikan oleh Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, Sabtu (17/4/2021) di Jakarta, menyikapi beredarnya wacana pembentukan ”Poros Islam” dalam beberapa waktu terakhir ini, seusai pertemuan PPP dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Rabu lalu.
Wacana itu muncul setelah Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mendorong kedua parpol agar menginisiasi koalisi atau kerja sama sesama partai Islam. Selanjutnya, PBB akan turut serta dan mendukung koalisi tersebut.
”Saya menyambut baik pertemuan PKS dan PPP kemarin yang mulai membahas pembentukan poros tengah partai-partai Islam. Pemilu masih tiga tahun lagi. Namun, lebih cepat membahas hal di atas akan lebih baik,” kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/4/2021) di Jakarta.
Baca juga : Tantangan Partai Islam
Yusril mengatakan, dalam pemilu yang lalu ada tiga partai Islam yang ikut, yakni PKS, PPP, dan PBB. Oleh karena sekarang ini hanya PKS dan PPP yang punya wakil di DPR, menurut Yusril, alangkah baiknya jika kedua partai Islam ini mengambil inisiatif untuk membentuk koalisi atau poros tengah partai-partai Islam itu.
”PBB akan ikut aktif dalam pertemuan-pertemuan lanjutan yang nanti akan diadakan,” katanya.
PPP pada dasarnya adalah partai yang menjahit persatuan. Koalisi partai atau persahabatan politik yang ingin dibangun PPP dengan partai-partai lain ialah ajakan membangun peradaban Indonesia yang bermartabat.
Sekretaris Jenderal PKS Aboebakar Al Habsyi seusai pertemuan dengan PPP mengatakan, PKS dan PPP saling bersilaturahmi karena kedekatan ideologis. ”Pada hari ini, PPP dan PKS bersilaturahmi bersama karena PKS dan PPP memiliki kedekatan ideologis. Kedua partai telah mengeratkan silaturahmi mengokohkan komitmen untuk terus membangun Indonesia,” katanya, Rabu.
Untuk meluruskan wacana yang berkembang, Suharso mengatakan, PPP pada dasarnya adalah partai yang menjahit persatuan. Koalisi partai atau persahabatan politik yang ingin dibangun PPP dengan partai-partai lain ialah ajakan membangun peradaban Indonesia yang bermartabat. Peradaban yang diinginkan ialah peradaban yang membangun dan merawat kemajuan bangsa dan kebahagiaan warganya.
”Prinsip inilah yang mendasari ikhtiar membangun persahabatan politik yang dilakukan PPP dengan Partai Golkar, PKS, dan partai-partai lainnya,” kata Suharso, dalam keterangan pers, Sabtu.
Merawat Merah Putih
Sebelum bertemu dengan pengurus PKS, jajaran pengurus PPP di bawah Suharso juga bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan pengurus Golkar di kantornya, Maret lalu. Pertemuan dengan kedua parpol itu pun bagian dari rangkaian silaturahmi parpol dan upaya pengenalan pengurus baru PPP hasil Muktamar Makassar.
Oleh karena itu, lebih lanjut Suharso mengatakan, PPP tidak hanya ingin membangun persahabatan politik dengan partai berasas sama atau dari rumpun kepartaian sejenis saja. ”Kami siap secara proaktif menjadi jembatan di antara berbagai partai dan kelompok yang saling berbeda. Jadi, PPP bukan sekadar pembangun persahabatan antarpartai sejenis, PPP adalah penjahit persahabatan lintas dan multi atau berbagai ragam partai. Sebab, kami meyakini bahwa perbedaan merupakan sunatullah sekaligus rahmat Allah,” ucapnya.
Selain itu, PPP tidak akan pernah membangun koalisi atau persahabatan politik hanya dengan berorientasi pada tokoh atau figur. Jauh melampaui itu, lanjut Suharso, dasar pembangunan persahabatan politik PPP adalah komitmen bersama untuk menjahit tenun kebangsaan, merawat Merah Putih, dan menjemput masa depan bersama yang gemilang.
Terkait Pemilu 2024, Suharso mengakui partainya telah jauh-jauh hari mempersiapkan diri. Namun, partainya tidak akan terburu-buru menegaskan dukungan kepada siapa pun tanpa menimbang ketepatan waktu. Ia meminta semua pihak untuk sabar menunggu momen yang tepat.
Dihubungi terpisah, adanya wacana ”Poros Islam” disikapi positif oleh jajaran PKS. Ketua DPP PKS Mardani Ali sera mengatakan, wacana ini tentu merupakan inovasi yang sehat. Dengan adanya poros ini, kian awal publik tahu siapa calon presiden dan calon wakil presiden 2024. Hal itu akan membuat pilihan publik kian akurat dan rasional.
”Partai-partai Islam punya kesamaan agenda menjaga Indonesia berkah dengan basis religius dan kemajuan ekonomi dan layanan prima di bidang pendidikan dan kesehatannya. PKS pada posisi mendukung ide-ide substansial memajukan Indonesia,” katanya.
Wacana poros parpol Islam tentu merupakan inovasi yang sehat. Dengan adanya poros ini, kian awal publik tahu siapa calon presiden dan calon wakil presiden 2024.
Untuk tahap awal, konsolidasi poros partai Islam, lanjut Mardani, dapat menjadi batu loncatan membangun koalisi lebih fundamental dan punya tawaran gagasan Indonesia Maju. ”Partai mana saja, kita terbuka untuk dialog dan komunikasi. Dengan adanya keserentakan Pemilu 2024, musim semi pilpres memang datang lebih cepat,” ucapnya.
Baca juga : PKS Rumuskan Strategi Penggandaan Raihan Suara
Wacana ditolak
Pandangan berbeda disampaikan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan yang menolak wacana Poros Islam. Wacana itu dinilai kontraproduktif dengan upaya bangsa melakukan rekonsiliasi nasional pasca-Pemilu 2019 yang sangat panas dan terpolarisasi.
”Masih jelas dalam ingatan kita Pilpres 2019 begitu kuat menggunakan sentimen SARA dan politik aliran, politik identitas. Luka dan trauma yang ditimbulkan oleh ketegangan dan tarik-menarik itu masih terasa. Rakyat masih terbelah meskipun elite cepat saja bersatu. Buktinya, capres dan cawapres yang menjadi lawan dari pasangan pemenang kini sudah bergabung,” katanya.
Menanggapi wacana koalisi partai Islam 2024 itu, PAN melihat justru ini akan memperkuat politik aliran di negara Indonesia. Hal itu jelas sesuatu yang harus dihindari. Semua pihak harus berjuang untuk kebaikan dan kepentingan semua golongan.
”PAN saat ini sedang memperjuangkan dan memperkuat politik gagasan. Politik yang mengedepankan konsep dan program. Seharusnya saat ini kita bersama-sama berpikir untuk kesejahteraan rakyat, mewujudkan ide kesetaraan, merumuskan gagasan tentang kedaulatan, dan seterusnya,” kata Zulkifli.
PAN melihat wacana koalisi parpol Islam justru akan memperkuat politik aliran di negara Indonesia. Hal itu jelas sesuatu yang harus dihindari.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu mengatakan, kini saatnya semua pihak berpikir bagaimana agar Indonesia memiliki pemerintahan yang bersih, hukum yang adil, ekonomi yang setara, tidak lagi bergantung pada impor pangan dari negara lain, memperkuat militer dan pertahanan, serta menciptakan harmoni di tengah segala perbedaan yang ada.
”Gagasan PAN tentang Islam adalah Islam substansial, Islam tengah (wasathiyah), ajaran Islam yang diterjemahkan ke dalam berbagai dimensi kehidupan. Gagasan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Dalam bahasa Buya Hamka, Islam garam, bukan Islam gincu,” ucapnya.
Obrolan warkop
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memiliki pendukung loyal dari kalangan Islam tradisional, yakni Nahdlatul Ulama (NU), juga menilai wacana Poros Islam itu sekadar oborolan di warung kopi. Wacana itu juga belum jelas arahnya.
Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid, saat dihubungi, Sabtu dari Jakarta, menanggapi positif wacana soal poros parpol Islam sebagai upaya membangun kekuatan demokrasi dan persatuan yang lebih kuat. Namun di sisi lain, wacana tersebut dinilai justru bisa membuat publik terjebak pada polarisasi dan politik identitas.
”Hemat saya, bila tidak hati-hati, wacana ini bisa terjebak pada polarisasi dan politik identitas. Namun, wacana ini masih selevel obrolan warung kopi, tidak jelas format dan arahnya,” katanya.
Wakil Ketua MPR ini mengatakan, penggunaan istilah Poros Partai Islam juga menjadi persoalan tersendiri karena akan sulit diterima oleh publik. ”Tentu kami menyambut baik wacana soal Poros Parpol Islam, tetapi kalau namanya menggunakan nama Islam, enggak tahu di Indonesia ini mayoritas penduduknya Islam, tapi kalau ada embel-embel Islam kok justru kurang bisa diterima, jadi kecil. Misalnya rumah sakit Islam, bank Islam, dan lain-lain. Saya setuju pada semangatnya, tapi tidak harus menggunakan istilah Koalisi Partai Islam,” katanya.
Wacana koalisi parpol Islam dinilai justru bisa membuat publik terjebak pada polarisasi dan politik identitas.
Anggota Komisi III DPR ini mengatakan, penggunaan istilah lain, misalnya Koalisi Kebangkitan dan Keadilan atau Koalisi Persatuan Indonesia, justru lebih bisa diterima publik. ”Daripada menggunakan kosakata Islam karena Islam itu agama, jadi mungkin di Indonesia ini malah mengecilkan poros itu sendiri,” urainya.
Namun, politikus yang akrab disapa Gus Jazil ini menegaskan bahwa wacana tersebut baru sebatas obrolan warung kopi yang tidak jelas format dan arahnya. ”Tetapi kita, politik Indonesia ini butuh sesuatu yang baru, butuh alternatif-alternatif yang baru dari parpol maupun tokoh-tokoh parpol untuk menawarkan ide-ide segar untuk Indonesia, untuk pemberdayaan. Saya pikir itu yang menjadi poinnya,” tuturnya.
Karena itu, kata Jazilul, pembentukan Koalisi Poros Partai Islam tidak akan terjadi jika harus memaksakan penggunaan istilah agama. ”Tapi bahwa idenya dari moralitas Islam, itu iya. Tapi kalau formalitas menggunakan istilah Islam, saya tidak terlalu yakin. Lebih baik dikatakan Poros Kebangkitan, Poros Keadilan, atau Poros Persatuan yang arahnya untuk menawarkan ide-ide baru bagi penguatan demokrasi, sekaligus penguatan ekonomi umat, pemberdayaan umat, pendidikan, dan macam-macam, jadi harus ada langkah-langkahnya,” tuturnya.