Jokowi, Atta-Aurel, dan Kecermatan Komunikasi
Kehadiran Presiden Jokowi dalam pernikahan Atta Halilintar-Aurel Hermansyah mengundang kritik. Ini sekaligus mengingatkan bahwa penyebaran informasi seputar kegiatan Presiden di media sosial perlu manajemen cermat.
Upacara pernikahan yang hikmat dan semarak adalah impian setiap mempelai dan orangtua. Dan, siapa tak bangga jika Presiden Republik Indonesia menjadi saksinya. Namun, orangtua mana juga yang tak memendam malu sekaligus marah tatkala menerima gempuran murka dari aparat negara di tengah suasana hari bahagia dalam media sosial yang kebetulan tak dihadiri Presiden. Sebaliknya, di mana letak keadilan jika pesohor seolah mendapat keistimewaan karena kehadiran seorang Presiden saat perhelatannya. Inilah tantangan bagaimana komunikasi publik harus dilakukan dengan bijak dan sepatutnya.
Beberapa hari terakhir, media sosial heboh gara-gara unggahan video dan foto Presiden Joko Widodo yang menghadiri upacara pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah di salah satu hotel berbintang lima di Jakarta, Sabtu (3/4/2021). Aurel adalah putri penyanyi Anang Hermansyah. Sementara Atta adalah ”raja” youtuber Indonesia dengan 27 juta pengikut dan 3,19 miliar pemirsa per 8 April 2021.
Presiden, didampingi Ibu Iriana Joko Widodo, hadir bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Ketua MPR Bambang Soesatyo. Presiden dan Prabowo hadir sebagai saksi akad nikah pernikahan keluarga pesohor tersebut. Kegiatan ini didokumentasikan Biro Pers Media dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden.
Videonya kemudian diunggah pada akun Sekretariat Presiden di Youtube dan fotonya diunggah pada akun Sekretariat Negara di Twitter. Pemuatan materi dokumentasi dilakukan pada hari yang sama pukul 18.00 WIB atau sekitar empat jam seusai acara.
Baca juga : Komunikasi Kritik, Kualitas Demokrasi, dan Kemajuan Bangsa
Unggahan video pada akun Sekretariat Presiden di Youtube diberi judul ”Presiden Jokowi Hadiri Pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah”. Durasinya 2 menit 5 detik. Hanya visual tanpa narasi dengan musik sebagai suara latarnya. Video itu menampilkan Presiden, mulai kedatangan, saat menjadi saksi, hingga waktu memberi ucapan selamat kepada mempelai dan orangtua mempelai.
Sementara empat foto diunggah pada akun Sekretariat Negara di Twitter. Tiga foto saat Presiden menjadi saksi dan satu foto saat Presiden mengucapkan selamat kepada mempelai. Cuitan yang menyertainya berbunyi, ”Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Hadiri Akad Nikah Aurel dan Atta”.
Melihat ini, kasihan dibentak-bentak sambil tangannya di pinggang. Padahal, dibilangin secara santun juga pasti akan mengerti. Apakah Mas Anang kemarin sempat diginikan juga sama petugas. (Akun Del’v)
Sontak warganet pun membanjiri kedua akun milik lembaga negara tersebut, sejak hari pertama hingga hari ini. Tanggapan pro dan kontra bergelombang. Dari pemantauan sepintas, tanggapan kontra atau kritis menjadi kelompok mayoritas. Salah satunya datang dari cuitan akun Del’v di Twitter yang mempersoalkan perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap rakyat.
Dalam responsnya, akun itu membagikan tautan video pendek yang kemungkinan sudah beredar di media sosial beberapa waktu lalu sebagai pembanding. Dalam video itu, seseorang yang diperkirakan ayah mempelai sedang dibentak-bentak polisi di samping rumahnya karena menggelar resepsi pernikahan anaknya di masa pandemi Covid-19. Kemungkinan, resepsi tidak menjalankan protokol kesehatan. Di bagian akhir, polisi memutuskan membawa empunya hajatan ke kantor kepolisian setempat untuk pemeriksaan lebih lanjut.
”Melihat ini, kasihan dibentak-bentak sambil tangannya di pinggang. Padahal dibilangin secara santun juga pasti akan mengerti. Apakah Mas Anang kemarin sempat diginikan juga sama petugas,” cuit akun Del’v.
Tanggapan senada datang dari akun I Gusti Nyoman Ariawan. Cuitnya demikian. ”Acara keagamaan dan pentas kebudayaan dilarang keras. Ehh giliran si Atta nikahan, dihadiri Presiden @Jokowi dan di-publish akun Sekretariat Negara”.
Banyak juga yang mempersoalkan penggunaan akun media sosial milik negara untuk menyebarkan informasi yang bukan termasuk acara kenegaraan dan tak memiliki relevansi untuk kepentingan masyarakat itu. Bisa jadi tanggapan semacam ini adalah yang paling banyak jumlahnya.
Namun, di sisi lain, ada warganet yang tetap mendukung Presiden. Akun Revan, misalnya, menulis, ”Liat-lah di komen, banyak orang yg iri krna ga diundang jdi-nya banding-bandingin sm pernikahan org biasa. Pdhl udh keliatan jg klo pernikahannya Atta itu emng bersih dan aman”.
Akun Ida Retnowati menyebutkan, ”Terima kasih Pak Jokowi dan Ibu Iriana telah berkenan hadir di acara akad Atta Aurel, idola kami, panutan kami, sehat selalu buat Bapak dan keluarga”.
Sampai Rabu (7/4/2021) pukul 17.00 WIB, video kehadiran Presiden di acara pernikahan Atta-Aurel pada akun Sekretariat Presiden di Youtube telah ditonton oleh lebih dari 2,3 juta pemirsa. Sedikitnya 14.000 warganet memberikan komentar. Sekitar 53.000 warganet menyatakan suka dan lebih dari 18.000 warganet menyatakan tidak suka.
Selain itu, lebih dari 12.000 warganet mencuit ulang status akun Sekretariat Negara itu dengan menyertakan komentar. Sebanyak 1.923 warganet lainnya mencuitkannya kembali tanpa menyertakan komentar. Sementara 8.010 warganet menyatakan suka.
Protokol kesehatan
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, melalui siaran persnya, Kamis, mengatakan, di tengah kesibukannya mengurus masalah kesehatan dan ekonomi dampak pandemi Covid-19, Presiden menyempatkan hadir untuk memenuhi undangan tertulis dari Atta. Kehadiran Presiden dalam pernikahan diminta oleh Anang Hermansyah dan Bambang Soesatyo untuk menjadi saksi akad nikah Atta-Aurel.
Acara pernikahan yang dihadiri Presiden menjalankan protokol kesehatan ketat. Sementara acara pernikahan yang berujung kasus hukum, seperti di media sosial, tidak.
Seperti halnya jika melakukan kunjungan ke daerah, kehadiran Presiden juga mempertimbangkan pelaksanaan protokol kesehatan di masa pandemi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
”Semua yang hadir juga telah menjalani swab PCR satu hari sebelumnya. Artinya, seluruh syarat protokol kesehatan sudah dijalankan secara ketat dan Presiden menghadiri acara yang boleh diselenggarakan di mata hukum,” kata Bey, mengutip SK Kepala Dinas Parekraf Provinsi DKI Jakarta Nomor 248 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro pada Sektor Usaha Pariwisata.
Terkait komentar warganet yang menganggap sikap pemerintah diskriminatif kepada masyarakat di masa pandemi, Bey menjelaskan bahwa itu tidak benar. Acara pernikahan yang dihadiri Presiden menjalankan protokol kesehatan ketat. Sementara acara pernikahan yang berujung kasus hukum, seperti di media sosial, tidak.
”Janganlah membandingkan kehadiran Presiden ke sebuah acara akad nikah yang sangat disiplin menjalankan protokol kesehatan dengan suatu resepsi pernikahan yang sangat terlihat kerumunan dan dihadiri undangan yang bahkan tanpa mengenakan masker,” kata Bey.
Ihwal pemuatan foto dan video di akun Sekretariat Negara dan Sekretariat Presiden, Bey menegaskan, hal itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa Presiden sangat disiplin menjalankan protokol kesehatan. ”Kami perlu menunjukkan kepada masyarakat bahwa Presiden itu sangat-sangat disiplin,” kata Bey.
Hal senada diungkapkan Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman. Ia mengatakan, Presiden bersama Ibu Iriana hadir sebagai pribadi dalam akad nikah Atta dan Aurel. Presiden hadir memenuhi undangan keluarga. ”Pihak panitia atau keluarga perkawinan sudah memenuhi semua protokol kesehatan,” kata Fadjroel.
Kegiatan Presiden menghadiri undangan pernikahan itu bukanlah yang pertama. Sebelumnya, Presiden secara pribadi juga telah beberapa kali memenuhi undangan resepsi pernikahan. Di antaranya, pernikahan anggota Pasukan Pengamanan Presiden, pernikahan wartawan Istana Kepresidenan yang juga putri seniman Sudjiwo Tedjo, pernikahan anak seorang pawang rusa di Istana Bogor, pernikahan keluarga pengemudi mobil presiden, dan pernikahan putra pelayan Istana Kepresidenan.
”Kalau dulu ada Youtube, tentu saya akan masukkan juga video tersebut ke Youtube,” kata Bey seraya mengirim video Presiden saat menghadiri undangan pernikahan anak seorang pawang rusa di Istana Bogor, yang videonya diunggahdi http://video.istanapresiden.go.id.
Penyebaran informasi seputar kegiatan dan kebijakan Presiden di media sosial memang memerlukan manajemen cermat.
Perlu kecermatan
Apa pun, penyebaran informasi seputar kegiatan dan kebijakan Presiden di media sosial memang memerlukan manajemen cermat. Hal itu disampaikan Direktur Digital Media and Communication Research Center (Decode) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Muhammad Sulhan. Menurut dia, penyebaran informasi seputar kegiatan dan kebijakan Presiden di media sosial perlu manajemen yang cermat. Untuk itu, pertama-tama yang harus dipahami adalah bahwa terdapat beberapa platform media sosial yang masing-masing punya karakter khas. Dengan demikian, cara penanganannya pun berbeda pula.
”Dalam hal ini, barangkali ada titik yang tak terjangkau, yakni pada titik antisipasi efek. Manajemen komunikasi di pemerintahan itu ada tahapannya dan penting sekali dilakukan, terutama untuk materi-materi yang orientasinya cepat disosialisasikan. Kalau manajemen komunikasi ini tidak dilakukan dengan disiplin, bisa jadi kontraproduktif secara politik,” kata Sulhan.
Baca juga : Komunikasi Politik Menjadi Perhatian
Pengajar Komunikasi Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, Salvatore Simarmata, berpendapat, kegiatan privat yang didistribusikan melalui media sosial lembaga negara pada dasarnya tidak etis. Alasannya, penggunaan media sosial milik lembaga negara harus ditempatkan dalam ranah kepentingan publik, bukan ranah kepentingan privat.
Jika akun Sekretariat Negara dan Sekretariat Presiden mengunggah materi tentang kegiatan privat, menurut Simarmata, itu bisa karena alpa atau sengaja. Alpa yang dimaksud, misalnya, berkaitan dengan adanya kelemahan dalam manajemen komunikasi. Sementara jika disengaja, hal itu tentu memiliki maksud tertentu.
Personalisasi politik, Simarmata menduga, menjadi faktor yang memungkinkan panggung kepentingan publik digunakan untuk kepentingan privat. Personalisasi politik adalah kondisi ketika fokus dan orientasi lembaga negara didominasi kepentingan individu untuk mengapitalisasi sumber daya yang ada guna meraih tujuan tertentu seperti popularitas.
Simon Sinek, pembicara internasional dan penulis buku-buku kepemimpinan dan manajemen asal Amerika Serikat, suatu ketika mengatakan, ”Marketing yang baik menawarkan pandangan terhadap dunia. Marketing yang buruk menawarkan produk untuk dibeli.” Jadi, apa pun memang harus cermat.