Awasi THR, Buruh Minta Menteri Tenaga Kerja Bentuk Satgas THR
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani Nena Wea berharap Menteri Tenaga Kerja bentuk Satuan Tugas Tunjangan Hari Raya. Harapan itu disampaikan seusai bertemu Presiden Jokowi di Istana Merdeka.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk memastikan tunjangan hari raya dibayarkan pengusaha, semestinya ada Satuan Tugas atau Satgas THR. Tim ini akan mengawasi kebijakan pemerintah dilaksanakan dan hak buruh diberikan THR sesuai aturan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea menyampaikan harapannya seusai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (14/4/2021). Gani berharap Menteri Ketenagakerjaan segera membentuk Satgas THR, yang terdiri atas perwakilan pemerintah, buruh, dan pengusaha. Dengan demikian, ketika ada perusahaan yang tidak membayarkan THR secara penuh, Satgas THR ini bisa segera menanganinya.
Pengawasan pemenuhan kewajiban membayar THR menjadi penting. ”Hal paling penting dalam kebijakan THR ini, pengawasan dan sanksi yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang tidak memberikan THR secara utuh,” tutur Andi Gani kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan.
Sebelumnya, melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/IV/2021 mengharuskan semua perusahaan, baik terdampak pandemi Covid-19 maupun tidak, untuk membayar THR secara utuh dan tepat waktu. Pembayaran THR dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya Lebaran.
”Hal paling penting dalam kebijakan THR ini, pengawasan dan sanksi yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang tidak memberikan THR secara utuh.”
Perusahaan yang tidak mampu membayar THR diminta memanfaatkan berbagai stimulus yang disediakan pemerintah untuk dunia usaha. Jika perusahaan tidak memenuhi kewajiban membayar THR, pemerintah akan menjatuhkan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Adapun sanksi diberikan secara bertahap mulai dari teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, sampai pembekuan kegiatan usaha.
Terkait ketidakmampuan membayar THR, disebutkan, perusahaan yang tidak mampu membayar THR harus terlebih dahulu membuktikannya dengan membuka laporan keuangan internalnya selama dua tahun terakhir secara transparan kepada pekerja. Selain itu, juga mengadakan dialog bipartit, dan melapor kepada pemerintah.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah sebelumnya mengatakan, jika perusahaan terbukti benar-benar tidak mampu, kelonggaran pembayaran THR diberikan sampai paling lambat satu hari sebelum Lebaran, tanpa dicicil atau ditunda.
Kebijakan ini diapresiasi juga oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal secara terpisah. ”Kami mengapresiasi kebijakan Menteri Tenaga Kerja dan ini seirama dengan tuntutan KSPI serta buruh Indonesia supaya THR dibayar secara penuh tujuh hari sebelum Lebaran,” tutur Said Iqbal.
Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat terdapat 410 laporan pengaduan pembayaran THR Lebaran tahun 2020. Sebanyak 307 perusahaan sudah melunasinya, tetapi 103 lainnya masih dalam proses pemeriksaan. Beberapa kasus akhirnya diselesaikan melalui perselisihan hubungan industrial.
Ada THR 2020 yang belum dibayar
”Karena itu, harus ada ketegasan pemerintah untuk memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang tidak menjalankan kewajibannya.”
Sementara itu, Serikat Pekerja Nasional mencatat sampai Maret 2021 masih ada 1.478 pekerja di wilayah Jabodetabek yang belum menerima THR secara penuh. Andi Gani membenarkan, masih ada perusahaan yang sampai hari ini belum menyelesaikan pembayaran THR tahun 2020.
”Karena itu, harus ada ketegasan pemerintah untuk memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang tidak menjalankan kewajibannya,” tambah Andi.
Masalahnya dari perusahaan yang belum menyelesaikan kewajiban THR di tahun 2020, belum ada sanksi tegas. Karena itu, Andi meminta ada Satgas THR secara tripartit. Adanya Satgas THR diharap bisa secara berimbang memberikan masukan.
Said Iqbal menambahkan, THR yang dibayar secara penuh akan meningkatkan daya beli masyarakat termasuk buruh. Konsumsi juga akan naik yang diharapkan akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali positif.