Kasus yang Sudah Di-SP3 KPK Dinilai Tetap Bisa Dibuka Kembali
Penghentian penyidikan terhadap Sjamsul selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia dan istrinya, Itjih, oleh KPK dinilai tidak abadi. Jalur praperadilan dapat ditempuh agar penyidikan itu berlanjut.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus yang dihentikan penyidikannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi seperti perkara bantuan likuiditas Bank Indonesia bisa dibuka kembali. Masyarakat dapat melakukan gugatan praperadilan agar penyidikan terhadap kasus yang dihentikan bisa dibuka lagi.
Sebelumnya, Kamis (1/4/2021), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penghentian penyidikan terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan istrinya, Itjih. Penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas perkara ini akan segera diterbitkan KPK.
Hal itu diambil setelah upaya hukum luar biasa peninjauan kembali yang diajukan KPK terhadap putusan Mahkamah Agung atas kasasi terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ditolak.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho, Jumat (2/4/2021), mengatakan, penghentian penyidikan terhadap Sjamsul dan Itjih yang dilakukan KPK demi kepentingan hukum. ”Demi kepentingan hukum itu diartikan memang bukti yang diajukan kurang atau tidak ada. Artinya, dihentikan ini sifatnya sementara,” kata Hibnu ketika dihubungi di Jakarta.
Hibnu menjelaskan, dihentikan demi kepentingan hukum berbeda dengan dihentikan demi hukum yang sifatnya final. Kasus yang dihentikan demi hukum dilakukan ketika tersangka meninggal dunia, perkara kedaluwarsa, atau perkara sudah diputus sebelumnya.
Penghentian penyidikan demi kepentingan hukum dilakukan untuk memberikan kepastian hukum kepada tersangka. Dalam tataran ilmu hukum, penghentian ini tidak abadi. Karena itu, kata Hibnu, KPK wajib menggali bukti baru lagi dari berbagai dimensi. Ini menjadi tanggung jawab KPK.
Hibnu menegaskan, jika korupsi masih dilihat sebagai kejahatan luar biasa, penyidik dalam mengungkap kasus harus tegas, tidak boleh ada kekeliruan, dan tidak boleh ada kelengahan supaya bukti yang diajukan jelas.
”KPK harus habis-habisan dalam menangani perkara. Jangan sampai begitu masuk, bukti kurang. Perkara korupsi ini memang perkara yang pembuktiannya sulit sehingga pengungkapannya harus betul-betul mempunyai kualifikasi yang cukup di pembuktiannya,” kata Hibnu.
Ajukan praperadilan
Hibnu menuturkan, saat ini upaya masyarakat yang bisa dilakukan terhadap perkara yang sudah dihentikan penyidikannya adalah dengan melakukan praperadilan. Masyarakat bisa melakukan praperadilan dengan menunjukkan buktinya. Ketika gugatan praperadilan diterima, perkara tersebut dapat dibuka lagi dan KPK bisa melakukan penyidikan kembali.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman akan melakukan gugatan praperadilan melawan KPK agar SP3 terhadap Sjamsul dan Itjih dibatalkan. MAKI berencana segera mengajukan gugatan praperadilan paling lambat pada akhir April 2021.
Menurut Boyamin, SP3 yang dilakukan KPK dengan alasan bebasnya Syafruddin sehingga perkara korupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) BDNI menjadi kehilangan unsur penyelenggara negara adalah sangat tidak benar. Sebab, katanya, dalam surat dakwaan Syafruddin disebutkan terdakwa didakwa bersama-sama dengan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dorojatun Koentjoro-Jakti, serta Sjamsul dan Itjih.
”Meskipun Syafruddin telah bebas, tetapi masih terdapat penyelenggara negara, yaitu Dorojatun Koentjoro-Jakti,” kata Boyamin.
Selain itu, kata Boyamin, putusan bebas Syafruddin tidak bisa dijadikan dasar SP3 karena Indonesia menganut sistem hukum pidana kontinental warisan Belanda. Indonesia tidak memberlakukan sistem yurisprudensi yang artinya putusan seseorang tidak serta-merta berlaku bagi orang lain.
Boyamin menegaskan, MAKI pernah memenangi praperadilan atas SP3 melawan Jaksa Agung atas perkara yang sama terkait dugaan korupsi BLBI BDNI. Dalam putusan praperadilan pada tahun 2008 disebutkan pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana korupsi. Pertimbangan hakim tersebut akan dijadikan dasar praperadilan yang akan diajukan MAKI.
Menurut Boyamin, seharusnya KPK tetap mengajukan tersangka Sjamsul dan Itjih ke pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta dengan sistem in absentia atau sidang tanpa hadirnya terdakwa. Sebab, selama ini Sjamsul dan Itjih kabur sehingga KPK pernah memasukkan mereka dalam status daftar pencarian orang.
”MAKI merasa keadilan masyarakat tercederai karena SP3 diberikan kepada orang yang kabur dan buron,” kata Boyamin.
Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas mengungkapkan hal senada. Menurut dia, penerbitan SP3 oleh KPK menjadi bukti nyata tumpul dan tandusnya rasa keadilan rakyat yang dirobek-robek atas nama Undang-Undang KPK hasil revisi.
Ia menegaskan, skandal megakasus perampokan BLBI yang pelik, berliku, licin, dan panas secara politik yang penuh intrik sudah mulai diurai KPK sebelum ada revisi UU KPK. Namun, sekarang justru diluluhlantakkan sebagai akibat dampak langsung dari dominasi oligarki politik melalui undang-undang.
”Semakin tampak akrobat politik hukum yang sengaja ingkar dari jiwa keadilan sosial. Semakin tampak pula peredupan Pancasila dan adab dalam praktik politik legislasi serta penegakan hukum,” ujar Busyro.
Sebelumnya, kuasa hukum Sjamsul dan Itjih, Otto Hasibuan, melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas, mengapresiasi KPK atas keputusan untuk menghentikan penyidikan perkara terhadap kliennya. Ia menilai, keputusan KPK ini sangat tepat dan telah sesuai dengan hukum.
Sebab, dengan telah dilepaskannya Syarifuddin dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging) berdasarkan putusan kasasi MA yang telah berkekuatan hukum tetap, tidak ada basis legal untuk meneruskan penyidikan terhadap kliennya.