Sikapi Bom Gereja Makassar, Tokoh Agama Serukan Masyarakat Bergandengan Tangan
Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, kekerasan, kekacauan, serta mengancam dan mengorbankan nyawa manusia, apa pun motif dan tujuannya, oleh siapa pun, amat biadab. Masyarakat perlu melawan ketakutan itu.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peristiwa keji ledakan bom bunuh diri di depan Gereja Katedral di Makassar, Sulawesi Selatan, bertujuan menebar ketakutan. Oleh karena itu, sebagai respons, masyarakat perlu bergandengan tangan dan melawan ketakutan itu. Kebersamaan dan saling menjaga akan terus menguatkan keutuhan dan persatuan bangsa.
Seruan ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Jenderal Sangha Agung Indonesia (SAGIN) Bhikkhu Nyanasila Thera secara terpisah kepada Kompas, Minggu (28/3/2021). Keduanya mengecam keras dan prihatin dengan aksi terorisme yang mengakibatkan sejumlah orang terluka.
Teror bom bunuh diri dilakukan pada pukul 10.26 WITA di depan gerbang Gereja Katedral Makassar. Akibat kejadian itu, pelaku meninggal dunia, sedangkan sejumlah orang lain mengalami luka-luka. Korban luka saat ini dirawat di beberapa rumah sakit di Makassar.
”Segala bentuk kekerasan, kekacauan, serta mengancam dan mengorbankan nyawa manusia, apa pun motif dan tujuannya, oleh siapa pun, sangatlah biadab,” kata Haedar.
Nyanasila juga mengingatkan tindakan teror di Makassar itu jelas merugikan pelaku, keluarga, sahabat-sahabatnya, ataupun orang yang ada di sekitar lokasi yang terluka. Kerugian lainnya adalah ancaman kecemasan dan ketakutan.
Namun, kekejaman ini tak bisa dilekatkan pada agama apa pun. Sebab, tidak ada agama yang mengajarkan kekejaman seperti itu. Nyanasila juga mengajak semua tokoh agama dan masyarakat untuk terus saling menjaga dan bergandengan tangan melawan ketakutan yang berusaha ditebar dalam aksi teror ini.
”Ini bisa menimpa siapa pun dan tempat ibadah lain. Mari kita saling menjaga dan memperkuat kerja sama, bergandengan, dan terus menjaga toleransi untuk mempertahankan keragaman di Indonesia,” ujar Nyanasila.
Dia juga berharap kejadian ini tidak berulang. Karena itu, pihak berwenang diharapkan mengusut tuntas jaringan terorisme. Haedar juga meminta kepolisian menginvestigasi jaringan dan aktor di balik aksi teror tersebut.
Haedar juga mengajak semua orang untuk tetap tenang dan tidak mengembangkan berbagai prasangka atau asumsi yang bisa mengaburkan kasus ini. ”Meski terjadi di depan rumah ibadah, jangan serta-merta mengaitkan dengan agama dan golongan umat agama tertentu. Boleh jadi tindakan ini bentuk adu domba, memancing di air keruh, dan wujud teror yang tidak bertemali dengan aspek keagamaan,” ujarnya.
Semua pihak diharapkan tetap menjaga kewaspadaan serta memperkuat saling pengertian dan kebersamaan antargolongan. Menjauhi saling curiga dan prasangka diperlukan untuk menjaga keutuhan Indonesia.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas juga menyebut perbuatan teror itu sebagai kekejian yang tidak bisa ditoleransi. Sebab, tindakan itu tidak manusiawi dan melanggar nilai ajaran agama mana pun.
MUI juga meminta kejadian ini tidak dikaitkan dengan agama dan suku tertentu. Sebab, hal ini hanya akan memperumit dan memperkeruh suasana.
Karena itu, pihak kepolisian diharapkan segera menangkap otak dan sel-sel jaringan teroris serta membongkar motif dan latar belakang peledakan bom.
Dalam keterangan persnya, Presiden Joko Widodo juga mengatakan telah memerintahkan Kepala Polri mengusut tuntas jaringan pelaku dan membongkar jaringan sampai ke akar-akarnya. Presiden meyakinkan aparat keamanan tidak akan membiarkan aksi terorisme. Selain itu, ditegaskan pula, negara menjamin keamanan dan kebebasan beragama.