Program Sistem Integritas Partai Politik yang dibuat KPK diharapkan bisa diimplementasikan di semua partai politik. Partai politik memiliki peran besar dalam mengatasi persoalan korupsi di sektor politik.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA
Pekerja membersihkan logo Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung KPK, Jakarta, Senin (5/2/2018).
JAKARTA, KOMPAS — Partai politik memiliki peran besar dalam mengatasi persoalan korupsi di sektor politik. Salah satu usaha yang dapat dilakukan, yakni dengan menciptakan partai politik yang berintegritas.
Indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2020 yang dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII) pada Januari lalu menunjukkan ada penurunan dua poin yang dikontribusikan pada varieties of democracy. Hal tersebut menandakan korupsi politik masih terjadi pada sistem politik di Indonesia. Adapun IPK Indonesia tahun 2020 ada di skor 37 atau turun tiga poin dibandingkan 2019.
Dalam kunjungan ke Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Jakarta, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Wardiana mengatakan, partai politik memiliki peran yang besar dalam mengatasi persoalan korupsi di sektor politik. Untuk bisa meningkatkan nilai IPK Indonesia, dibutuhkan integritas, akuntabel, transparansi dalam pengawasan keuangan, dan kaderisasi dari partai politik.
Wawan menyampaikan, KPK memiliki program Sistem Integritas Partai Politik (SIPP). ”Di dalamnya ada lima hal yang harus diperhatikan oleh partai politik, yaitu kode etik, perekrutan, kaderisasi, pengelolaan keuangan, dan demokrasi internal,” kata Wawan, Jumat (16/4/2021).
Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kumbul Kusdwijanto Sudjadi menyampaikan materi saat sosialisasi penerapan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) di Kantor DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Jakarta, Jumat (16/4/2021).
Ia berharap, SIPP diimplementasikan di semua partai politik. Sebelum ke PSI, KPK sudah melakukan sosialisasi SIPP ke PDI-Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Gerindra, dan Partai Keadilan Sejahtera. Ia menargetkkan, sosialisasi tersebut dapat selesai dalam dua minggu ini.
Ke depan, KPK akan mengundang ketua dan sekjen partai ke KPK untuk berbicara hal ini dengan pimpinan. Dengan SIPP ini, kata Wawan, partai politik diharapkan berintegritas.
Bantuan partai politik
KPK juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan bantuan pendanaan kepada partai politik. KPK mengusulkan Rp 8.000 per suara, sedangkan idealnya Rp 16.000 per suara. Namun, pemerintah hanya menyanggupi Rp 1.000 per suara. Wawan berharap, bantuan tersebut dapat ditingkatkan pada tahun ini atau tahun depan.
Meskipun demikian, ia menegaskan, bantuan dari pemerintah tersebut harus diikuti dengan implementasi SIPP. Wawan berharap, pemberian bantuan tersebut tidak hanya dihitung berdasarkan jumlah suara saja, tetapi berdasarkan persentase implementasi SIPP.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Deretan bendera partai politik peserta Pemilu Serentak 2019 menghiasi jalan layang di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (7/4/2019).
Menurut Wawan, peningkatan pendanaan untuk partai tersebut sangat dibutuhkan. Sebab, partai politik belum bisa membantu calon atau kadernya karena untuk operasional sehari-hari masih kurang.
”Dengan bantuan pemerintah kepada partai politik, bisa membantu minimal operasional dari partai politik. Dalam hal ini kaderisasi, perekrutan supaya benar. Orang tidak tiba-tiba menjadi pimpinan, tetapi ada kaderisasinya dan perekrutan yang baik. Harapannya, dana bantuan pemerintah itu bisa digunakan selain untuk dana operasional sehari-hari,” kata Wawan.
Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal PSI Dea Tunggaesti mengatakan, PSI akan terus konsisten menjadi salah satu penegak antikorupsi. Ia menuturkan, usaha tersebut dilakukan mulai dari kaderisasi dengan melakukan konvensi bersama dengan panelis. Semua orang tidak bisa tiba-tiba menjadi anggota legislatif atau eksekutif.
Konvensi tersebut dilakukan secara terbuka dan tidak menggunakan mahar. ”Kalau memang dia berkompeten, hasil konvensi itu baik, kami berikan rekomendasi secara cuma-cuma,” kata Dea.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Pelaksana Tugas Sekjen DPP Partai Solidaritas Indonesia Dea Tunggaesti saat sosialisasi penerapan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di Kantor DPP PSI, Jakarta, Jumat (16/4/2021).
Ia menjelaskan, dengan cara tersebut, PSI mencoba memutus mata rantai korupsi. Seseorang tidak memakai uang agar terpilih. Alhasil, ketika terpilih, ia tidak akan mencari uang untuk mengembalikan modalnya.
Dea mengakui, bantuan pemerintah kepada partai politik sangat penting. Bantuan tersebut dapat membantu partai politik agar tidak terlalu berat dalam mencari dana dari masyarakat. PSI berkomitmen untuk menjalankan program SIPP tersebut.
Peneliti TII, Alvin Nicola, mengatakan, hasil IPK Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir mengindikasikan perlunya reformasi hal-hal yang fundamental dalam sistem politik di Indonesia, terutama pada pendanaan pemilu dan kampanye. Menurut Alvin, perlu ada aturan dan penegakan dana kampanye yang lebih efektif.
”Semangat utamanya adalah mendesain sistem kampanye yang berbiaya rendah. Jadi, calon kepala daerah tidak akan tersandera sehingga mampu mencegah potensi kick back (suap),” kata Alvin. Selain itu, perlu ada penguatan instrumen pengawasan dana kampanye. Pengawasan tersebut harus melampaui persoalan administratif semata.