Di rapat paripurna DPR, Jumat, DPR setuju atas perubahan nomenklatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, serta Kementerian Investasi. Ruang "reshuffle" kabinet pun terbuka.
Oleh
(REK/BOW/SYA/INA/MED/HAR)
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Potensi perubahan atau "reshuffle" kabinet, kini terbuka pasca keputusan DPR menyetujui permintaan dari Presiden Joko Widodo untuk peningkatan status lembaga menjadi kementerian dan penggabungan dua kementerian menjadi satu. Perubahan nomenklatur lembaga dan kementerian, akan berdampak pada penataan kelembagaan, organisasional, termasuk posisi dan jabatan menteri.
Saat rapat paripurna penutupan masa sidang IV DPR 2020-2021, Jumat (9/4/2021), di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, DPR setuju terhadap perubahan nomenklatur tiga kementerian, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, serta Kementerian Investasi. Permintaan perubahan nomenklatur sebelumnya disampaikan Presiden Jokowi melalui surat Nomor R-14/Pres/03/2021 tentahg Pertimbangan Pengubahan Kementerian.
Pimpinan sidang paripurna, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, rapat Badan Musyawarah, Kamis (8/4) lalu, membahas surat presiden. Rapat Bamus menyepakati dua hal, penggabungan sebagian tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Juga pembentukan Kementerian Investasi untuk tingkatkan investasi dan penciptaan lapangan kerja.
“Kami selaku pimpinan rapat akan menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat, apakah hasil keputusan rapat Badan Musyawarah pengganti rapat konsultasi terhadap pertimbangan penggabungan dan pembentukan kementerian dapat disetujui?” tanya Dasco kepada peserta. Pertanyaan itu dijawab dengan kata setuju.
“Kami selaku pimpinan rapat akan menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat, apakah hasil keputusan rapat Badan Musyawarah pengganti rapat konsultasi terhadap pertimbangan penggabungan dan pembentukan kementerian dapat disetujui?”
Penataan lembaga
Dari informasi yang ditelusuri Kompas, akibat perubahan nomenklatur dan penggabungan, jumlah kementerian tetap sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2019 tentang Kementerian Negara. Badan Penanaman Modal (BKPM) akan ditingkatkan jadi Kementerian Investasi, dan Kementerian Dikbud menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Adapun Bahlil Lahadalia akan menjadi menteri meskipun saat ini jabatannya sebagai Kepala BKPM sudah setingkat menteri.
"Jadi sebenarnya reshuffle dalam pengertian penataan lembaga," tutur seorang pejabat di lingkungan Istana.
Menristek Bambang Brodjonegoro disebut-sebut akan punya tanggungjawab di Badan Otorita Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur, serta Nadiem Makarim akan tetap di Mendikbud dan Ristek. Bambang Brodjonegoro saat dikonfirmasi belum merespon.
Ditemui terpisah di Gedung Bina Graha, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko enggan berkomentar banyak soal penggabungan dan pemisahan kementerian itu. Demikian pula dengan kemungkinan reshuffle kabinet sebagai konsekuensi perubahan nomenklatur kementerian. “Jangan bertanya yang belum jelas. Saya yang belum jelas, jangan tanya saya, daripada salah. Nanti dululah,” ujar Moeldoko.
Tak terelakkan
Dari sisi politik, menurut pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, reshuffle kabinet kemungkinan besar terjadi. Pasalnya, penggabungan dua kementerian, yakni antara Kemristekdikti dan Kemendikbud berdampak langsung pada posisi menteri di kedua kementerian. Dengan penggabungan kementerian, hanya ada satu menteri yang memegang nomenklatur kementerian baru.
“Arahnya reshuffle, karena tidak mungkin menteri yang ada sekarang sama-sama menjabat di kementerian yang telah digabungkan. Pilihannya mengganti salah satu menteri dari dua menteri, atau mengganti dua-duanya dan memilih orang baru untuk kementerian baru,” ucapnya.
Demikian halnya Kementerian Investasi, menurut Adi, harus dipegang oleh orang yang memang mengerti seluk-beluk penarikan investasi ke dalam negeri. Selama ini, bidang investasi di bawah Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi yang dipimpin Menteri Luhut Binsar Pandjaitan. Dengan Kementerian Investasi yang secara khusus menangani sektor itu, akan ada menteri baru menduduki pos kementerian tersebut. Meski ada perubahan nomenklatur dan penggabungan, posisi kementerian tetap 34.
Guru Besar dan Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Eko Prasojo menilai, keputusan DPR yang menyetujui penggabungan Ristek ke Kemdikbud merupakan langkah tidak tepat. Sebab, beban Kemdikbud akan menjadi sangat berat. “Filosofinya juga tidak nyambung. Pendidikan dasar dan menengah cocok dengan kebudayaan karena pembentukan nilai budaya dan karakter bangsa, tetapi Dikti dan Ristek ranah yang lain,” ujar Eko.
“Arahnya reshuffle, karena tidak mungkin menteri yang ada sekarang sama-sama menjabat di kementerian yang telah digabungkan. Pilihannya mengganti salah satu menteri dari dua menteri, atau mengganti dua-duanya dan memilih orang baru untuk kementerian baru”
Menurut Eko, Dikti dan Ristek sudah cocok menjadi satu, seperti masa 2014-2019. Sebab, Kemristek Dikti bertujuan menghilirkan hasil penelitian ke inovasi dan kebijakan. “Saat ini, dengan penggabungan Kemedikbud Ristek dan Inovasi sangat besar dan tidak satu filosofi,” tuturnya.
Berbeda dengan Eko, Adi menilai penggabungan itu tepat karena selama ini dua kementerian tersebut kerap melakukan pekerjaan yang serupa atau bersinggungan. Oleh karenanya, penggabungan keduanya diharapkan bisa makin mengefektifkan kerja kementerian.
Di sisi lain, aktivis pendidikan dari Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa, Darmaningtyas mengatakan, penggabungan Kemristekdikti ke Kemendikbud menunjukkan, baik eksekutif maupun legislatif tidak paham filosofi kedua kementerian itu.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Hendarman saat dihubungi terpisah, menjelaskan, pihaknya menunggu pengumuman resmi dari Presiden Jokowi terkait penggabungan dua kementerian itu. “Kami (Kemendikbud) menyambut baik segala perubahan untuk membuat Indonesia menjadi lebih maju lagi,” ucapnya.