KPU akan merevisi PKPU tentang Pencalonan Kepala Daerah setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilkada Sabu Raijua. Perlu ada penegasan syarat status kewarganegaraan calon dan verifikasi terhadapnya.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Putusan Mahkamah Konstitusi tentang sengketa Pilkada Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, akan dijadikan bahan evaluasi dan penyempurnaan Peraturan KPU atau PKPU tentang Pencalonan Kepala Daerah. Hal ini dilakukan agar kejadian lolosnya warga negara asing sebagai calon kepala daerah tidak kembali terulang.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, di Jakarta, Jumat (16/4/2021), mengatakan, KPU akan mencermati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perselisihan hasil Pilkada Sabu Raijua yang mendiskualifikasi pasangan Orient P Riwu Kore-Thobias Uly. Jika dalam evaluasi ditemukan ada permasalahan dalam implementasinya, PKPU Nomor 1 tentang Pencalonan Pilkada akan direvisi.
Kajian terhadap dua putusan itu, yakni Sabu Raijua dan Boven Digoel, menjadi bahan pertimbangan hukum untuk menyempurnakan PKPU agar kejadian di kedua daerah tidak terulang di pilkada mendatang.
Saat ini, Biro Pengaturan Perundang-undangan KPU juga tengah mengkaji putusan MK terkait sengketa Pilkada Perselisihan Hasil Pilkada Boven Digoel. Kajian terhadap dua putusan itu, yakni Sabu Raijua dan Boven Digoel, menjadi bahan pertimbangan hukum untuk menyempurnakan PKPU agar kejadian di kedua daerah tidak terulang di pilkada mendatang.
”Menuju Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, kami masih memiliki sedikit waktu untuk mengevaluasi dan menyempurnakan PKPU, termasuk PKPU tentang Pencalonan Pilkada, karena aturan perundang-undangan yang digunakan masih sama,” kata Raka.
Putusan MK tentang Pilkada Sabu Raijua, lanjut dia, menjadi bahan evaluasi bagi penyelenggara dan peserta agar semakin jujur dan terbuka memberikan dokumen administrasinya. Sebab, dalam prosesnya, KPU dinilai telah melaksanakan tahapan sesuai regulasi yang ada.
”Selain penyempurnaan peraturan, kejujuran dan keterbukaan masing-masing pihak terkait pencalonan sangat penting agar praktik pilkada sebagai praktik ketatanegaraan bisa berjalan baik,” ucap Raka.
Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan PKPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencalonan masih mengasumsikan semua bakal calon yang mendaftar adalah warga negara Indonesia.
Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, menilai, Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan PKPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencalonan masih mengasumsikan semua bakal calon yang mendaftar adalah warga negara Indonesia. Kedua aturan itu tidak secara spesifik mengantisipasi adanya warga negara asing yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Dalam Pasal 7 UU Pilkada hanya disebutkan, setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai calon kepala daerah. Adapun Pasal 4 PKPU tentang Pencalonan Kepala Daerah menggunakan frasa semua calon kepala daerah adalah warga negara Indonesia yang memenuhi sejumlah persyaratan. Di dalam persyaratan tersebut, tidak ada satu pun syarat yang bisa memastikan seluruh kandidat merupakan warga negara Indonesia.
”Dengan demikian, tidak ada mekanisme pengecekan kewarganegaraan selain dari dokumen Kartu Tanda Penduduk elektronik yang memuat kolom kewarganegaraan,” ucapnya.
Oleh sebab itu, perbaikan aturan pencalonan perlu segera dilakukan. KPU bisa mengubah PKPU tentang Pencalonan tanpa perlu menunggu perubahan UU Pilkada. Salah satunya menambah syarat warga negara Indonesia dan menambah poin yang menyatakan sebagai warga negara Indonesia dalam surat pernyataan bakal calon kepala daerah.
“Pernyataan kewarganegaraan sebagai salah satu syarat pencalonan membuat KPU harus melakukan pengecekan dan mengikat bakal calon untuk jujur mengenai status kewarganegaraannya. Jika saat pengecekan ternyata tidak sesuai, bakal calon bisa tidak memenuhi syarat sekaligus bisa dijerat pidana karena menyampaikan informasi palsu,” katanya.
Dalam proses verifikasi kewarganegaraan calon, KPU perlu bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Kementerian Luar Negeri.
”Seluruh nama bakal calon kepala daerah dilakukan pengecekan kewarganegaraan melalui kedutaan besar untuk memastikan bahwa seluruh yang mendaftar adalah warga negara Indonesia,” tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, MK dalam putusannya, Kamis (15/4/2021), membatalkan penetapan Orient dan pasangannya, Thobias Uly, sebagai bupati dan wakil bupati terpilih Sabu Raijua. Selain itu, MK memutuskan pemungutan suara ulang tanpa melibatkan pasangan Orient-Thobias.
Putusan itu dijatuhkan karena Orient berkewarganegaraan Amerika Serikat. Padahal syarat pencalonan di pilkada mengharuskan calon kepala daerah berkewarganegaraan Indonesia.
Anggaran
Sementara itu, terkait pelaksanaan pemungutan suara ulang di Sabu Raijua, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto mengatakan, pihaknya masih harus memastikan terlebih dahulu postur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten tersebut. Setelah itu, Kemendagri baru dapat mengetahui kesiapan Pemda Sabu Raijua untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang (PSU).
”Prinsipnya, saat ini tidak ada pendanaan dari pusat,” ujar Ardian.
Sebelumnya, sejumlah pihak menilai pelaksanaan pemungutan suara ulang di Sabu Raijua akan memberatkan beban pemda setempat. Pasalnya, Sabu Raijua sedang memperbaiki wilayahnya pascabadai Seroja dan juga menghadapi pandemi Covid-19.
Tokoh masyarakat Sabu Raijua, Joe Rihi Ga, mengatakan, masyarakat Sabu Raijua saat ini butuh makan dan minum serta terbangunnya rumah layak huni seperti sebelum badai Seroja. Mereka meminta perhatian pemerintah menangani bencana badai Seroja, yang memorakporandakan pulau itu.
Kerusakan rumah terparah di NTT, ada di Sabu Raijua. Hal itu terjadi karena pusat badai Seroja ada di Laut Sawu, Pulau Sawu (Sabu). Sabu paling berdampak karena pulau itu tidak memiliki gunung dan hutan.
PSU di Sabu Raijua diharapkan jangan membebankan keuangan daerah. Pemerintah provinsi atau pemerintah pusat perlu mengalokasikan anggaran untuk PSU itu sehingga tidak membebani APBD Sabu Raijua
Joe Rini Ga meminta PSU di Sabu Raijua jangan membebankan keuangan daerah. Pemerintah provinsi atau pemerintah pusat perlu mengalokasikan anggaran untuk PSU itu sehingga tidak membebani APBD Sabu Raijua.
Ardian berpandangan, rencana penyelenggaraan PSU harus dipersiapkan secara matang oleh penyelenggara dan dikoordinasikan kepada pemda setempat. Selanjutnya, kebutuhan anggaran PSU juga harus dihitung secara detail.
Dari hasil pemetaan kebutuhan anggaran itu, penyelenggara dan pemda diharapkan dapat menggunakan sisa dana naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) dari pergelaran pilkada pada 9 Desember 2020.
”Keuangan ini, kan, sifatnya mutlak, maka harus dikoordinasikan dulu antara pihak penyelenggara dan pemda untuk mengetahui angka pasti dari kebutuhan anggaran PSU-nya,” ucap Ardian.