KPK Telusuri Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah untuk Rumah DP Nol Rupiah
KPK terus mengumpulkan bukti-bukti dalam perkara dugaan korupsi pembelian tanah untuk proyek rumah tanpa uang muka atau DP nol persen. Penggeledahan di sejumlah lokasi dan pemeriksaan pihak yang terkait terus dilakukan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi terus menelusuri dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, tahun 2019. KPK diharapkan segera mengumumkan tersangka dalam kasus yang diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah itu.
Salah satu saksi yang diperiksa KPK adalah Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya nonaktif Yoory C Pinontoan. Seusai diperiksa KPK, Yoory yang mengenakan kemeja biru tidak mau menjawab pertanyaan wartawan.
”Saya berserah kepada Tuhan. Apa pun yang terjadi ke depannya adalah yang terbaik untuk saya dan keluarga saya,” kata Yoory, Kamis (25/3/2021).
Ketika ditanya apakah statusnya sudah menjadi tersangka dalam perkara ini, Yoory hanya menjawab bahwa dirinya tidak bisa mengomentari hal tersebut. Sebelumnya, pada 8 Maret lalu, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK sudah menemukan adanya dua bukti permulaan yang cukup terkait kasus ini.
Ketika KPK mulai menyidik kasus ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menonaktifkan Yoory. Penonaktifan tersebut dilakukan setelah adanya penetapan status tersangka oleh KPK pada 5 Maret 2021.
Hingga kini, KPK masih terus mengumpulkan bukti-bukti. Tim penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, yakni kantor PT Adonara Propertindo di Jakarta Selatan; gedung Sarana Jaya, Jakarta Pusat; dan rumah kediaman dari pihak yang terkait. Dari penggeledahan, ditemukan berbagai dokumen yang terkait perkara ini.
Tim penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, yakni kantor PT Adonara Propertindo di Jakarta Selatan; gedung Sarana Jaya, Jakarta Pusat; dan rumah kediaman dari pihak yang terkait.
KPK juga telah memeriksa Wakil Direktur PT Adonara Propertindo, Anja Runtuwene. Ia dikonfirmasi terkait dengan proses pengadaan dan pembayaran pengadaan tanah di Munjul.
KPK telah mengajukan permohonan larangan bepergian ke luar negeri kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM terhadap beberapa pihak yang terkait dengan kasus ini. Pencegahan keluar negeri dilakukan untuk kepentingan kelancaran proses penyidikan agar ketika dilakukan pemeriksaan, mereka tetap berada di Indonesia.
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arya Pradhana Anggakara mengatakan, permohonan telah diterima dan telah masuk dalam daftar pencekalan. Larangan bepergian ke luar negeri ini diberlakukan selama enam bulan terhitung sejak 26 Februari 2021.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memilih menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. Kasus yang menjerat Yoory ini diduga terkait dengan pengadaan tanah untuk program hunian dengan uang muka atau DP Rp 0 (Kompas, 19/3/2021).
Terdapat hal-hal yang memperkuat telah terjadinya dugaan korupsi pembayaran pembelian lahan oleh PD Sarana Jaya kepada perusahaan yang mengaku memiliki lahan tersebut.
Pekan lalu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyampaikan kepada KPK salinan sertifikat hak guna bangunan (HGB) di Munjul yang saat ini sedang disidik KPK. Bukti tersebut terdiri dari Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 97, 98, dan 99 yang diterbitkan oleh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur pada 31 Juli 2001 dengan masa berlaku hingga 31 Juli 2021.
Sertifikat tersebut atas nama Yayasan Kongregasi Suster-Suster Carolus Borromeus dengan luas keseluruhan sekitar 4 hektar. Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, berdasarkan data tersebut, terdapat hal-hal yang memperkuat telah terjadinya dugaan korupsi pembayaran pembelian lahan oleh PD Sarana Jaya kepada perusahaan yang mengaku memiliki lahan tersebut.
Ia menjelaskan, lahan tersebut dimiliki yayasan sehingga tidak bisa dijual kepada perusahaan swasta. Lahan yayasan hanya boleh dialihkan kepada yayasan lain untuk fungsi sosial. Hal ini sesuai Pasal 37 Ayat (1) Huruf B Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 dan UU No 28/2004 tentang Yayasan. Boyamin mengungkapkan, pembayaran sebesar Rp 200 miliar kepada salah satu perusahaan swasta berpotensi pada kehilangan uang tanpa mendapat lahan.
HGB lahan tersebut akan habis pada tahun 2021 dan selama ini tidak pernah dilakukan pembangunan apa pun sesuai izin HGB. Sebelum terbit HGB tahun 2001, lahan tersebut berstatus hak pakai yang dimaknai lahan milik pemerintah, sehingga ketika lahan tersebut telantar, maka berpotensi HGB dicabut. Karena itu, pembayaran yang dilakukan PD Sarana Jaya membuat uang terbuang percuma.
Dengan rencana penjualan lahan oleh pemegang HGB kepada perusahaan swasta yang kemudian dijual kepada PD Sarana Jaya patut diduga telah melanggar UU Yayasan. ”Pembayaran PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan swasta patut diduga korupsi yang merugikan negara,” kata Boyamin.
Boyamin meminta KPK segera mengumumkan tersangka dan dilakukan penahanan terhadap para tersangka dugaan korupsi pembayaran PD Sarana Jaya untuk lahan di Munjul.
Ketika usai diperiksa KPK pada dua pekan lalu, kuasa hukum Bendahara Ekonom Kongregasi Suster-Suster CB Provinsi Indonesia Fransiska Sri Kustini, Dwi Rudatiyani, mengatakan, kliennya telah membatalkan perjanjian jual-beli dengan Anja sejak 31 Oktober 2019. Kongregasi Suster CB juga telah mengembalikan uang muka pembelian sebesar Rp 10 miliar.
”Kami tidak menjualnya ke PD Sarana Jaya dan tidak ada kaitannya dengan kami. Kami baru tahu saat ada panggilan dari Bareskrim (Polri) pada akhir Juli 2020 bahwa tanah yang belum dilunasi itu dijual ke PD Pembangunan Sarana Jaya,” kata Dwi.