12 Tersangka Teroris Bukan JAD dan JI, Punya Rencana Lain
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, hingga kini, Densus 88 Antiteror Polri mengamankan 12 tersangka terorisme di sekitar Jakarta. Mereka tak terafiliasi kelompok manapun.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri telah menangkap 12 orang tersangka terorisme yang saling terkait di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Meski penangkapan mereka terkait tindak pidana terorisme, mereka tidak terafiliasi dengan kelompok teror manapun, baik Jamaah Islamiyah maupun Jamaah Ansharut Daulah.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan, Jumat (9/4/2021), mengatakan, hingga saat ini, Densus 88 Antiteror Polri telah mengamankan 12 tersangka tindak pidana terorisme di wilayah DKI Jakarta dan Sekitarnya. Mereka adalah HH, ZA,AJ, BS, WJ, NAA, AN, DK, AK, dan AP.
Sementara dua orang lainnya, yakni NF dan W diamankan aparat pada Kamis (8/4) dan Jumat (9/4) dini hari. Tersangka NF ditangkap di rumahnya atas informasi dari orang tuanya. Sementara W ditangkap di daerah Pasar Rebo, Jakarta Timur.
"Jadi, ke-12 tersangka teroris ini adalah satu kelompok. Tapi belum terafiliasi dengan kelompok teroris JAD maupun JI. Namun perbuatan dan tindakannya memenuhi unsur-unsur tindak pidana terorisme," kata Ahmad.
Untuk dua orang yang diamankan terakhir, tersangka W telah ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO). Dia berperan merencanakan dan mengetahui pembuatan bom di rumah HH. Selain itu, W juga telah menyiapkan lokasi uji coba bom di CIampea, Kabupaten Bogor.
Hingga saat ini, Densus 88 Antiteror Polri masih memeriksa para tersangka dan melakukan penggeledahan di beberapa lokasi. Adapun para tersangka ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya. Selain itu, masih ada 4 orang yang masih dicari oleh aparat keamanan dan masuk ke dalam DPO.
Menurut Ahmad, dari kelompok tersebut, Densus 88 mengamankan bahan peledak, seperti aseton. "Jadi bahan-bahan yang digunakan menjadi bahan peledak itu adalah salah satu contoh bukti bahwa yang bersangkutan dikenakan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme," terang Ahmad.
"Jadi, ke-12 tersangka teroris ini adalah satu kelompok. Tapi belum terafiliasi dengan kelompok teroris JAD maupun JI. Namun perbuatan dan tindakannya memenuhi unsur-unsur tindak pidana terorisme"
Dalam penangkapan sebelumnya, aparat turut menyita barang bukti berupa bom botol yang berisi TATP (Triaseton Triperoksida) di rumah ZA di Bekasi. Bahan serupa ditemukan di rumah HH di Condet, Jakarta Timur, termasuk gotri dan paku. Karena bersifat mudah meledak, sebagian bahan tersebut dimusnahkan di lokasi penangkapan.
Orientasi berbeda
"Bahan TATP selama ini adalah semacam ciri khas dari ISIS, di mana ISIS di Indonesia direpresentasikan oleh JAD. Saya melihat bahwa ada upaya pengaburan. Seandainya bom yang debut tersebut meledak, polisi akan berpikir bahwa pelakunya adalah kelompok JAD"
Chief Advisor International Association for Counterterrorism andSecurity Professionals Indonesia Haryoko R Wirjosoetomo berpandangan, bahwa kelompok tersebut tidak terafiliasi dengan JAD maupun JI memperlihatkan bahwa mereka memiliki orientasi politik yang berbeda dari kedua kelompok tersebut. Namun, penemuan bahan peledak TATP di rumah beberapa tersangka menimbulkan pertanyaan karena bahan tersebut merupakan ciri khas atau identik dengan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
"Bahan TATP selama ini adalah semacam ciri khas dari ISIS, di mana ISIS di Indonesia direpresentasikan oleh JAD. Saya melihat bahwa ada upaya pengaburan. Seandainya bom yang debut tersebut meledak, polisi akan berpikir bahwa pelakunya adalah kelompok JAD," kata Haryoko.
Menurut Haryoko, berkaca pada berbagai peristiwa teror yang terjadi sebelumnya, rencana atau upaya teror yang dilakukan kelompok seperti ini diduga lebih bertujuan untuk menekan pemerintah. Tekanan dilakukan karena bisa jadi mereka tidak puas terhadap hal tertentu.
Dari peristiwa tersebut, lanjut Haryoko, aparat keamanan, pemerintah, maupun masyarakat perlu waspada terhadap kemungkinan adanya kelompok-kelompok yang tidak puas terhadap pemerintah. Sebab, bukan tidak mungkin mereka terinspirasi dan meniru cara serupa.