Sekretariat Negara: Keppres Darurat Keuangan Negara adalah Hoaks
Minggu kemarin beredar di media sosial foto surat keppres penetapan kedaruratan keuangan negara. Surat yang diterbitkan pada 17 Maret 2021 agar wajib ditangani secepatnya itu ternyata sebuah kabar bohong atau hoaks.
Oleh
FX LAKSANA AS
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekretariat Negara menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah menerbitkan keputusan presiden tentang penetapan kedaruratan keuangan negara. Foto surat keputusan presiden tentang hal itu yang beredar di media sosial pada Minggu (04/04/2021) disebut tidak benar.
”Dengan ini kami nyatakan bahwa berita/informasi yang beredar tersebut adalah tidak benar (hoaks). Sampai dengan saat ini pemerintah tidak pernah menerbitkan keputusan presiden mengenai penetapan kedaruratan keuangan negara,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Sekretariat Negara Eddy Cahyono Sugiarto melalui siaran pers, Minggu (4/4/2021), yang dikirimkan ke WA Group Istana pada Senin (5/4/2021) subuh.
Pada Minggu kemarin beredar di media sosial foto surat keputusan presiden tentang penetapan kedaruratan keuangan negara. Surat yang ditetapkan per 17 Maret 2021 itu menetapkan kedaruratan keuangan negara yang wajib ditangani secepatnya. Selambat-lambatnya 31 Maret 2021.
Untuk itu, pemerintah menetapkan dana Surat Berharga Indonesia nomor 080264-24 SD sebagai dana bantuan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya, semua bank terkait diminta untuk bekerja sama demi kelancaran pencairan dana tersebut.
Sampai dengan saat ini pemerintah tidak pernah menerbitkan keputusan presiden mengenai penetapan kedaruratan keuangan negara.
Polarisasi dan pasar yang besar
Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho, di Yogyakarta, menyatakan, berita bohong atau hoaks masih terus marak. Alasannya, pasarnya sangat besar, yakni masyarakat yang terpolarisasi. Ini ditambah dengan rendahnya literasi digital masyarakat Indonesia.
Ada dua jenis hoaks. Pertama adalah hoaks yang lahir karena ketidakpahaman masyarakat. Untuk yang ini, tentu pendekatan edukasi. Polisi pun sudah punya surat edaran dari Kapolri dengan pendekatan persuasif. Satu lagi adalah hoaks yang dibuat aktor yang memang punya niat jahat untuk memanipulasi masyarakat dengan tujuan tertentu. Saya rasa untuk yang ini butuh pendekatan tegas, yakni penindakan hukum pidana yang transparan.
”Ada sebagian masyarakat yang terpolarisasi. Masing-masing kelompok punya pandangan kelompok terhadap isu apa pun. Bisa soal presiden, pemerintah, gubernur, dan sebagainya. Mereka inilah pasar untuk materi-materi hoaks,” kata Eko.
Tantangannya, hoaks akan menjadi kebenaran bagi kelompok yang punya pandangan sejalan dengan substansi hoaks. Klarifikasi dari otoritas sektoral sekalipun acap kali tidak akan dipercaya.
”Ada dua jenis hoaks. Pertama adalah hoaks yang lahir karena ketidakpahaman masyarakat. Untuk yang ini, tentu pendekatan edukasi. Polisi pun sudah punya surat edaran dari Kapolri dengan pendekatan persuasif. Satu lagi adalah hoaks yang dibuat aktor yang memang punya niat jahat untuk memanipulasi masyarakat dengan tujuan tertentu. Saya rasa untuk yang ini butuh pendekatan tegas, yakni penindakan hukum pidana yang transparan,” kata Eko.