Mendagri di era Presiden BJ Habibie, Letnan Jenderal (Purn) Syarwan Hamid, meninggal akibat sakit, Kamis pukul 03.35 WIB, di Rumah Sakit Cimahi, Jawa Barat. Ia dikenal sebagai tokoh militer Orde Baru yang demokratis.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Dalam Negeri era Presiden BJ Habibie, Letnan Jenderal TNI (Purn) Syarwan Hamid (77), meninggal dunia akibat sakit, Kamis (25/3/2021) pukul 03.35 WIB, di Rumah Sakit Dustira, Cimahi, Jawa Barat. Syarwan dikenal sebagai salah satu tokoh militer sekaligus tokoh politik yang demokratis serta berintegritas tinggi.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan saat dihubungi di Jakarta mengatakan, jenazah Syarwan akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta. Informasi tersebut diperoleh dari keluarga Syarwan.
”Informasi dari keluarga, beliau meninggal di Bandung. Direncanakan dimakamkan di TMP Kalibata,” ujar Benni.
Informasi dari keluarga, beliau meninggal di Bandung. Direncanakan dimakamkan di TMP Kalibata.
Kabar kepergian Syarwan juga diterima oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo. Namun, ia enggan berkomentar soal almarhum.
”Ikut berdukacita saja,” kata Tjahjo yang sebelumnya juga pernah menjabat Mendagri.
Syarwan selama ini dikenal sebagai tokoh militer dan politik di Indonesia. Sebelum menjabat Mendagri, ia pernah duduk sebagai Kepala Staf Sosial Politik (Kassospol) Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dengan pangkat letnan jenderal TNI.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza ”Ariza” Patria melalui akun Facebook pribadinya menyampaikan, Syarwan adalah prajurit sejati yang berkarakter kuat, visioner, serta senantiasa mengutamakan kepentingan nasional.
”Kita kehilangan seorang patriot dan teladan. Almarhum adalah sosok yang demokratis dan selalu berbaur dengan rakyat,” ujar Ariza.
Menurut Ariza, Syarwan telah mengabdi begitu besar di berbagai bidang kepada bangsa Indonesia. Syarwan juga telah berjasa mengatasi pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) semasa ia bertugas di Aceh.
Sebagaimana diketahui, pada 1990, Syarwan bertugas selama tiga tahun menjadi Danrem 011/Lilawangsa Aceh. Ketika itu, ia melakukan pendekatan dengan GAM ke pesantren-pesantren di Aceh sehingga berhasil meredam pemberontakan GAM terhadap NKRI.
Saya sudah tidak tahu lagi bagaimana menyebutkan fenomena korupsi di Riau. Sudah tiga gubernur ditangkap KPK. Sepuluh anggota DPRD Riau juga dijerat kasus suap dan masih dipenjara. Sekarang, KPK menetapkan lagi status tersangka kepada Annas Maamun dan anggota DPRD Riau. Mengapa penindakan besar-besaran yang dilakukan KPK tidak membuat pejabat dan anggota DPRD Riau jera dan takut.
”Semoga kita mampu meneladani beliau,” ujar Ariza.
Dalam catatan Kompas pada 22 Januari 2015, Syarwan pernah mengutarakan keprihatinannya atas penetapan status tersangka terhadap mantan Gubernur Riau Annas Maamun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2014 dan APBD Riau 2015. Kondisi itu, menurut Syarwan, sangat ironis mengingat mantan Gubernur Riau Rusli Zainal beserta 10 anggota DPRD Riau baru saja dihukum dalam kasus suap PON Riau 2012.
”Saya sudah tidak tahu lagi bagaimana menyebutkan fenomena korupsi di Riau. Sudah tiga gubernur ditangkap KPK. Sepuluh anggota DPRD Riau juga dijerat kasus suap dan masih dipenjara. Sekarang, KPK menetapkan lagi status tersangka kepada Annas Maamun dan anggota DPRD Riau. Mengapa penindakan besar-besaran yang dilakukan KPK tidak membuat pejabat dan anggota DPRD Riau jera dan takut,” tutur Syarwan.