Pencurian barang bukti oleh pegawai KPK, serta putusan PK yang mengabulkan permohonan pengacara Lucas, jadi pembelajaran bagi lembaga pemberantasan korupsi itu.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berkaca dari kejadian pencurian barang bukti oleh pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dan putusan PK yang mengabulkan permohonan pengacara Lucas, muncul desakan bagi KPK untuk memperkuat pengawasan internal dan memperbaiki kinerja penindakan.
Menurut peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, Jumat (9/4/2021), kasus pencurian barang bukti ini menjadi pembelajaran KPK untuk memperkuat pengawasan internal. Selain itu, juga perlu dievaluasi kode etik di KPK.
”Ke depan mau seperti apa, tentu pengawasan internal itu harus dikuatkan terus-menerus. Yang kedua, dari sisi kode etik perlu diulas. Dari sisi SOP (prosedur operasional standar) perlu diperbaiki,” kata Zaenur.
Ia mengungkapkan, kasus pencurian emas tersebut bukan hasil pengawasan dari Dewan Pengawas, tetapi laporan kolega si pelaku. Peristiwa tersebut menunjukkan berjalannya sistem penegakan etik di KPK. Menurut Zaenur, adanya seseorang yang berani melaporkan rekan kerjanya yang melanggar etik, juga kunci untuk memperkuat pengawasan internal.
Seperti diberitakan sebelumnya, karyawan KPK berinisial IGA mencuri barang bukti berupa 1,9 kilogram emas. IGA yang merupakan anggota satuan tugas yang ditugaskan menyimpan dan mengelola barang bukti pada Direktorat Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi pada akhirnya diberhentikan dengan tidak hormat. Bahkan, pimpinan KPK telah memutuskan kasus ini dibawa ke ranah pidana dengan melaporkan ke Polres Jakarta Selatan.
Selain kasus IGA, dalam waktu yang berdekatan, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali pengacara Lucas dalam perkara merintangi penyidikan yang dilakukan KPK saat mengejar Eddy Sindoro yang adalah mantan pejabat konglomerasi besar, terkait dengan suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Guru Besar Hukum Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji, mengatakan, KPK sudah mempunyai inspektorat, sehingga tidak perlu berlebihan dengan penguatan fungsi Dewan Pengawas. Inspektorat mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan internal di KPK.
“Inspektorat inilah yang justru harus diberdayafungsikan. Apalagi, inspektorat ini yang justru membongkar tabir perspektif negatif pegawai KPK tersebut. Jadi, cukup fungsionalisasikan peran Inspektorat KPK saja,” kata Indriyanto.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, dalam pengelolaan barang bukti, KPK memiliki sistem keamanan hingga tiga lapis. Ia menjelaskan, orang pertama untuk masuk ke tahap berikutnya harus melalui tahap kunci di orang kedua. Kunci di tas orang kedua tersebut yang dicuri oleh pelaku.
Belajar dari kasus tersebut, KPK akan melakukan perbaikan melalui rotasi dari sisi personel. Kunci yang digunakan juga akan diganti kodenya secara regular. Ghufron menuturkan, walaupun telah kecolongan, secara prosedural KPK langsung melakukan penyelamatan terhadap barang tersebut.
Setelah itu, pelakunya diserahkan kepada pihak yang berwenang yakni kepolisian, pengawas internal, dan Dewan Pengawas. “Itu bagian dari konsekuensi KPK menjaga apapun yang terjadi. KPK disiplin dalam menegakkan aturan,” kata Ghufron.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak H Panggabean berharap, sistem pengamanan terhadap barang bukti perlu dievaluasi kembali oleh KPK.
Perkuat bukti
Belajar dari bebasnya para pelaku yang diduga terlibat dalam perkara korupsi, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho berharap agar KPK memperkuat dalam pengumpulan bukti.
Sementara itu, Indriyanto menuturkan, persoalan keadilan tidak berbasis pada menang dan kalahnya dalam berproses di pengadilan, tetapi perspektif penilaian kasus hukum dari pemangku diferensial fungsional hukum yang berbeda. Jadi, apapun putusan badan peradilan tetap harus dihormati.
Meskipun demikian, kata Indriyanto, KPK tetap harus membangun dan meningkatkan institusionalisasi penindakan yang semakin profesional, bukan hanya berbasis pada efek jera semata.
Bupati Bandung Barat
Sementara itu, kemarin, KPK menahan Bupati Bandung Barat, Jawa Barat, Aa Umbara Sutisna dan anaknya, Andri Wibawa. Mereka ditahan terkait perkara dugaan korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 pada Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat Tahun 2020.
Sebelumnya, baik Aa Umbara dan Andri telah ditetapkan sebagai tersangka pada 1 April 2021. Penetapan status ini bersamaan dengan status tersangka terhadap pemilik PT Jagat Dirgantara serta CV Sentral Sayuran Garden City Lembang, M Totoh Gunawan.
Dari kasus ini, Deputi Penindakan KPK Karyoto mengatakan, Aa diduga menerima uang sekitar Rp 1 miliar yang sumbernya disisihkan oleh Totoh dari nilai per paket sembako yang ditempel stiker bergambar Aa. Sementara itu, Andri diduga menerima keuntungan Rp 2,7 miliar, dan Totoh meraup keuntungan Rp 2 miliar.
Aa juga diduga menerima gratifikasi dari berbagai dinas di Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dan para pihak swasta yang mengerjakan berbagai proyek di Bandung Barat sekitar Rp 1 miliar. Fakta ini masih terus akan didalami oleh tim penyidik.