Kecaman mengalir dari berbagai pihak terkait peledakan bom di gerbang Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021). Pengusutan tuntas jadi keharusan, selain antisipasi teror ke depan.
Oleh
Reny Sri Ayu/M Final Daeng/Iqbal Basyari/Rini Kustiasih/Nina Susilo/Edna Caroline
·4 menit baca
AFP/ INDRA ABRIYANTO
Polisi berjaga di sekitar lokasi ledakan bom di depan gerbang Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021).
JAKARTA, KOMPAS - Aparat penegak hukum wajib segera mengusut tuntas jaringan dua teroris yang meledakkan bom di depan gerbang Katedral Makassar, Sulawesi Selatan. Di sisi lain, aksi terorisme ini sinyal keras bagi semua pihak termasuk pemerintah, untuk konsisten mencegah dan menindak ekstremisme-kekerasan.
Ledakan bom bunuh diri pada Minggu (28/3) pagi itu, selain menewaskan dua pelaku juga melukai 20 orang. Mayoritas korban terluka akibat serpihan di wajah, leher, perut, tangan, kaki. Korban dirawat di sejumlah rumah sakit di Makassar.
Presiden Joko Widodo dalam keterangan persnya menyatakan serangan teroris itu sebagai kejahatan kemanusiaan. Tidak ada agama yang membolehkan kekejian ini. Karena itu, Presiden mengajak publik untuk bersama-sama memerangi terorisme dan radikalisme.
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo mengecam aksi bom bunuh diri di depan Gereja Katedral, Makassar yang terjadi Minggu (28/3/2021) pagi. Hal ini disampaikan dalam keterangan pers secara daring, Minggu sore dari Istana Kepresidenan Bogor.
Presiden juga memerintahkan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengusut tuntas jaringan pelaku serta membongkar sampai ke akar-akarnya. Dia juga meyakinkan bahwa aparat keamanan tidak akan membiarkan aksi terorisme seperti itu. ”Saya minta masyarakat tetap tenang beribadah, karena negara menjamin keamanan umat untuk beribadah tanpa rasa takut,” lanjut Joko Widodo.
Terkait JAD
Kepala Polri mengatakan, pelaku bom bunuh diri di Katedral Makassar dua orang. Hingga semalam hanya satu inisial yang disebut yakni L. Menurut Listyo, kedua pelaku terkait Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang kelompoknya digrebek di Villa Mutiara Makassar, awal Januari lalu dan menewaskan dua anggotanya.
“Tadi pagi terjadi ledakan bom yang mengakibatkan dua orang yang diduga pelaku, tewas. Terkait identitas pelaku adalah inisial L. Yang bersangkutan bagian dari kelompok yang beberapa waktu lalu diamankan. Kelompok ini juga terkait dengan kelompok yang beraksi di Filipina, 2018. Bom yang digunakan jenis bom panci,” kata Kapolri di Makassar, Minggu (28/3) malam.
Saat ini, ujar Listyo, polisi menindaklanjuti dengan pemeriksaan DNA. “Mereka bagian atau kelompok yang beberapa waktu lalu ditangkap. Ada 20 orang yang kita amankan saat itu. Terkait kasus ini kami sudah amankan empat orang di Bima yang juga terkait dengan aksi teror,” kata dia.
Keterangan Listyo senada dengan analisis pengamat terorisme Al Chaidar, yang memperkirakan kelompok pelaku bom bunuh diri dari JAD. Hal itu terlihat dari pelaku yang satu keluarga dan menyasar katedral. Objek serangan, kata Al Chaidar, sama seperti serangan di Surabaya dan Jolo (Filipina Selatan). Bom yang digunakan juga berdaya ledak rendah, dalam jumlah yang besar.
Ia mengingatkan pemerintah agar mewaspadai jaringan tokoh agama organik kekerasan. Sebab, ke mana pun mereka berpindah, ada potensi serangan bom bunuh diri melibatkan satu keluarga kembali terulang. “Pola kepindahannya belum bisa dilacak,” ucap dia.
Penggerebekan kelompok JAD di Makassar dilakukan tim Densus 88 Antiteror, Rabu (6/1) di Villa Mutiara. Dua terduga teroris yang ditembak mati adalah MR (46) dan SA (23), keduanya mertua dan menantu. Belasan lainnya diamankan.
KOMPAS/RENY SRI AYU
Polisi mengecek rumah yang menjadi lokasi penggerebekan terduga teroris di Perumahan Villa Mutiara, Makassar, Sulsel, Rabu (6/1/2021). Dua anggota JAD ditembak mati oleh Densus 88 dalam penggerebekan ini.
Dalam penjelasannya pada wartawan saat itu Kepala Polda Sulsel Irjen Merdisyam mengatakan, kelompok ini memiliki banyak anggota dan menyatakan dukungan pada khilafah.
Tetap tenang
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Moh Mahfud MD mengungkapkan, Polri-TNI telah diminta meningkatkan pengamanan rumah-rumah ibadah, pusat keramaian, dan wilayah publik lain. Masyarakat diharapkan tetap tenang dan tak terpengaruh teror bom yang ingin menciptakan kegaduhan dan ketakutan. “Ini kejahatan serius yang membahayakan ideologi negara dan kehidupan berbangsa. Tidak ada kaitan dengan agama apapun,” kata Mahfud.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menilai aksi ini tindakan keji yang menodai ketenangan hidup warga, dan jauh dari ajaran agama. ”Apa pun motifnya, aksi ini tidak dibenarkan agama karena dampaknya tidak hanya pada diri sendiri tetapi juga sangat merugikan orang lain,” ujarnya.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Menteri Agama Taqut Cholil Qoumas,
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta kepolisian menginvestigasi jaringan dan aktor aksi teror tersebut. ”Segala kekerasan, kekacauan, serta mengancam dan mengorbankan nyawa manusia, apa pun motif dan tujuannya, oleh siapa pun, sangat biadab. Meski terjadi di depan rumah ibadah, jangan mengaitkan dengan agama dan golongan umat agama tertentu,” kata Haedar.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Helmy Faishal Zaini mengecam kejadian tersebut serta menegaskan kekerasan bukanlah ajaran agama mana pun. Sebab, setiap agama mengajarkan cinta kasih kepada sesama. Islam pun mengajarkan nilai-nilai toleransi dalam beragama dan menebarkan perdamaian.
Ismail Hasani, Direktur Eksekutif SETARA Institute mengatakan, bom Makassar menjadi sinyal keras bagi semua pihak terutama pemerintah, untuk tak kendur menjalankan protokol penanganan ekstremisme-kekerasan, baik pencegahan maupun penindakan.
Menurut dia, ekstremisme-kekerasan yang didorong stimulus ideologis tak akan surut hanya karena pandemi Covid-19, dan tidak juga surut seiring membaiknya perangkat instrumental (peraturan) dan institusional (kelembagaan).
Dari pantauan tim Kompas, pengamanan lebih intensif terhadap tempat-tempat ibadah berlangsung di kota Jambi di Provinsi Jambi, Padang (Sumatera Barat), serta Bandung dan Cirebon (Jawa Barat). Selain itu terpantau patroli dan pengamanan intensif di Banyumas (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Denpasar (Bali), Kupang (NTT), dan Pontianak di Kalimantan Barat.