Jaksa penuntut umum meminta majelis hakim PN Jakarta Timur menolak keberatan Mohammad Rizieq Shihab atas dakwaan pelanggaran kekarantinaan dan memutuskan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa penuntut umum memohon majelis hakim agar surat dakwaan terhadap Mohammad Rizieq Shihab dapat dijadikan dasar pemeriksaan dalam persidangan. Selain itu, jaksa juga memohon agar nota keberatan Rizieq Shihab dan kuasa hukumnya ditolak, dan menyatakan persidangan perkara kekarantinaan kesehatan tetap dilanjutkan.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan perkara kekarantinaan dengan agenda pembacaan pendapat jaksa penuntut umum terhadap eksepsi terdakwa Mohammad Rizieq Shihab, Selasa (30/3/2021), di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa dengan didampingi M Djohan Arifin dan Agam Syarief Baharudin sebagai hakim anggota. Persidangan dilakukan dengan menghadirkan Mohammad Rizieq Shihab di ruang pengadilan.
”Kami jaksa penuntut umum berkesimpulan dan memohon agar majelis hakim untuk menyatakan keberatan dari terdakwa dan penasihat hukum yang disampaikan dalam sidang Jumat, 26 Maret 2021, tidak dapat diterima atau ditolak dan menyatakan pemeriksaan dalam persidangan tetap dilanjutkan,” kata penuntut umum.
Beberapa hal dalam tanggapan jaksa adalah adanya bagian eksepsi terdakwa yang bukan merupakan ruang lingkup eksepsi atau nota keberatan karena mengutip ayat suci Al Quran dan hadis. Hal itu dinilai lebih merupakan argumen terdakwa.
Demikian pula pernyataan terdakwa dengan membandingkan kerumunan yang terjadi di Petamburan dan Megamendung dengan kerumunan yang dilakukan tokoh agama, artis, termasuk Presiden dianggap tidak tepat. Sebab, dakwaan terhadap Mohammad Rizieq Shihab adalah rangkaian fakta sebagaimana alat bukti yang ada.
Penuntut umum juga menganggap alasan ketidaktahuan terdakwa mengenai adanya peraturan terkait pandemi Covid-19 tidak dapat dibenarkan. Sebab, ketika suatu norma ditetapkan, pada saat itu setiap orang dianggap tahu. Selain itu, Mohammad Rizieq Shihab mestinya mengetahui bahwa protokol kesehatan terkait pandemi Covid-19 juga diberlakukan di Arab Saudi.
Penuntut umum juga menganggap alasan ketidaktahuan terdakwa mengenai adanya peraturan terkait pandemi Covid-19 tidak dapat dibenarkan. Sebab, ketika suatu norma ditetapkan, pada saat itu setiap orang dianggap tahu.
Selain itu, jaksa juga menyayangkan eksepsi terdakwa yang menyatakan jaksa penuntut umum tidak memiliki kompetensi, bodoh, dungu, dan dianggap menyebar hoaks. Kata-kata tersebut bukanlah bahasa dalam eksepsi dan seharusnya tidak digunakan, apalagi ditujukan kepada JPU.
”Sangatlah naif jika JPU dikatakan bebal, bodoh, tumpul otaknya. Kami adalah orang-orang intelektual dan terdidik dengan pendidikan rata-rata strata 2 dan bertahun-tahun berpengalaman di bidangnya. Sebagai pembelajaran, jangan mudah menjustifikasi orang lain. Sikap demikian menunjukkan akhlak dan moral yang tidak baik,” kata penuntut umum.
Jaksa penuntut umum menyatakan, pembayaran denda oleh Mohammad Rizieq Shihab sebesar Rp 50 juta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai tidak memiliki korelasi dengan perbuatan terdakwa dalam perkara tersebut. Pembayaran denda dijatuhkan atas pelanggaran terhadap peraturan Gubernur DKI Jakarta selaku kepala daerah. Sementara perbuatan terdakwa melewati proses penyidikan dan penuntutan yang kemudian dilimpahkan ke pengadilan untuk mendapatkan kepastian hukum.
Terhadap salah satu poin eksepsi yang mengaitkan terdakwa dengan Gerakan 212, penuntut umum menilai penasihat hukum sedang menggiring perkara yang merupakan ranah hukum pidana ke ranah politik. Dan, hal tersebut dianggap sebagai uneg-uneg penasihat hukum. Oleh karena itu, penuntut umum mengesampingkan hal itu dan tidak menanggapinya.
Dalam kesimpulan atas uraian tanggapannya, jaksa menyayangkan seorang tokoh agama yang memiliki visi menciptakan akhlak yang terpuji (akhlakul karimah), tetapi ucapannya bertentangan dengan tersebut. Hal itu ditunjukkan dengan jaksa yang sering dimaki dengan kata-kata tidak pantas di dalam persidangan.
Atas tanggapan dari jaksa terhadap keberatan terdakwa, majelis hakim mengatakan sidang akan dilanjutkan dengan agenda putusan sela. Sidang, menurut rencana, akan dilaksanakan pada 6 April mendatang.