MA memperberat hukuman Yul Dirga, mantan pegawai pajak yang juga terdakwa kasus suap restitusi pajak. MA menilai terdakwa berperan signifikan sebagai penentu untuk memuluskan permohonan pengajuan restitusi pajak.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung memperberat hukuman bekas Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga Jakarta Yul Dirga. MA menilai, Yul Dirga mempunyai peran yang signifikan sebagai penentu untuk memuluskan permohonan pengajuan restitusi pajak sehingga pidana yang dijatuhkan perlu diperberat.
Majelis kasasi menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa menjadi 7 tahun 6 bulan, denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurangan. Selain itu, terdakwa juga harus membayar uang pengganti 18.425 dollar AS ditambah 14.400 dollar AS dan Rp 50 juta subsider dua tahun penjara.
Putusan tersebut dijatuhkan majelis hakim kasasi dengan ketua majelis Suhadi. Sebagai hakim anggota ada Ansori dan Agus Yunianto. Putusan dibacakan pada sidang terbuka untuk umum pada 13 April 2021.
Sebelumnya, majelis hakim pada Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Yul Dirga terbukti bersalah dalam kasus suap terkait restitusi pajak yang melibatkan PT Wahana Auto Ekamarga (PT WAE). Hakim menilai Yul Dirga terbukti menerima suap 34.625 dollar AS dan Rp 25 juta dari Komisaris PT WAE Darwin Maspolim dan Chief Financial Officer Wearnes Automotive PTE, LTD Katherine Tan Foong Ching (Kompas.com, 1/7/2020).
Majelis hakim menjatuhkan hukuman 6 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti 18.425 dollar AS, 14.400 dollar AS, dan Rp 50 juta subsider 2 tahun penjara. Putusan tersebut sama dengan putusan pada tingkat banding.
Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro, saat dihubungi, Kamis (15/4/2021), mengatakan, menurut majelis hakim kasasi, alasan-alasan kasasi yang diajukan penuntut umum dan Yul Dirga tidak beralasan menurut hukum. Namun, pidana yang dijatuhkan kepada Yul Dirga, menurut majelis hakim kasasi, perlu diperbaiki.
”Ada keadaan yang memberatkan terdakwa yang tidak dipertimbangkan oleh judex facti (Pengadilan Tipikor),” kata Andi.
Andi menjelaskan, terdakwa mempunyai peran yang signifikan sebagai penentu untuk memuluskan permohonan pengajuan restitusi pajak. Karena itu, pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa perlu diperberat.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan, putusan di tingkat akhir, yaitu kasasi di MA ini telah berkekuatan hukum tetap, sehingga jaksa eksekutor KPK akan melaksanakan putusan tersebut. KPK masih menunggu salinan putusan tersebut dan berharap MA segera mengirimkan salinan putusan atau petikan putusannya.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengatakan, putusan ini berbeda dengan putusan MA sebelumnya yang lebih banyak meringankan para terdakwa tindak pidana korupsi.
Menurut Zaenur, dengan memperberat hukuman, diharapkan akan ada efek jera. ”Dengan pidana badan yang sangat ringan, efek jera tidak akan ada. Orang tidak akan takut untuk melakukan korupsi,” tuturnya.
Ia menuturkan, korupsi masih terjadi di bidang perpajakan karena sektor ini menjadi salah satu area yang sangat rawan korupsi. Sebab, sektor ini berkaitan dengan dana yang sangat besar dan berkaitan dengan nilai pendapatan negara.
Ada kewenangan yang sangat besar yang dimiliki petugas pajak sehingga rawan terjadi suap-menyuap, khususnya suap dari wajib pajak kepada petugas pajak. Menurut Zaenur, kewenangan yang besar tersebut harus diikuti dengan pengawasan yang ketat. Selain itu, juga dengan menerapkan ISO 37001 atau standar internasional yang berkaitan dengan antikorupsi dan suap.