Penangkapan Samin Tan Buka Pengembangan Kasus Dugaan Korupsi Pengusahaan Tambang Batubara
Deputi Penindakan KPK Karyoto menjelaskan, Samin Tan yang ditangkap masuk daftar pencarian orang sejak April 2020. Penangkapannya bisa buka kasus korupsi tambang batubara, dan memotivasi penangkapan buron KPK lainnya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penangkapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal, Samin Tan, dapat membuka jalan untuk mengembangkan dugaan kasus korupsi pengusahaan tambang batubara di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Termasuk memanggil pihak-pihak lain yang diduga terlibat. Penangkapan ini juga dapat memotivasi KPK untuk menangkap buronan lain yang belum tertangkap.
Deputi Penindakan KPK Karyoto menjelaskan, Samin masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak April 2020. Sejak saat itu, tim penyidik KPK dengan dibantu Polri mencari Samin dengan melakukan penggeledahan rumah di berbagai tempat di sekitar Jakarta. Pada Senin (5/4/2021), lalu, tim penyidik KPK mendapat informasi dari masyarakat mengenai keberadaan Samin.
“Tim bergerak dan memantau keberadaan tersangka yang sedang berada di salah satu kafe yang berlokasi di wilayah Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat dan langsung dilakukan penangkapan,” kata Karyoto dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (6/4).
Perkara ini merupakan pengembangan operasi tangkap tangan pada 13 Juli 2018 di Jakarta terkait pembangunan PLTU Riau-1. Dalam kasus PLTU Riau-1 itu, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka, yaitu bekas anggota DPR Eni Maulani Saragih, pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, dan politisi Golkar Idrus Marham yang saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.
“Tim bergerak dan memantau keberadaan tersangka yang sedang berada di salah satu kafe yang berlokasi di wilayah Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat dan langsung dilakukan penangkapan”
Pada Oktober 2017, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan terminasi atas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT). Diduga PT BLEM milik Samin telah mengakuisisi PT AKT.
Untuk menyelesaikan persoalan terminasi perjanjian karya tersebut, Samin diduga meminta bantuan sejumlah pihak, salah satunya Eni untuk permasalahan pemutusan PKP2B Generasi III di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementerian ESDM.
Eni menyanggupi permintaan Samin dengan memengaruhi beberapa pihak di Kementerian ESDM, termasuk menggunakan forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian ESDM. Posisi Eni adalah anggota panitia kerja (Panja) mineral dan batubara (Minerba) di Komisi VII DPR-RI.
Dalam proses penyelesaian tersebut, Eni diduga meminta sejumlah uang kepada Samin untuk keperluan Pilkada suaminya di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Pada Juni 2018 diduga telah terjadi pemberian uang dari Samin melalui stafnya dan tenaga ahli Eni di DPR sebanyak dua kali dengan total Rp 5 miliar.
Dengan tertangkapnya Samin ini, Karyoto mengatakan, KPK akan mengembangkan kasus ini termasuk mendalami peran beberapa pihak yang sebelumnya dikaitkan dengan perkara ini seperti mantan anggota DPR dari Partai Golkar Melchias Markus Mekeng. Sebelumnya, Mekeng pernah dicegah ke luar negeri oleh KPK pada 2019 lalu.
Selain Mekeng, KPK juga akan mendalami peran mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan. Jonan pernah dipanggil KPK pada 2019 lalu sebagai saksi terkait kasus ini.
“Dengan pihak-pihak lain, tentunya kami kembangkan seperti Pak Mekeng. Kemudian Jonan. Nanti kita lihat sampai sejauh mana perannya,” kata Karyoto.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem Ahmad Sahroni mengatakan, penangkapan Samin merupakan terobosan yang bagus bagi pengusutan kasus suap ini. Sebab, kasus ini nilainya sangat besar dan melibatkan banyak pihak mulai dari swasta sampai pemerintah.
Sahroni berharap, KPK bisa mengorek siapapun yang terlibat dalam kasus ini dari tingkat operator sampai tingkat pengambil kebijakan. Ia ingin kasus ini diusut sampai tuntas.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengapresiasi penangkapan terhadap Samin. Penangkapan ini dapat membuka jalan KPK untuk bisa menindaklanjuti penanganan perkara tersebut ke arah politisi lainnya yang diduga turut serta.
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola mengatakan, publik akan menunggu performa KPK di persidangan. Terutama dalam membuka peluang penjeratan aktor penting lain dalam kasus suap tersebut.
DPO lain
Karyoto menegaskan, saat ini KPK tetap memburu DPO lainnya yang belum tertangkap. Salah satunya, Harun Masiku, tersangka kasus suap terhadap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan.
Ia mengatakan, KPK telah membentuk tim pencarian DPO. Mereka dilepaskan dari tugas sehari-hari. Namun, Karyoto enggan menceritakan keberadaan DPO tersebut. “Mudah-mudahan dalam waktu singkat yang akan datang juga masih bisa kita mencari DPO lain. Nanti pas kita datang ada, kita tangkap,” kata Karyoto.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman mengatakan, penangkapan Samin dapat memotivasi para penyidik KPK untuk terus mengejar antara lain Harun Masiku. Menurut Zaenur, apabila KPK berniat, maka para buronan sebenarnya dapat ditangkap.
"KPK harus mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk mengejar Masiku karena buronan ini cukup ditunggu masyarakat agar segera ditangkap. Sebab, Masiku dapat membuka tabir kasus tersebut yang diduga melibatkan pihak-pihak yang berkuasa saat ini"
Ia menuturkan, KPK dapat mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk mengejar para buron, sehingga kasus bisa dituntaskan dan juga tidak menjadi perkara yang mangkrak karena para tersangkanya melarikan diri.
Secara khusus, kata Zaenur, KPK harus mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk mengejar Masiku karena buronan ini cukup ditunggu masyarakat agar segera ditangkap. Sebab, Masiku dapat membuka tabir kasus tersebut yang diduga melibatkan pihak-pihak yang berkuasa saat ini.
Kurnia mendesak KPK agar merombak total tim yang mencari Masiku dan mengevaluasi kinerja dari Deputi Penindakan. Menurut Kurnia, belum tertangkapnya Masiku berimplikasi serius pada citra KPK di mata publik. Sebab, selama ini KPK dikenal sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang cukup mumpuni dalam mendeteksi sekaligus menangkap para buronan kasus korupsi.