”Membaca” Rasa Cemas dari Dua Surat Wasiat Pelaku Teror
Pakar grafologi dan linguistik menganalisis surat wasiat dari dua pelaku teror, yakni L di Makassar, dan ZA di Mabes Polri Jakarta. Hasilnya, ada sejumlah kemiripan konten teks maupun karakter kedua pelaku.
Petugas kepolisian membawa kantong jenazah yang diduga berisi jenazah terduga pelaku ledakan bom di depan gerbang Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021)
Di tengah rasa cemas dan kurang percaya diri, L (26), seorang pria, dan ZA (25), seorang perempuan, diduga mulai tergiur janji-janji semu dari perekrut teroris. Mereka memberanikan diri melakukan teror beberapa hari lalu: L terlibat bom bunuh diri di depan Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021), dan ZA berbekal air gun menyerang Mabes Polri di Jakarta, Rabu (31/3).
Pergulatan batin L dan ZA ”terbaca” dari surat wasiat yang mereka tulis tangan dan ditinggalkan di rumah masing-masing. Deborah Dewi, pakar grafologi, menganalisis kedua surat tersebut. Menggunakan teknik dalam membaca tulisan tangan, ia melihat faktor-faktor pemicu L dan ZA menjadi pelaku teror. Ketika semua indikator utama dikumpulkan dan dianalisis, benang merah dari karakter keduanya ialah rasa cemas dan kurang percaya diri yang membuat mereka tidak aman (insecure).


